Warning : Kagak di revisi. kalau ada kalimat yang ambigu tolong bantu revisi yak.
[Author cuma mau kasih tahu kalau dari update memang cerita ini sudah chapter 39. Tapi dari judul bisa dihitung yak baru Bab 17 ?]
********
Karina terus memandang keluar jendela mobil. Mereka sedang di jalan menuju toko pakaian, Bara ingin membeli baju untuk dirinya karena memang mereka akan menginap satu malam lagi dan besok baru kembali ke Jakarta.
Bara melirik ke arah Karina yang terus menghindarinya setelah kejadian tukang sayur tadi pagi.
"Ini masih lurus lagi?" tanya Bara mencoba mengajak bicara.
Karina itu sebenarnya bukannya marah dan tak mau bicara dengan Bara. Hanya saja ia terlalu malu untuk menatap wajah Bara.
Bagaimana bisa dia sepercayadiri itu sok mengakui bosnya sebagai calon suami di depan ibu - ibu tadi pagi.
Pasti sekarang gosip sudah menyebar ke mana - mana. Malukan nanti kalau ketahuan Karina cuma sembarangan bicara. Mana Bara dengar pula apa yang ia bicarakan tadi dimana mau ia letakkan wajahnya.
"Lurus aja Pak. Sebelum lampu merah ada plang distronya."
Bara manut saja, walau sesekali ia curi pandang ke arah Karina yang masih berusaha menjaga jarak darinya.
"Kamu marah sama Saya?" tanya Bara.
Karina lekas menggeleng. "Nggak. Kenapa tiba - tiba Bapak nanya begitu?"
"Habisnya Kamu seperti menghindari Saya."
"Enggak. Siapa menghindari Bapak? Perasaan Bapak aja itu," jawabnya walau tetap ia tak berani melihat ke arah Bara langsung.
Bara mengulum senyum, ia sebenarnya paham kalau Karina merasa malu. Ia tadi mendengar cukup jelas apa yang Karina ucapkan.
Sesampainya di sana Karina hanya duduk di kursi tunggu, biasanya dia akan dengan senang hati berkeliling untuk melihat - lihat, namun kali ini ia sebisa mungkin tak mau berpapasan dengan Bara.
"Karina?" seru seseorang.
Seorang perempuan berkulit putih dengan rambut pirang memanggil nama Karina.
Karina menoleh dan berdecak saat melihat siapa yang memanggil namanya. Ia mencoa tersenyum.
Karina hampir mengumpat dalam hati, tadi pagi Ibunya sekarang calon mantunya mencoba mengusik harinya.
"Lagi pulang kampung?" tanyanya lagi.
"Iya," jawab Karina agak malas meladeni Sania.
"Oh. Lagi ngapain di sini?"
Lagi - lagi Karina ingin berdecak, memangnya mau apalagi orang kalau datang ke distro? Beli makan? Beli bahan bangunan? Menurut ngana?
"Mau belanja."
"Sama siapa?"
Karina melirik sekeliling, Bara tak kelihatan mungkin bosnya itu ada dibalik deretan baju di sana.
"Sama orang."
Sania tertawa centil sembari menutup mulutnya. Dulu Karina dan Sania ini teman yang cukup dekat semasa SMA tapi yang tak ia sangka kalau Sania malah suka pada pacarnya dan mengambil kesempatan saat bi Iroh memaksa Karina dan Ridwan putus.
Dan hebatnya sampai sekarang mereka masih menjalin hubungan, tapi ya itu belum menikah juga padahal sudah hampir sepuluh tahun.
"Sayang sini," seru Sania mengamit ke arah seorang pria yang baru saja masuk ke distro. Lelaki itu terpana sesaat saat melihat Karina.
Sania langsung menggandeng lengan Ridwan mesra. Ia tersenyum bangga seolah ia sedang mengejek Karina.
"Hai Karina. Apa kabar?" tanya Ridwan masih terpaku melihat mantan pacarnya.
"Alhamdulillah baik. Apa kabar?" tanya Karina balik. Dia sih biasa saja, toh sudah belasan tahun lalu, perasaannya yang hanya cinta monyet itu sudah menghilang.
"Baik. Sama siapa ke sini?" tanya Ridwan lagi melihat Karina yang perempuan ada di distro baju pria.
"Sama Rendi ya? Rendinya mana udah lama nggak ketemu."
Karina menggeleng. Memang sih kadang dia pergi ke distro menemani Rendi adiknya berbelanja.
"Nggak. Aku sama..." Satu lengan menyampir di bahu Karina. Karina mendongak melihat sosok yang memeluk bahunya.
Jantung Karina berdetak kencang saat Bara balik menatapnya sembari tersenyum. Karina langsung menunduk, malu karena merasa wajahnya terasa panas dan memerah.
"Mereka siapa?" tanya Bara.
Karina mencoba mengontrol detak jantungnya.
"Ini..." Karina ragu, efek deg degan ia jadi tak bisa berpikir jernih.
"Saya Ridwan teman SMA Karina." Ridwan mengulurkan tangannya mengajak Bara berjabatan.
Bara tersenyum kemudian menyambut yangan Ridwan.
"Saya Bara."
Ridwan melirik ke arah Karina, inginnya tahu siapa Bara ini. Tapi dari gelagat Bara yang dengan santai menyampirkan tangannya ke bahu Karina jelas mereka punya hubungan.
"Loh, Kamu yang semalam nginap di rumah Karina ya?" tanya Sania.
Bara mengangguk.
Sania menggerakkan tangannya di lengan Ridwan dengan manja.
"Ini Loh Yang, yang kata ibu Kamu calon suaminya Karina."
Deg. Muka Karina merah padam, bisa - bisanya orang satu ini bicara begitu tepat dimuka bosnya. Karina kembali kerutuki kelakuan bodohnya pagi tadi.
********
Karina rasanya ingin menghilang dari muka bumi. Ia tak sanggup berhadapan dengan bosnya ini.
Sebenarnya Bara tak berkomentar apapum perihal hal yang Sania ucapkan tadi, tapi tetap saja Karina malunya bukan main sok mengakui bosnya sebagai calon suaminya.
"Pak," seru Karina.
Bara menjawab dengan gumaman. "Kenapa?"
Karina menggigit bibir bawahnya, ragu untuk bicara.
"Maafin Saya ya. Tadi pagi Saya sembarangan bicara pakai bawa - bawa nama Bapak. Sekali lagi Saya minta maaf."
Bara tersenyum walau ia masih memandang lurus ke arah jalan.
"Nggak apa - apa. Saya mengerti kenapa Kamu bicara begitu."
"Terus terimakasih juga sudah mau akting di depan Ridwan sama Sania tadi."
Bara tak menjawab. Ia hanya fokus menyetir.
"Karina."
"Iya." Refleks Karina menoleh.
Bara diam kembali. Karina bingung, bosnya memanggil namanya tapi tak kunjung bicara.
"Kenapa Pak."
"Nggak apa - apa." Karina makin bingung, makin hari bosnya ini makin aneh saja.
"Kalau mau ngomong sesuatu bilang aja Pak."
Bara tetap diam.
Karina kembali melihat keluar jendela karena suasana terasa canggung.
********
#VOTE DAN KOMEN YAK.
#PENDEK DULU SAY LAGI MUMET AKUTUH.
DOAin Author ya. Nanti bakal kenal marah sama bos soalnya hiksss... ?