Capeknya Jadi Karina (2)

1058 Kata
"Pak," seru Karina. Bara yang duduk di sebelahnya menoleh, mereka baru saja sampai kembali ke ibu kota setelah perjalanan dinas luar kota ala Bara ini. Capek? Jangan ditanya, Karina ingin segera rebahan. "Hmm." Bara sedang fokus menyetir. "Besok Saya boleh datang telat gak?" Karina harap - harap cemas, ia capek sekali, inginnya tidur sampai agak siangan besok. "Terserah," jawab Bara singkat. Hebat bukan, mungkin cuma Bara satu - satunya bos yang mengatakan terserah kapan sekretarisnya mau masuk kerja. Mata Karina menyipit curiga, takutnya terserah yang diucapkan bosnya ini tanda tak suka. Macam perempuan saja orang satu ini, pikir Karina. "Ini konotasinya terserah ngebolehin apa ngambek?" Bara menoleh. "Kamu maunya yang mana?" Ya tuhan, bolehkah Karina menjitak bosnya ini? Karina tersenyum terpaksa," Ya maunya dibolehin dong. Bapakkan bos Saya mana mungkin ngambek - ngambekkan." "Kalau sudah ngerti kenapa nanya lagi?" jawab Bara tak acuh, fokus menyetir. Karina rasanya sudah siap ingin menimpuk Bara, tapi salah - salah bukan saja pekerjaannya yang akan melayang tapi bisa juga nyawanya ikut melayang karena kemungkinan mereka akan kecelakaan. "Pak. Sehari aja gak ngeselin bisa?" "Memangnya kapan Saya ngeselin?" Tiap hari Pak! Tiap saat malahan, cecar Karina dalam hati. Karina menghela napas berat. Bagaimanapun dia harus bertahan, tinggal sedikit lagi dan dia bisa lepas dari bos anehnya ini. Rintik hujan mulai turun, dan Karina baru ingat kalau pasta gigi habis dan dia tidak punya stok. Apa kabar mulutnya kalau sampai tidak sikat gigi, alamat bisa saingan sama naga dia. "Pak, bisa mampir di minimarket dulu gak? Ada yang mau Saya beli." Bara menoleh singkat, tak menjawab namun tak lama mobil yang mereka kendarai berhenti di depan minimarket 24 jam. "Bapak mau tunggu di sini apa mau ikut masuk?" Lagi - lagu Bara tak menjawab, langsung mengambil payung dan keluar dari mobilnya. "Sariawan kali tu orang kalau sampai bersuara," rutuk Karina, namun tak lama Bara sudah berada di samping pintu mobil dan membukanya, dengan sigap lelaki itu memayungi Karina. Karina sih sebenarnya sudah biasa diperlakukan seperti ini, tapi jantungnya kadang susah diajak kompromi, apalagi setelah kejadian tadi siang. Mereka sampai ke depan minimarket. "Kamu masuk aja. Saya tunggu di sini." Bara duduk di kursi teras minimarket dan langsung mengeluarkan hpnya. Karina sih masa bodo dan masuk ke dalam. Karina terdiam sesaat melihat ke arah Bara yang duduk di luar membelakanginya. "Kok Gue jadi gini ya? Lagian, apa semua sekretaris diperlakukan kayak Gue? Di payungin, dibukain pintu, diantarin pulang? Masa sih Pak Bara...." Karina menggeleng kemudian memukul kepalanya sendiri. Karyawan minimarket bahkan menatapnya aneh karena bicara sendiri dan bertingkah ambigu. "Jangan mikir yang aneh - aneh Karina. Jangan ke GRan Kamu." Tak mau ambil pusing ia mulai mencari barang yang ia butuhkan. Selesai membayar Karina celingukan, sang bos tak ada di tempat duduknya tadi. "Lah Gue balik ke mobilnya gimana? Masa mau lari? Ke mana lagi tu orang?" Karina celingukan. Mau berlari ke parkiran yang keburu basah duluan. Dan gimana kalau ternyata sang bos tak ada di dalam mobil dan mobil dalam keadaan terkunci? Apa gak nyari penyakit namanya? Karina mengambil hpnya ingin menelpon tapi tak lama matanya melihat sosok yang ia cari, sedang berjongkok di tepi jalan, tepatnya di samping tempat sampah. "Ngapain tu orang? Mau alih profesi apa gimana?" tanya Karina heran. Ada - ada saja tingkah bosnya ini. Tak lama lelaki itu berjalan kembali sembari tangannya menggendong sesuatu di dalam pelukannya. Mata Karina menyipit, memperhatikan Bara dari kaki sampai kepala. "Bapak habis ngapain?" tanyanya begitu melihat sosok dalam pelukan bosnya itu. "Kasihan," jawab kelewat singkat "Mau bapak pelihara?" Bara mengangguk. Karina hanya menghela napas lelah, bisa - bisanya bosnya ini memungut kucing di jalan, mana di tengah hujan pula. "Udah selesai belanjanya?" Karina bergumam mengiyakan. Mereka berjalan menuju mobil, kali ini Bara duluan yang masuk ke mobil baru kemudian Karina. Ia melipat payung basah tersebut dan menyimpannya kembali. Bara nampak antusias mengelap kucing kecil berwarna oren dengan kaos, baju yang biasa Bara bawa di mobil, persiapan kalau tiba - tiba di ajak main golf oleh klien atau sekedar mau olahraga. "Kaos tujuh ratus ribu jadi lap kucing, luar biasa," celetuk Karina. Agak tak rela melihat kaos mahal itu dipakai untuk lap. Bara menoleh. "Kasihan kucingnya kedinginan." "Bapak yakin mau pelihara? Emang boleh pelihara binatang di apartemen Bapak?" Bara diam sesaat kemudian menghendikkan bahu. Karina menggeleng pelan, jangan sampai bosnya ini memintanya untuk merawat kucing ini. Bukannya apa, Karina tak pandai memelihara binatang, dia juga tak sanggup kalau tiba - tiba kucingnya hilang atau mati, dia dulu bahkan menangis sesegukan dan tidak nafsu makan hanya karena kucingnya mati dan dia tidak mau hal itu terulang kembali. "Kenapa?" tanya Bara begitu melihat Karina yang nampak terdiam memperhatikannya. "Bapak kok bisa nemu kucing ini? Padahal lumayan jauh loh dari situ ke situ." Tunjuknya ke arah minimarket dan tempat Bara mengambil kucing tadi bergantian. "Tadi Saya lihat orang keluar dari mobil bawa kotak kardus terus ditaruh aja di pinggir jalan. Dia juga naruh plastik di atas kardusnya, karena ngerasa aneh Saya lihat, ternyata benar mereka buang binatang." Karina bedecih kesal. "Parah bangt tu orang, gak kira - kira buang kucing di cuaca hujan begini, kagak ada hatinya emang," kesalnya. Kok bisa ada orang yang begitu tega membuang kucing yang masih sangat kecil ini di tengah hujan, yang ada bisa mati. Bara menaruh kucing yang berlapis baju kaosnya itu ke atas pangkuan gadis yang duduk di sampingnya itu, kemudian menyalakan mobil. Karina mengelus pelan. Kucing itu nampak masih sangat kecil dan sepertinya masih menyusu. Tubuh kucing kecil itu bergetar, Karina mengatup tangannya berharap kucing itu mendapat kehangatan. "Pet shop dekat sini di mana ya?" "Kalau gak salah di depan, belok kiri gak jauh dari lampu merah, tempatnya warna pink." Karina ingat ia pernah melihat pet shop di dekat daerah tempat tinggalnya ini. Mereka sampai di pet shop. Untungnya masih buka walau sudah lewat jam sembilan malam, tak biasanya. "Selamat malam, ada yang bisa dibantu?" sapa seorang perempuan berseragam pink. "Saya mau titip kucing." Bara mengambil kucing di dalam gendongan Karina dan memberikannya ke perempuan tersebut. Setelah berbincang sesaat, Bara mulai mengisi form penitipan hewan peliharaan. Tapi ia terdiam sesaat seolah memikirkan sesuatu. "Kenapa Pak?" tanya Karina, aneh melihat bosnya nampak kebingungan. "Saya lagi mikir, apa ya nama yang bagus buat kucingnya?" Karina melongo kemudian menepuk kepalanya. Ya salam, dia sudah lelah karena dinas luar kota sehari langsung pulang dan tidak sabar mau bertemu kasur, eh bosnya malah berulah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN