"Guys udah dengar gosip terbaru belum?" Tomi menundukkan kepalanya ke atas meja seolah sedang berbisik mengajak kami semua ikut merapat padanya. Sekarang sedang jam makan siang dan seperti biasa sang biang gosip sedang melancarkan aksinya.
"Gosip apaan?" tanya Sesil yang tak sabar. Fyi saja, Tomi dan Anggun bekerja di satu devisi bagian HR. Sedangkan Sesil dan Farhan di bagian keuangan, serta ada Marta dan Sintia di bagian sales counter yang ikut nimbrung bergosip dengan dalih makan siang ini.
"Pak Bara..." katanya pelan seolah memancing rasa ingin tahu kami.
"Ternyata, gay," ucapnya mulus semulus jalan tol.
Semua terdiam sesaat kemudian kompak menggeplak Tomi yang bicara asal - asalan.
"Eh jangan fitnah Loh, gak terima Gue calon imam Gue Lo fitnah begitu," ucap Marta yang mengaku jatuh cinta pandangan pertama pada pak Bara.
"Iya nih. Seenaknya aja congor Lo kutil badak." Kali ini Sintia yang tak kalah kesal, walaupun dia sudah punya suami dan sedang mengandung saat ini, dia tidak terima manusia yang menjadi imunnya di kantor dikatai penyuka sesama batang.
"Tapi Kalian pikir deh si bos sudah berapa tahun kerja di sini tapi gak pernah sekalipun nampak jalan sama cewek." Ucapan Farhan membuat semua berpikir.
Benar juga sudah hampir lima tahun Karina menjadi sekretaris Bara tapi tidak sekalipun Bara terlihat berpacaran dengan seseorang, bahkan kalau ada acara atau kondangan biasanya Karinalah yang diminta menemani.
"Gimana Mbak Anggun? Mbakkan dekat sama pak bos. Jangan - jangan?" semua menoleh menatap Anggun curiga, bisa saja Anggun dan pak Bara selama ini menjalani hubungan diam - diam.
"Daripada sama Gue mending tanya Karina deh," ucap Anggun. Sekarang perhatian malah tertuju ke Karina.
"Apaan yang mau ditanya ke Gue?"
"Lo pacaran kan sama pak Bara? Ngaku Lo?" desak Sesil membuat Karina jengah, ia sih tidak masalah kalau sang bos suka sesama gendernya tapi jangan pula dirinya di gosipkan begitu.
"Gue geplak ya Lo pada." Karina menatap mereka sangar.
"Yah mana tahukan. Secara selama ini pak bos santuy aja Lo katain."
"Yah gimana gak santuy orang sejauh ini cuma Gue yang sanggup mengimbangi gila kerjanya dia." Semua nampak terpaku kemudian kompak mengiyakan.
"Jadi Lo gak ada bocoran gitu, mana tahu sebenarnya pak bos punya cemceman tapi diam - diam?" Karina berpikir sesaat.
"Kayaknya gak ada sih. Kalau yang ngaku pacar sampai dihamilin ada," katanya. Ini bukanlah rahasia memang kadang ada saja yang mengaku ngaku sebagai pacar Bara bahkan terakhir ada yang mengaku dihamili saat mabuk.
Lah iya boro - boro kau pergi ke klub mabuk - mabukan hari minggu saja Bara masih menyusahkan Karina mengajaknya lembur mana ada waktu buat ke klub.
"Si mbak - mbak gincu tebel itu ya?" tanya Marta yang memang saat kejadian itu masih menjadi anak baru.
"Iye." Jawab mereka kompak.
"Jadi ni gosip terbaru valid gak?" tanya Sesil setengah percaya setengah tidak pada gosip tersebut.
"Ni lihat, bukti tervalid dari lambeh Dora." (*Lambe Dora nama grup pergibahan di kantor ini jelas Karina tak ada di dalamnya.)
Tomi mengeluarkan hpnya memperlihatkan foto Bara bersama dengan seorang laki - laki yang nampak lebih muda darinya sedang berbelanja bersama.
Mata mereka memindai dan jelas itu foto bos mereka dan dari angelnya nya memang membuat salah faham, di mana Bara nampak mamilih buah dan lelaki di sebelahnya merapikan hoody yang dipakai sang bos.
"Romantis bener."
"Wah jangan dong pak, sama Saya aja," ucap Marta.
"Eh tapi ini cowok ganteng cuy." Sesil malah fokus ke lelaki di sebelah Bara.
Karina hanya memperhatikan mereka sesekali menghela nafas, ia tahu betul siapa lelaki di sebelah Bara itu.
"Haah." Karina menarik nafas dalam.
"Nah Lo percayakan sekarang Kar," ucap Tomi merasa kali ini gosipnya sangat valid.
Karina melipat tangannya, menatap sambil menyipitkan matanya kepada teman - teman seperghibahannya ini.
"Itu cowok namanya Hosea."
"Lah, Lo kenal Kar?"
Karina mengangguk.
"Siapanya pak Bara?" Mereka merapat mendekat ke arah Karina, menunggu gadis itu membuka suara.
Karina menunduk mendekat ke arah mereka yang tak sabar mendengar jawabannya.
"Hosea itu..." Ia bahkan sengaja mendramatisir membuat mereka makin penasaran.
"Adiknya pak Bara," ucapnya mengungkapkan fakta siapa lelaki yang ada di foto bersama bosnya.
Semua nampak bengong sesaat.
"Serius Lo Kar?" tanya Tomi tak percaya.
"Mbak Anggun juga kenal kok. Iyakan Mbak?"
Anggun mengangguk.
"Syukur Alhamdulillah. Terimakasih tuhan." Sintia mengelus perutnya yang membuncit, bersyukur sang imun di kantornya ternyata tidak seperti yang di gosipkan.
"Ih boleh dong Gue minta kenalin sama adiknya pak Bara. Ganteng banget mirip kakaknya." Sesil nampak bersemangat.
"Suka brondong Lo?" tanya Karina melihat Sesil begitu antusias.
"Brondong semana sih? Paling beda setahun dua tahun."
"Haha. Masih sembilan belas itu."
"Hah?" Sesil nampak terperangah.
"Gak apa - apa deh. Sini sama tante sayang," sambungnya mengamit pada gambar di hp Tomi.
"Gak dapat kakaknya adiknya pun jadi ya. Haha."
Mereka masih saling memgobrol sampai satu suara bernada sinis terdengar.
"Tukang gosip," sinis suara itu. Seorang gadis bergaya menor melewari mereka dengan gaya pongah.
"Pengen Gue hantam tu orang." Marta naik pitam melihat Stevi salah satu rekan sales counter.
"Sabar beb. Nanti pasti ada karmanya." Sintia mengelus punggung Marta.
Karina mengetuk ruang Bara sembari membawa file yang semalam sudah ia pilah.
"Pak ini data dari penjualan sales cabang." Karina menaruhnya di atas meja Bara. Pria itu sedang menggancing lengan bajunya.
Karina masih berdiri menunggu Bara merespon.
"Ya sudah. Tolong bawakan catatan bonus sales bulanan," perintahnya.
"Saya udah boleh check out kan Pak?" Karina benar - benar tidak sabar, bahkan sampai terbawa mimpi.
"Iya," jawab Bara singkat. Karina bersemangat, keluar ruangan Bara dengan nada riang. Jam seharga hampir tujuh juta itu akan menjadi miliknya, lumayan bisa sekalian untuk investasi.
"Bapak mau ke mana?" tanya Karina tumben melihat Bara keluar dari ruang kerjanya. Biasanya kalau ada sesuatu yang dibutuhkan Bara akan menghubunginya lewat intercom.
"Mau ke ruang pak Alex." Karina ber oh ria.
"Terus catatan bonusnya? Saya taruh di meja Bapak aja?"
"Kamu aja yang tentukan apa bonusnya," jawab Bara singkat lalu berlalu pergi.
Karina menghela nafas. Bosnya yang banyak duit ini tiap bulan selalu memberika bonus kepada salesnya yang mencapai target dan punya performa penjualan yang stabil dan baik. Dan herannya walau begitu masih saja ada sales yang nekat menilap uang tagihan.
"Bos mau ke mana tuh?" Marta mendekat ke meja Karina. Ruang sales dan sales counter ada di lantai yang sama dengan ruang direktur pemasaran.
"Ke ruang big boss. Kenapa?"
"Mau minta approve orderan."
"Lah tumben sampai ke direktur?" wajah Marta nampak menegang.
"Noh si anak titipan orang dalam bikin masalah. Masa plafon toko dia ubah, mana udah di approve lagi tu plafon sama bu Vera." Marta mendumel kesal dengan Stevi, anak baru yang masuk jalur orang dalam.
Bukannya apa untuk bisa masuk kerja di sini tidaklah mudah, ada begitu banyak proses tahapan ujian dan hanya karena dia keponakan manager dia bisa mendapatkan kerja dengan mudah, apa tidak membuat yang masuk dengan jalur jujur kesal. Mana anak itu sering berlaku seenaknya.
"Lah kenapa bukan dia aja yang minta approve?"
"Gak berani katanya. Terus pawangnya malah nyuruh Gue. Tokay emang." Marta sebenarnya tidak terima tapi gimana pawangnya alias manager pemasaran memaksanya untuk maju pasang badan untuk keponakan kampretnya itu dengan dalih dia masih pemula.
"Nanti Lo jujur aja bilang. Biar dipanggil dia." Marta mengangguk setuju.
"Urgent gak tuh? Kalau mendesak gimana mau nyamperin ke ruang big boss gak?" Ide Karina yang diyakini dapat membuat si anak orang dalam akan mendapatkan masalah yang lebih besar.
"Boleh juga tuh." Senyum yang terlihat licik itu mengiringi langkah mereka menuju ruang bos besar mereka.