********
Suasana hening sesaat, Karina mengerjapkan matanya kalau - kalau ia salah dengar.
"Bapak salah makan?" tanyanya heran karena Bara mau memuji paras seseorang bukan memuji kepintaran atau kinerja seperti biasanya.
"Saya belum minum obat," jawab Bara santai.
"Haissh.." decak Karina. Apa juga yang mau dia harapkan dari seorang Bara yang kaku?
"Terus Bapak ngapain masih di sini? Nggak mau balik ke kantor?"
"Nggak," jawabnya enteng.
Karina makin merasa aneh dengan tingkah Bara yang semakin hari semakin sulit ditebak.
"Terus mau ngapain?"
Bara menoleh ke arah Karina yang masih memperhatikannya menunggu jawaban.
"Nggak tahu."
Ya tuhan ingin sekali rasanya Karina memaki.
"Kalau nggak pengen balik ke kantor mending pulang deh Pak. Istirahat kan Bapak belum sembuh total."
Bara diam sesaat, sepertinya sedang berpikir.
"Saya sudah lama nggak jalan - jalan di Mall."
Mata Karina menyipit, apa maksud ini?
"Bapak mau nemenin Saya keliling?"
Bara mengangguk polos. Karina hanya menarik napas dalam, mau bagaimana lagi kalau Bara sudah bertitah mau Karina magerpun kudu banget dilakukan.
"Jadi Bapak mau ke mana dulu?"
"Saya ikut Kamu aja. Kan Saya nemenin Kamu."
Nah kan, Karina jadi bingung, karena sendirinyapun tak punya tujuan. Dia hanya mau melihat - lihat saja, mau belipun ia sayang uangnya. Namun sesaat timbul ide di dalam kepalanya.
"Pak. Saya boleh shopping pakai Kartu ajaib Bapak nggak?"
Bara menggeleng, "Nggak," jawabnya.
Karina mencebik, mengatai Bara pelit di dalam hati, sambil mengembalikan tester lipstick ke tempatnya semula.
"Kalau mau belanja pakai ini. Yang ini unlimited," ucap Bara menyodorkan kartu sakti yang setahu Karina tak pernah ia melihat Bara menggunakannya.
Mata Karina membola. Menatap kartu di tangan Bara dan bosnya itu bergantian.
"Bapak serius?" tanyanya tak percaya, mungkinkah bosnya ini kesambet penunggu mall mangkanya jadi seroyal ini? Biasanya memang royal sih tapi tidak sampai seperti ini.
"Kalau gak mau Saya masukin dompet lagi."
Dengan cepat Karina mengambil kartu tersebut. Kapan lagikan Bara mau berbaik hati membayar shopping dirinya, lumayan rezeki nomplok.
Namun sesaat ia sadar akan sesuatu, tak mungkinkan Bara tiba - tiba mengizinkannya belanja dengan kartu ini? Pasti ada udang di balik batu. Mata Karina menyipit.
"Tapi dalam rangka apa ini Bapak mau belanjain Saya?"
Takutnyakan seperti biasa. Habis dirinya di baikin eh besoknya di romusa.
"Anggap aja bayaran karena Kamu sudah merawat Saya kemarin," jawab Bara.
Karina tersenyum senang, sudah hampir lima tahun bersama ia sedikitnya tahu kalau bosnya ini bukan pria brengs*k yang suka memberi uang ke para gadis lalu memanfaatkannya. Bahkan kadang Karina malah menganggap Bara yang tak terlihat pernah pacaran di mata Karina ini sebagai pria yang polos soal percintaan. Walau gak cocok sih sama wajahnya.
"Saya boleh belanja sampai limit berapa Pak? Takutnya khilaf." Maklum kartu unlimited, kalau sampai kebablasan piye?
"Sesadar dirinya aja."
"Sesadar diri itu maksudnya gimana ya?"
Bara menaikkan bahunya acuh. Karina sebenarnya mengerti apa maksud Bara, walau Karina mulai berpikir untuk minta uang cash saja. Tapi kalau uang pasti habis entah ke mana.
Jadilah Bara mengekori Karina ke mana gadis itu mau. Membeli berbagai kebutuhan Karina sampai mereka masuk ke toko pakaian, ia hendak membeli beberapa baju untuk bekerja tapi urung karena ia belum memutuskan untuk lanjut bekerja atau tidak. Soalnya kontrak kerjanya itu diperbaharui setiap dua tahun sekali kan repot kalau mau resign sebelum masa kerja selesai, yang ada kena pinalti, mana sanggup Karina membayarnya.
"Pak, kalau Saya dibelanjain sepuasnya gini jadi berasa punya papa gula deh," ucap Karina becanda.
Bara memandangnya bingung.
"Papa gula? Apaan?"
Karina memutar bola matanya, masa sih Bara tak tahu? Tapi bisa jadi sih, kan bosnya ini cuma tahunya bekerja, bekerja dan bekerja jadi mungkin kurang up to date soal kegilaan dunia zaman ini.
"Itu loh. Sugar daddy."
"Saya gak setua itu," protes Bara.
"Loh Bapak tahu suggar daddy?"
Karina tak menyangka sang bos tahu juga tentang hal ini.
"Memangnya Saya gak boleh tahu?"
"Yah bukan gitu. Eh tapi Bapak cocok kok punya baby gula, haha," candanya.
"Memangnya Kamu mau?"
"Mau apa Pak?"
Bara menghembuskan napas, kenapa sekretarisnya ini kadang suka lemot sekali?
"Jadi baby gula?"
"Kalau Saya mana cocok Pak jadi sugar babynya Bapak. Usia cuma beda sedikit," jawab Karina agak cengengesan.
"Iya sih, lebih cocok jadi istri."
********
"Huuuaaaahh...," teriak Karina teredam di balik bantal.
Sekarang ia sudah pulang setelah cukup lama berkeliling mall bersama bosnya.
Setelah ucapan random bosnya itu tadi, Karina sempat merasa salah tingkah, canggung rasanya tapi respon Bara itu loh setelah mengucapkan hal itu ia malah biasa saja dan hal itu membuat Karina dongkol.
"Apa maksudnya coba ngomong begitu HAH? Ugh dasar Bara Bere sialan," rutuknya memukuli guling yang tak berdosa.
"Bara bere." Karina mencekik guling tersebut seolah dibayangannya itu adalah bosnya.
Pintu kamarnya terbuka, menampakkan sosok Sesil yang menatapnya sambil menganga, jangan bilang sejak tadi Sesil melihat kelakuan barbar Karina.
"Gila. Lo mau nyantet Pak Bara atau gimana? nafsu bener," ucapnya melihat betapa Karina begitu bringas memukuli guling sambil menyebut nama Bara penuh amarah.
"Kalau nyantet gak dosa udah lama Gue santet."
Karina membuang guling tersebut hingga terjatuh dari tempat tidur.
"Daripada Lo santet, mending Lo pelet. Lumayankan, muka oke, duit jangan ditanya. Kurang apa coba?"
"Kurang otaknya se-ons," jawab Karina.
"Aissh Aaahhh," teriaknya di balik bantal teringat hal yang tadi sempat membuatnya salah tingkah.
Sesil terperanjat kaget, Karina benar - benar bertingkah aneh dan membuatnya sedikit takut.
"Lo gak kesurupankan Kar? Nyebut Kar nyebut." Sesil tak berani mendekat.
Karina menoleh padanya, menyipitkan matanya.
"Aing macam," katanya dan Sesil malah tertawa mendengarnya.
"Haha. Emang Lo diapain lagi sama bos?"
Sesil mendekat meletakkan bungkusan yang tadi ia bawa ke atas nakas kemudian duduk di atas tempat tidur di samping Karina.
Karina ragu, apa iya dia mau menyeritakan hal yang bisa membuatnya malu tadi? Kalau Sesil malah salah tangkap gimana? Bisa jadi trending gosip Karina besok di grup kantor. Bukannya apa Karina di beri hadiah gelang saja oleh bosnya Sesil langsung gercep menjadikannya gosip.
Bisa dibilang Sesil ini adalah pendukung garis keras kalau hubungan Karina dan Bara akan lebih dari sekedar sekretaris dan bos. seperti di film atau drama yang ia tonton, tapi masalahnya sudah hampir lima tahun tapi tak juga ada perkembangan, yang ada Karina makin barbar mengutuki Bara.
"Gue ketemu sama dia di mall. Guekan lagi cuti tapi kok bisa ketemunya dia lagi, dia lagi."
Sesil hanya tersenyum penuh makna.
"Itu yang namanya jodoh Karina sayang."
Karina bergedik, tak terbayang bagaimana kalau mereka benar berjodoh. Tapi memang sih Bara beberapa waktu ini makin bertingkah ambigu padanya, tatapannya juga agak berbeda, tapi Karinakan tidak mau keGRan nanti kalau ternyata cuma perasaan Karina saja kan malu.
"Haha. Terus ini semua apa?" tanya Sesil melihat banyak paperbag belanjaan berserakan di samping bawah tempat tidur Karina.
Sesil menatap penuh selidik.
"Ini yang belanjain Lo si Hanif, Hanif itu atau pak bos?" Sesil menaik turunkan alisnya.
Karina memang cukup sering curhat dengan Sesil, bahkan saat ia yang sedang pdkt dan hendak bertemu dengan Hanif. Bisa dibilang Sesil ini best friend Karina, karena memang dulu mereka sempat tinggal bersama sebelum Sesil pindah ke rumah neneknya.
"Tebak coba?"
Karina duduk bersila memangku bantal.
"Bos pasti. Iyakan?"
"Kok Lo tahu sih?"
"Haha. Karina, Karina. Menurut Lo? Jelaslah, siapa lagi coba? Masa iya si Hanif yang baru ketemu pertama kali udah mau shoppingin Lo sebanyak ini? Gak mungkin. Eh tapi boleh Gue unpaperbagin gak nih?"
"Terserah."
Karina berguling di atas tempat tidur, masih kepikiran apa yang tadi terjadi. Kenapa bisa bosnya dengan seenteng itu bicara begitu? Untuk seukuran becanda rasanya keterlaluan untuk Karina yang notabene memang sedang mencari calon suami dan ingin segera menikah.
"Wow. Daebak sekali. Gila woy, abis berapa ini?"
Karina mendesah.
"Gak tahu."
"Enak ya bisa belanja gratisan tanpa tahu nominal. Kapan Gue bisa begini?"
Karina diam saja. Ia masih tak mengerti, bukan saja karena ucapan bosnya yang ambigu tapi juga dengan dirinya yang merasa deg-degan dan salah tingkah karena hal itu.
"Lo ya abis dibelanjain segini banyak kenapa tadi ngamuk - ngamuk?"
Tak ada jawaban. Karina belum yakin untuk bercerita.
"Cerita aja. Gue jamin aman. Gak akan Gue sebar kok."
Karina masih diam.
"Lo gak diapa - apain sama pak Bara kan?"
Karina bergumam tak jelas.
"Tapi yah gak mungkin sih. Kalau Lo yang ngapa - ngapain pak Bara baru Gue percaya," ucapnya lalu tertawa. Bantal melayang terlempar ke arah Sesil.
"Diem."
"Kalem tzayang. Pak Bara ngapain Lo emang sih, sampai galau segininya?"
Karina masih tak mau menjawab, kembali membaringkan diri. Bodolah sepertinya yang ia butuhkan saat ini adalah istirahat. Mana tahu saat bangun pikirannya jadi jernih lagi.
********