5.

1700 Kata
"Hiks pergi! Jangan ganggu aku lagi hiks hiks!" ucap Sia diiringi isak tangisnya sambil mendorong tubuh pria itu untuk menjauh dari tubuhnya. Tidak lama kepala sekolah beserta beberapa guru datang mendekati pak Budi sambil memerhatikan mereka. "Pak Budi, ada apa ini pak?" tanya pak Burhan selaku kepala sekolah di sana. Pak Budi langsung menoleh ke arah pak Burhan yang baru datang itu dan menjadi lega. "Pak Burhan, itu ada orang gila yang masuk ke sekolah kita. Kayaknya dia salah mengira salah satu siswi kita yang bernama Sia itu, bernama Rasya. Bagaimana ini pak Burhan?" tanya pak Budi yang menjelaskan situasinya dan meminta pendapat dari kepala sekolah mereka itu. "Bagaimana bisa seperti itu pak Budi? Ya sudah, lebih baik kita cepat lapor polisi saja atau lapor pihak rumah sakit jiwa sekalian biar pria itu bisa diurus secepatnya. Jangan sampai besok sekolah kita masuk berita koran pagi hanya karena orang gila itu. Bisa berkurang peminat pelajar untuk masuk ke sekolah sini pak." tegas pak Burhan kemudian. "Baik pak. Biar saya telphone sekarang." ujar pak Budi dengan patuh dan segera mengangkat handphonenya untuk menelphone pihak berwajib. Kembali pada keadaan rusuh dimana Aska dan Sia berada. "Pergi? Baiklah. Ayo kita pergi dari sini, Rasya!" seru Aska dengan girang tidak memerhatikan dengan benar ucapan gadis itu. Tangis Sia semakin pecah terlebih ketika pria itu berusaha menarik tubuhnya untuk beranjak pergi dari sana. Sia menggeleng-gelengkan kepalanya menolak tarikan Aska. "Hiks gak mau! Pergilah sendiri!" seru gadis itu sambil menahan tangannya agar tidak semakin terseret oleh tarikan pria itu. "Gak mau. Rasya harus ikut bersama Aska!" tegas pria itu sambil menarik tangan Sia. Terjadilah tarik-menarik di antara mereka berdua yang tentu saja lebih didominasi oleh Aska. "AKU GAK MAU IKUT! huaa tolong aku Gilang!" pekik Sia dengan refleks menarik sebelah tangan Gilang dan membuat buku-buku di tangan pria itu jatuh berceceran ke bawah. "Ck Rasya lepas tangannya. Kok sentuh-sentuh cowok lain sih!" protes Aska ketika melihat gadis itu menarik tangan pria lain. Pria itu semakin kuat menarik tubuh Sia untuk mengikutinya. "Enggak mau hiks hiks!" seru Sia sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Gadis Itu semakin panik ketika pegangan tangannya pada Gilang semakin merosot lepas. "Ah tolong aku Gilang huhu!" pekik gadis itu. Di saat cengkraman tangannya hampir terlepas dari lengan Gilang, lalu kemudian pria itu berganti memegangi tangan Sia. Dan menahan tubuh gadis itu agar tidak semakin tertarik mengikuti pria gila itu. "Hentikan! Kau bisa menyakiti tubuh Sia." hardik Gilang kemudian. Tidak terlihat takut sama sekali menghadapi orang gila seperti Aska. Sedangkan Aska yang merasa tubuh Rasya-nya tertahan sesuatu kini menoleh ke arah Gilang. Dengan kasar Aska mendorong tubuh Gilang agar menjauh dari gadisnya. "Jangan dekat-dekat dengan Rasya!" balas Aska tidak suka. "Namanya Sia bukan Rasya." jelas Gilang masih mempertahankan gadis itu. "Cih!" hanya mendecih kesal yang dilakukan Aska untuk pria itu. Lalu dengan kasar Aska kembali menarik tubuh Sia untuk mengikutinya. Membuat Gadis itu memekik kecil dan kembali meronta meminta dilepaskan. "Tunggu! Aku tidak ma-" ucapan gadis itu langsung terpotong ketika dalam sekejap tubuh kecil Sia sudah berada dalam dekapan Gilang. Aska yang melihat itu sontak merasa begitu marah kepada Gilang. Dan Gilang yang menyadari itu segera mendorong tubuh Sia sedikit lebih jauh, sebelum dirinya akhirnya menerima pukulan keras dari Aska. Terdengar suara pekikan kencang dari arah kerumunan di sekitar mereka melihat Gilang tersungkur jatuh akibat pukulan dari Aska. "GILANG!" pekik Sia, gadis itu tidak menyangka bahwa Aska benar-benar berani memukul Gilang. Seruan itu terdengar lebih keras lagi ketika melihat Aska yang kembali bergerak mendekati tubuh Gilang yang masih tersungkur jatuh. Aska dengan cepat menindih tubuh Gilang dan melayangkan satu pukulan lagi ke arah pria itu. "Enggak! Aska berhenti! Aska jangan pukul lagi!" jerit Sia dengan panik. "Waduh, pak Bondan cepat hentikan orang itu pak!" seru pak Budi kembali panik yang langsung diikuti pak Bondan dan siswa-siswa sebelumnya untuk kembali menahan pergerakan Aska. Sedangkan Gilang sendiri berhasil menahan pukulan yang kembali di layangkan Aska padanya. Pria itu mencoba membalik tubuh mereka hingga membuat keduanya sempat berguling-guling di atas tanah dan akhirnya Gilang berhasil menahan tubuh Aska agar tetap di bawahnya. Hal itu membuat Aska semakin beringas mengeluarkan seluruh tenaganya untuk melawan Gilang yang berada di atasnya. Pria itu berusaha kembali menggulingkan tubuh Gilang ke samping. Dan sebelum hal itu sempat terjadi, pak Bondan beserta ketiga siswa itu datang dan membantu menahan pergerakan Aska yang bergerak liar. Mereka menahan tubuh Aska yang berteriak-teriak kencang di atas tanah hingga pak Budi akhirnya datang dengan sebuntal tali rafia di tangannya. Mereka semua bekerja sama untuk mengangkat tubuh Aska dan menahannya pergerakannya untuk lebih memudahkan Gilang yang dibantu pak Bondan mengikat tubuh besar Aska. Seluruh proses itu disaksikan banyak siswa yang kini sudah berkumpul di pinggir lapangan yang terlihat lebih tertarik melihat kejadian langkah itu dibanding melanjutkan pelajaran mereka. Ya hampir seluruh siswa-siswi sekolah kini sedang menonton aksi mereka karena hal itu terjadi di saat jeda pergantian jadwal pelajaran. Begitu juga dengan Sia, gadis itu bisa melihat jelas raut wajah marah Aska yang berusaha melepaskan diri dari ikatan tali rafia yang membelit di tubuhnya. Mereka bergerak mengikat Aska di tiang basket yang bawahnya tertanam dengan kuat di dalam tanah hingga membuat pria itu tidak bisa bergerak lagi. Hal itu semakin membuat Aska frustasi dan berteriak sekeras mungkin. Nampak urat-urat nadi yang menonjol di sekitar leher Aska dan disertai wajah memerah juga rahangnya yang mengeras. Sungguh saat ini kemarahan pria gila itu terlihat begitu mengerikan di mata Sia. "RASYA! RASYA!!" seru Aska. Tidak henti-hentinya pria gila itu memanggil nama Rasya yang ditujukan untuk Sia. Raut wajah ketakutan masih terpancar di wajah Sia namun melihat bagaimana pria gila itu tidak henti-hentinya memanggil nama Rasya membuat gadis itu sedikit terenyuh. Sia menjadi sedikit tidak tega melihat wajah Aska yang terlihat begitu tersiksa dengan ikatannya. Sebenarnya siapa Rasya! Sepertinya gadis itu begitu berarti untuk pria gila itu. Apakah dirinya semirip itu dengan gadis yang bernama Rasya? Ataukah itu semua hanya halusinasi dari pria gila bernama Aska itu? "Rasya tolong Aska. Mereka jahat! Aska sakit, Rasya. Rasya!" adu pria itu kembali kepada Sia dengan nada merengeknya seperti anak kecil. Meski kedua matanya tertutupi poni rambut namun Sia bisa yakin bahwa pria gila itu tengah memandang lekat ke arahnya. Sia bergerak menghapus bekas air matanya dan memalingkan muka darinya. Tidak berani menatap pria gila itu lebih lama. Dan Aska masih tetap memanggil-manggilnya dengan sebutan Rasya bermaksud meminta perhatian dari Sia namun tetap tidak diindahkan gadis itu. Gilang menggelengkan kepalanya pelan merasa prihatin dengan keadaan pria gila di depannya itu lalu Gilang bergerak mendekati Sia yang berada beberapa langkah darinya. "Kau baik-baik saja Sia?" tanya Gilang sambil meneliti keadaan gadis di depannya itu. Sia menganggukkan kepalanya. "Aku tidak apa-apa. Terima kasih Gilang." jawab Sia sambil menoleh sebentar ke arah Gilang. Interaksi sekecil itu tidak luput dari tatapan tajam pada mata Aska. "Hm tidak masalah." jawab pria itu sambil mengendikkan bahunya santai. Senyuman kecil dilemparkan Gilang kepadanya namun kemudian pria itu meringis kecil karena merasa sakit di sudut bibirnya. Sia yang juga memerhatikan luka di sudut bibir pria itu membuat gadis itu ikut meringis prihatin. "Eum kita ke UKS yah. Biar ku obati lukamu." tawar gadis itu. Gilang mengangkat kedua alisnya merasa tertegun melihat sikap Sia yang berubah menjadi kalem seperti ini. Mungkin karena dirinya telah menolong gadis itu, karena itu dia merasa berterima kasih kepada dirinya. Yah tidak buruk juga, batin Gilang. "Oke." jawab Gilang tanpa ada penolakan sedikit pun dari pria itu. Bahkan pria itu mulai melangkah terlebih dahulu yang lalu disusul oleh Sia. Melihat gadis itu pergi membuat Aska menjadi panik, takut kehilangan gadis itu lagi. "Rasya, Rasya mau kemana? Rasya, Aska mau ikut!" seru Aska sambil menarik-narik ikatan tali di tubuhnya. Sia yang mendengarnya sontak menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah pria gila itu. Sia merasa bingung untuk meninggalkan tempat kekacauan itu karena dirinyalah yang sebenarnya menjadi sumber masalahnya. Aska datang ke sekolah untuk mencarinya, meski Sia tidak tahu menahu masalah itu namun tetap saja gadis itulah yang menjadi penyebabnya. Dan melihat Sia yang menghentikan langkahnya membuat Aska menjadi tersenyum lebar, berharap lebih kepada gadis itu. Namun senyumannya langsung surut seketika ketika melihat Gilang yang dengan santai merangkul pundak gadis itu. "Sudah tidak apa-apa. Tinggalkan saja dia, biar dia diurus sama pak Budi nanti. Ayo!" ucap Gilang lalu mendekatkan bibirnya ke arah telinga gadis itu, berbisik. "Aku sudah lapar. Kita mampir ke kantin dulu ya, beli camilan." Sia langsung melotot ke arah Gilang tidak percaya dengan apa yang telah diucapkan pria itu. Bisa-bisanya pria itu mengambil kesempatan dalam kesempitan dalam situasi seperti ini. Dan Gilang hanya melempar kedipan genit ke arahnya sambil menarik gadis itu melangkah pergi melewati kerumunan di sana. Melihat itu Aska semakin bergelora tidak terima. "Rasya, Rasya! Rasya mau kemana? Rasya, Aska ikut! RASYA!" teriak Aska. Sia hampir menoleh ke arahnya kembali sebelum tangan Gilang yang menyampir di pundaknya menahan pergerakan kepala gadis itu dan mendorongnya untuk tetap fokus ke depan. "RASYA!" jerit Aska lebih keras lagi sambil meronta melepaskan diri dari ikatannya. "Heh, berisik banget sih lo! Rasya, Rasya. Namanya tuh Sia, bukan Rasya. Dasar gila lu!" ledek Putra yang masih merasa sebal dengan pria gila di depannya itu. Aska langsung menatap tajam ke arahnya. "Apa lo liat-liat! Mau tempur lagi lo ama gua ha! Sini maju lo!" ucap Putra sambil menyombongkan lengan bajunya, berlagak di depan Aska. Sebelum akhirnya dapat pukulan kecil dari pak Budi pada lengannya. "Kamu juga. Sudah jangan dibikin makin panas orang gilanya!" tegur pak Budi dengan gemas. "Abis saya masih kesal sama orang gilanya, pak!" gerutu Putra kemudian. Aska menjadi sebal ke arah pria itu. "Pak, anak itu tadi merokok di atas, Aska lihat sendiri!" "APA?!" seru tiga siswa dan pak Budi sekaligus. Dan Aska hanya menganggukkan kepalanya dengan wajah polos. Pak Budi langsung menoleh ke arah Putra dkk. "Bu-bukan saya pak!" Pak Budi mendekati Putra dan memeriksa tubuhnya. Dan benar saja pria paruh baya itu mendapati sebungkus rokok di saku celananya. Sontak wajah Putra bersama kedua temannya memucat. "Bukan milik saya itu pak!" seru Putra yang langsung mendapat pukulan gemas dari temannya di lengan. "Kalian ikut saya setelah ini!" titah pak Budi. Aska tersenyum puas melihat raut wajah sengsara dari ketiga siswa itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN