8.

1613 Kata
"Hahh baiklah-baiklah aku akan mengaku. Aku memang belum suka sama kamu, Sia. Aku cuma sedikit penasaran sama kamu. Kamu keliatan beda dari gadis-gadis yang lainnya, kamu terlalu pendiam. Seperti yang aku bilang, hawa keberadaanmu itu kerasa tipis sampai aku jadi jarang merhatiin kamu. Aku penasaran, karena itu aku ganti tempat duduk di sebelah kamu. Aku gak nyangka kamu bisa terlibat dengan orang gila sampai seperti tadi, dan itu semakin bikin aku ngerasa penasaran dan tertarik sama kamu. Apa itu udah cukup jelas buat kamu, Sia?" terang Gilang. Kali ini pria itu tidak mengatakan omong kosong lagi di depan Sia. Sejak awal pertemuan mereka, Gilang memang sedikit tertarik kepada Sia. Terlebih keperibadian gadis itu yang lebih pendiam dibandingkan teman-teman ceweknya selama ini. Biasanya gadis-gadis di sekitar pria itu akan lebih dulu mendekatinya atau bahkan sekedar menyapanya saja dan Gilang juga tidak jarang menanggapi sapaan dari mereka semua. Namun Sia berbeda, gadis itu lebih terlihat tidk mempedulikan keberadaannya, dan karena kesibukan masing-masing terlebih sikap gadis itu yang seakan menutup diri dari lingkungan sekitarnya membuat mereka tidak bisa berinteraksi satu sama lainnya. Gilang yang tidak pernah diacuhkan seperti ini menjadi sedikit tertantang untuk mendekati gadis itu. Karena itu, ketika kelas mengadakan pertukaran tempat duduk kemaren pria itu memilih tempat duduk di sebelah Sia. Dan seperti yang dibayangkannya, gadis itu benar-benar diam seperti menikmati dunianya sendiri, dan tempat duduk Gilang yang berada di pojokan kelas membuat pria itu sering terbuai ke alam tidurnya, tidak buruk juga menurut Gilang. Terkadang pria itu juga memerhatikan bagaimana ekspresi Sia yang terlalu fokus pada buku-buku dan penjelasan guru di depan kelas secara diam-diam. Entah kenapa dirinya merasa penasaran dengan sosok Sia yang terlihat sedikit misterius baginya.Terlebih dengan kejadian hari ini membuat pria itu ingin memerhatikan gadis itu lebih jauh lagi. "Kamu benar-benar kurang kerjaan sekali Gilang." sindir Sia dengan tajam. "Aku tahu." Gilang menjawabnya dengan santai. "Hentikan tingkah konyolmu itu karena itu sangat menggangguku." "Hei kamu gak bisa ngatur aku Sia. Seperti aku yang gak bisa merintah kamu." jawab Gilang membuat gadis itu mendecak sebal. "Tapi aku bisa melakukan apa yang kuinginkan termasuk maksa kamu." lanjutnya dengan lirih tidak sampai bisa didengar gadis itu. "Apa?!" "Bukan apa-apa. Lanjutkan makannya Sia." jawab Gilang dengan melempar senyuman manis ke arah gadis itu. Mereka akhirnya melanjutkan acara makan mereka yang sempat tertunda. Pada akhirnya rencana hanya tinggal rencana saja karena di saat bel pulang sekolah telah berkumandang, gadis itu benar-benar tidak menunggunya untuk pulang. Gilang yang baru saja keluar dari halaman sekolah setelah mengambil motornya mencari sosok Sia namun tidak menemukannya. Gadis itu telah berjalan pulang menaiki busnya. Sekali lagi Gilang dibuat gemas oleh tingkah gadis itu. Pertama kalinya ada seorang gadis yang menolaknya untuk diajak pulang bersama. Pria itu mengambil handphonenya di dalam saku seragam dan mendial nomor gadis itu. Suara tut tut sambungan operator mulai terdengar hingga beberapa detik kemudian terdengar suara gadis itu di seberang telpon. "Hallo?" jawab gadis itu di seberang telponnya. "Hei Sia. Aku sudah nyuruh kamu buat nunggu aku kan. Kenapa kamu malah ninggalin aku dan pulang lebih dulu, dasar!" protes Gilang tidak menyembunyikan nada kesalnya. Sedang Sia di seberang sana hanya melirik sebentar ke arah layar ponsel untuk melihat siapa si penelepon gerangan karena gadis itu asal mengangkat telefonnya saja tadi, sebelum gadis itu kembali menempelkan layar handphonenya di telinganya. "Gilang?" "Iya ini aku. Apa kamu gak nyimpan nomor aku, gadis nakal? Waaah!" seru Gilang kembali merasa gemas dibuatnya. "Maaf, aku lupa. Dan aku memang sengaja gak nunggu kamu. Aku udah bilang tadi kan, kamu gak perlu ngantar aku." jelas Sia dengan santai. "Ck kau benar-benar keras kepala Sia. Ya sudahlah, yang penting hati-hati pulangnya. Kalau sudah sampai telefon aku, mengerti!" "Gak mau." "Oke, kalau gitu aku yang akan nelpon kamu." "Ugh Gilang... " ucap Sia dengan penuh penekanan. Dan hanya terdengar suara gelak tawa yang renyah dari pria di seberang sana. "Oke-oke aku ngerti baby. Pulanglah dengan selamat. Lain kali kamu gak boleh nolak ajakan aku lagi, Oke?!" setelahnya Gilang menutup telephonnya tanpa mendengar jawaban gadis di seberang sana lagi. Gilang tersenyum kecil mengingat percakapan mereka barusan. Menggoda gadis itu ternyata membuat dirinya juga merasa senang. Di sisi yang lain, Sia yang tengah menaiki bus yang biasanya membawanya pulang pergi sekolah itu kini mendesakkan lidahnya sebal setelah percakapan dirinya bersama Gilang baru saja berakhir. Sebenarnya hari apa ini? Kenapa dirinya merasa hari ini adalah hari yang sial baginya. Mulai sekarang Sia akan menandai hari yang dilaluinya ini adalah hari soalnya. Gadis itu kini mengalihkan pandangan ke luar jendela, melihat hamparan sungai tempat pertemuan pertamanya dengan pria gila bernama Aska terjadi. Mau tidak mau Sia jadi mengingat kembali pertemuan mereka dimana Aska yang terlihat begitu senang bertemu dengannya dan begitu bar-barnya pria itu menahannya agar tidak beranjak pergi hingga menindih tubuhnya seperti itu. Andai dirinya tidak bertemu dengan Aska saat itu mungkin dirinya tidak akan mendapat teguran dari kepala sekolah seperti hari ini. Aska telah membuat onar dengan berkelahi dengan teman-teman sekolahnya dan karena pria itu juga Gilang menjadi mendekatinya. Eh tapi benarkah karena Aska, pria itu mendekatinya? Sepertinya tidak. Karena sedari awal Gilang sudah mengatakan bahwa pria itu memang merasa tertarik kepadanya. Kehadiran Aska hanya membuat pria itu semakin penasaran kepadanya. Ya, semua karena kehadiran Aska. Karena pria itu, hari-hari datar yang biasa dilalui oleh Sia menjadi kacau secara tiba-tiba. Meski hanya sehari tapi jika dipikir-pikir kembali bukankah ini suatu pengalaman yang luar biasa bagi Sia? Yah, setidaknya dia memiliki satu kenangan yang tidak akan merasakan semasa sekolah bukan. Tidak buruk juga. Mau tidak mau juga Sia akhirnya juga memikirkan bagaimana keadaan pria gila yang bernama Aska itu sekarang. Melihat wajahnya yang begitu membekas ketika mengadu meminta perhatian dirinya tadi membuat rasa sedikit iba dari dalam lubuk hati Sia. Baru kali ini ada seseorang yang terlihat begitu membutuhkan dirinya seperti yang ditunjukkan pria gila itu. Ada rasa sedikit senang dan puas atau membanggakan dalam diri Sia ketika di butuhkan seperti itu. Sia merasa... lebih berguna. Dengan hidup Sia yang penuh dengan kesepian tanpa adanya seseorang yang mendampingi seperti ini membuat gadis itu terkadang tenggelam dalam rasa rendah diri. Apa yang bisa dilakukan seorang gadis kecil yang hidup sendiri sepertinya untuk menghadapi kehidupan orang dewasa nanti? Terkadang gadis itu merasa takut untuk membayangkan apa yang akan terjadi besok. Bisakah dirinya tetap bertahan hidup seorang diri? Sampai kapan? Alangkah dirinya bisa menjadi orang yang berguna untuk seseorang? Setidaknya akankah dirinya bisa menjadi berguna untuk hidupnya sendiri? Sia berkali-kali memikirkan itu semua dan semakin-semakin membuat dirinya menjadi takut untuk menghadapinya. Bagaimana jika jawapannya adalah tidak. Tanpa ada seseorang yang mendampinginya, Sia takut tidak bisa bertahan. Kehadiran Aska yang selalu terlihat membutuhkannya mau tidak mau membuat ego Sia menjadi sedikit melambung. Sia dibutuhkan. Kehadiran dirinya diinginkan oleh seseorang. Meski kenyataannya itu hanya berlaku kepada orang gila seperti Aska, meski pria itu melihat sosok lain yang bernama Rasya dari diri Sia, tidak apa-apa. Itu cukup menimbulkan kepuasan tersendiri bagi Sia. Sekarang bagaimana kabar pria gila itu? Mungkin saja mereka, pihak berwajib telah mengurungnya atau menjaganya di suatu tempat agar tidak kabur kembali. Tentu saja itu harus dilakukan mengingat kebar-baran yang telah dilakukan oleh seorang Aska dalam sekolahnya bukan. Kehadiran Aska memang membuat Sia mendapat pengalaman yang cukup baik, namun pria itu benar-benar menakutkan. Seakan apapun bisa dilakukannya hanya untuk bisa bertemu dengannya. Sontak Sia bergidik ngeri mengingat kembali bagaimana pria gila itu bisa menemukan sekolahnya dan masuk ke dalam sekolah tanpa ketahuan satpam sekolah mereka. Tidak mungkin bukan jika pak Bondan membiarkan orang gila masuk ke dalam lingkungan sekolah mereka. Pasti Aska telah menemukan cara untuk memasuki sekolahnya. Untung saja Putra dkk memergoki pria itu di atap sekolah. Aska terlalu berani... dan nekat. Memikirkan pria gila membuat Sia hampir tidak menyadari tempat pemberhentiannya hampir sampai. Buru-buru gadis itu bersiap-siap turun dari bus dan berjalan dengan santai menuju rumahnya. *** Sebuah perusahaan yang berdiri megah di pusat kota dimasuki banyak karyawan yang berdatangan pagi ini. Seorang pria paruh baya, pemimpin tertinggi di perusahaannya sendiri tengah berjalan dengan penuh wibawanya diiringi salam hormat tiap karyawan yang berpapasan dengannya. Langkah tegas pria itu menuju sebuah pintu pada ruangannya sendiri. Seorang gadis cantik menyapanya dengan senyuman manis di samping pintu untuk menyambutnya. Raina, sekertarisnya. "Selamat pagi pak Raharja." sapanya dengan manis yang hanya mendapat anggukkan kepala dari pria paruh baya bernama Raharja itu. Pria itu membuka pintu dan memasuki ruangannya diikuti sekertarisnya, Raina dengan membawa beberapa berkas dalam genggamannya. Raharja dengan mantap melangkah menuju meja kerjanya dan menduduki kursi kebesarannya. Raina meletakkan berkas-berkas yang berada dalam genggamannya di atas meja Raharja. "Saya menyerahkan berkas-berkas hari ini yang harus anda tangani pak. Lalu dua jam setelah ini anda ada rapat bersama investor dari perusahaan K. Saya sudah menyiapkan semua berkasnya sekaligus menyiapkan ruang meetingnya. Setelah makan siang nanti anda ada pertemuan di hotel Anndo bersama tuan Zaenal." jelas Raina. "Hm ada lagi?" tanya Raharja sambil mengecek lembar demi lembar isi di dalam berkas tersebut. "Untuk saat ini hanya itu pak Raharja." jawab Raina. Bisa dilihatnya tangan pria paruh baya itu bergerak mengambil bolpoin dalam saku jasnya dan mulai menandatangani lembar per lembar isi di dalamnya. Raina menghela nafas pelan melihat atasan perusahaannya mulai menandatangani berkas yang dikerjakannya semalaman penuh tanpa ada ekspresi yang berarti. Itu berarti tidak ada masalah pada pengerjaannya. Dan Raina cukup puas dengan itu. "Baiklah. Kau boleh pergi sekarang." ucap Raharja sambil menyerahkan kembali berkascberkas yang sudah ditandatanganinya. Raina dengan senyuman puas mengambil kembali berkas tersebut dan menatap atasan yang terkenal ditakuti sekaligus dihormati banyak karyawannya itu. "Baik pak. Saya permisi sekarang." pamit gadis itu sebelum berbalik dan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan ruangan mewah milik Raharja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN