9.

1982 Kata
Selepas kepergian gadis itu Raharja menghela nafasnya lelah. Disenderkan punggung lebarnya di bahu kiri dan mendongakkan kepalanya. Satu tangannya memijit pangkal hidungnya sambil memejamkan matanya. Pikirannya berkelana memikirkan isteri tercintanya yang tidak henti merenung setiap malam dan setiap waktu memikirkan anak semata wayang mereka yang sudah menghilang hampir setengah bulanan ini. Hal itu membuat kesehatan Yuna menurun drastis bahkan semalam wanita itu harus menginap di rumah sakit karena terlalu memikirkan keadaan anak semata wayang mereka yang menghilang itu. Raharja sudah mengerahkan pengawal mereka untuk mencari anak itu namun sepertinya kemampuan menyembunyikan diri anak laki-lakinya itu tidak perlu diragukan lagi. Raharja tidak tahu harus merasa bangga atau harus merasa kesal melihat kenyataan itu. Kepintarannya yang menurun kepada anak laki-lakinya membuat pria itu seakan tenggelam dalam bumi. Jika situasinya berjalan baik-baik saja mungkin tidak masalah karena Raharja yakin anak itu bisa menghidupi diri sendiri tanpa bantuannya, namun masalahnya saat ini mental anak itu sedang terganggu dan itu yang membuat Yuna, isterinya tidak berhenti memikirkannya. Bagaimana cara anak kandung mereka bisa hidup dengan mental yang terganggu seperti itu di luaran sana. Dirinya saja merasa lelah memikirkan anak itu apalagi Yuna yang notebanenya adalah seorang ibu. Raharja kembali menghela nafas lelah. Di saat pria itu sibuk memikirkan anak semata wayangnya yang pergi dengan seenaknya meninggalkan rumah, tiba-tiba suara ketukan dari luar pintu terdengar. Raharja membuka matanya dan menoleh ke arah pintu yang berada lurus di depannya. "Masuk!" Perintahnya kemudian yang lalu di ikuti sosok seorang pria bertubuh besar memasuki ruangannya. Pria itu memakai kemeja rapi berwarna hitam yang di lengkapi dengan sebuah jas dengan warna yang sama juga. Sampai pria itu berada di depan meja kerjanya barulah pria itu membungkukkan sedikit tubuhnya untuk memberi salam kepada Raharja yang tengah memaandangnya tajam, menanti sebuah info apa yang akan di sampaikannya sekarang ini. "Selamat pagi, tuan Raharja. Saya datang untuk menyampaikan sebuah info penting untuk, tuan." "Katakan saja." "Saya sudah menemukan tuan muda, tuan." Lapor pria itu. Sontak Raharja menegakkan punggungnya kembali setelah mendengar laporan dari anak buahnya itu. Kedua matanya melebar menatap anak buahnya itu dan menatapnya lekat. Mencari tahu bahwa ucapan anak buahnya bukanlah sebuah bualan semata. "Kau yakin? Dimana dia sekarang? Kau sudah membawanya pulang ke rumah?" cerca Raharja sambil menyelidiki informasi dari anak buahnya. "Itu, tuan. Maaf kami tidak bisa membawa tuan muda begitu saja." "Apa? Kenapa kau tidak bisa membawanya?" "Maaf tuan, tapi kami tidak bisa membawa tuan muda Aska begitu saja tanpa persetujuan dari pihak keluarga anda." "Apa? Kenapa bisa begitu? Sebenarnya dimana anak itu sekarang?" "Tuan Aska berada di rumah sakit Jiwa Citra Asih, tuan." "Rumah sakit jiwa?!" Seru Raharja tidak bisa mempercayai pendengarannya sendiri. Mendadak isi kepalanya meledak berhamburan membuatnya pening seketika. Tanpa menunggu lama lagi pria paruh baya itu mengambil jasnya kembali dan menyampirkan di atas lengannya sambil bersiap pergi. "Bawa aku ke sana sekarang juga." perintah tegas dari pria itu yang sontak diangguki oleh anak buahnya. "Baik tuan." dengan sigap pria bertubuh tinggi besar itu mengikuti langkah tegas dari tuannya, Raharja keluar dari ruangannya. Ketika membuka pintu pandangan mata Raharja langsung terarah ke meja Raina, sekertarisnya dan lalu melangkah mendekati gadis itu. Gadis itu juga menyadari kehadiran atasannya segera berdiri utuk menyambutnya. "Raina, cancel semua meeting hari ini." ucapan pria paruh baya itu langsung membuat Raina membolakan kedua matanya tidak percaya. "T-tapi pak, meetingnya sudah-" protesan Raina langsung dipotong dengan suara desisan lirih dari Raharja yang menatapnya tajam. Pria itu tidak suka dengan ucapannya yang dibantah oleh bawahannya sendiri. Raina sontak membungkam bibirnya sendiri merasa takut. "Cancel semua meeting hari ini, kau mengerti Raina!" sekali lagi Raharja mengulang krmbali ucapannya dengan menekan setiap kalimatnya agar lebih di mengerti gadis itu. Sontak saja Raina menganggukkan kepalanya dengan cepat, tidak ingin membantahnya lagi daripada karirnya berhenti sekarang juga. "Ya, saya mengerti pak Raharja." Jawab gadis itu. Setelah mendengar jawaban Raina, Raharja kembali melangkahkan kakinya. Suara ketukan sepatu pantofel mahalnya menggema di sepanjang koridor lantai atas hingga tubuhnya menghilang di telan lift yang membawa mereka ke lantai bawah. Sepeninggal pria paruh baya itu barulah Raina bisa bernafas lega. Raina adalah sekertaris ke sekian yang berhasil diterima bekerja di perusahaan besar ini. Dan gadis itu juga terbilang karyawan masih baru yang menggantikan sekertaris sebelumnya yang memilih mengundurkan diri karena tidak sanggup mendapat tekanan dari atasannya itu, seorang Raharja. Nina, sekertaris sebelumnya sudah tidak sanggup menerima tekanan dan benatakan tiap hari sejak pria paruh baya itu menghadapi masalah pelik dalam keluarganya. Desas-desusnya setahun yang lalu anak semata wayang mereka yang bernama Aska tengah menghadapi musibah kecelakaan di hari kepulangannya setelah bertugas dari luar kota. Hal itu membuat anak mereka mengalami gangguan mental hingga membuat atasannya itu ikut bersedih. Dan sejak itu juga sifat temperamen dan kaku Raharja mulai kembali. Pria paruh baya itu merasa sedikit stres karena pewaris sah yang seharusnya sudah waktunya untuk mengganti posisinya duduk menggantikan tugasnya memimpin perusahaan sekarang malah mengalami gangguan mental. Terlebih dengan hilangnya pemuda itu saat ini hingga membuat kesehatan istri tercintanya mengalami drop semakin menambah stres kepalanya. Rumah sakit Citra Asih, di dalam sebuah kamar dengan nuansa putih bersih seorang pria tengah duduk sendirian di atas ranjang yang bersize untuk satu orang saja. Pria yang bernama Aska itu tengah asyik memerhatikan nuansa kamar minimalis yang di tempatinya ini sambil mengayunkan kedua kakinya ke atas dan ke bawah. Terlihat begitu polos seperti anak kecil. Baju yang dikenakannya mirip seperti piyama dengan setelan kemeja berwarna putih beserta celana panjangnya. Rambutnya masih sama panjangnya menutupi kedua matanya. Pihak rumah sakit sudah membantu membersihkan tubuhnya yang kotor dan kusam hingga kini bisa menampilkan wajah tampan dari pria bertubuh atlet itu. Tidak jarang dari hampir seluruh perawat wanita di sana memberikan decak kagum ketika melihat wajah dan tubuh Aska yang kini terlihat begitu menghipnotis kaum wanita. Membuat banyak dari mereka menyayangkan keadaan mental pria itu yang bermasalah. Setelah beberapa hari Aska tinggal di rumah sakit itu, kini Aska terlihat lebih jinak dari sebelumnya. Di banding di awal pria itu dibawa ke rumah sakit jiwa Citra Asih, Aska terlihat seperti banteng yang tengah hingga membuat petugas rumah sakit kewalahan untuk menghadapinya. Pria itu tidak henti-hentinya meneriakkan nama Rasya sambil berusaha melepaskan diri dari beberapa pasang tangan yang menahan pergerakannya. Aska baru bisa berhenti setelah mereka memberikan suntikan obat penenang kepadanya. Hal itu tidak berhenti sampai di situ saja. Dan perlawanan itu berlanjut ketika Aska telah membuka matanya kembali hingga pihak rumah sakit terpaksa mengikat tubuh, kaki dan tangan Aska di atas ranjang. Sehari dua hari telah berlalu dan sepertinya Aska mulai bersikap sedikit lebih jinak lagi. Mereka dengan telaten merawat Aska di mulai dari menyuapi pria itu makan dan minum, memotong kuku-kukunya, hingga sampai membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaian pria itu dengan yang lebih bersih. Hanya satu perlakuan dari mereka yang tidak diijinkan Aska yaitu memotong rambutnya. Beberapa kali mereka mencoba membujuknya untuk memotong rambut panjangnya namun Aska tetap menolak. Penuh dengan ekstra kesabaran memang karena yang mereka hadapi adalah seseorang yang tengah mengalami gangguan mental. Tidak ada yang bisa memprediksi pikiran mereka karena apa pun bisa saja terjadi. Di awal pertemuan mereka, pihak rumah sakit bahkan membutuhkan empat tenaga pria untuk menahan pergerakan Aska yang begitu brutal, terlebih tenaga Aska yang ternyata memang tidak bisa diragukan lagi kuatnya hingga kini mereka merasa sudah tidak membutuhkan banyak tenaga hanya untuk sekedar membantunya makan dan mandi. Bahkan mereka sudah tidak perlu mengikat kedua tangan dan kaki Aska lagi. Pria itu berubah menjadi pria yang begitu menggemaskan dengan tingkahnya yang seperti anak kecil sekaligus dengan mudah memikat hati banyak perawat di sana karena pesona ketampanannya dan postur tubuhnya yang terlihat menggoda apalagi setelah tubuhnya telah dibersihkan. Meski setengah wajahnya terhalang oleh rambut panjangnya namun itu tidak mengurangi pesona Aska dan hal itu malah semakin membuatnya terlihat lebih misterius. Aska yang menjadi anak penurut itu telah membuat banyak perawat berlomba untuk merawatnya dengan baik. Meski banyak juga dari mereka yang diam-diam sengaja melakukan itu hanya karena ingin menyentuh tubuhnya saja atau menikmati dan mengagumi wajah tampan Aska lebih dekat. Perilaku yang buruk itu diterima Aska sejak pria itu berubah menjadi pria yang begitu penurut dan terlihat begitu polos seperti seorang anak kecil beberapa hari ini. Mereka lebih berani memanfaatkan keadaan mental Aska yang sedang terganggu untuk mencari kepuasan mereka sendiri, seperti saat ini. Seorang perawat wanita memasuki kamar yang ditempati Aska dengan membawa sebuah nampan makanan pagi ini untuk Aska. Dengan senyuman yang dibuat semanis mungkin perawat itu berusaha menggerakkan tubuhnya sesensual mungkin untuk mencari perhatian Aska setelah perawat itu menutup pintunya rapat-rapat. Aska masih berada di posisinya duduk tenang di atas ranjang sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya seperti anak kecil. "Halo Aska, bagaimana kabarmu hari ini?" sapa perawat itu untuk sekedar berbasa-basi dengan Aska. Perawat wanita dengan nametag Evelyn itu mendekati Aska di atas ranjangnya sambil membawa nampan makanan Aska. Wanita itu duduk tepat di sebelah Aska. Mendekatkan diri hingga lengan mereka bersentuhan. Aska mengamati tiap gerakan Evelyn sambil melempar senyuman riang ke arah wanita itu, menampilkan gigi putih berbentuk kelincinya yang terlihat lucu. "Aska baik suster Evelyn." jawab Aska dengan patuh. "Benarkah? Baguslah kalau begitu. Nah sekarang Aska waktunya makan." Seru suster Evelyn sambil menyerahkan nampan makanan Aska. Aska menerimanya dengan kedua tangan lalu menyuap satu sendok penuh ke dalam mulutnya. Suster Evelyn memerhatikan tiap gerakan pria tampan itu dengan tatapan memujanya. Aska memakan sarapannya dengan begitu lahap hingga tidak jarang membuat sup sayurnya jatuh menetes dari sudut bibirnya dan mengalir membasahi baju atasnya. Hal itu malah membuatnya terlihat begitu seksi di mata suster Evelyn. Wanita itu secara tiba-tiba bergerak mengusap sudut bibir Aska. "Aska makannya pelan-pelan saja. Itu sampai belepotan gitu bibirnya." Ucap suster Evelyn. Wanita itu sengaja berlama-lama mengusap sudut bibir Aska sambil sesekali mengusap bibir bawah pria itu yang bahkan sudah bersih. Aska juga ikut memerhatikan tiap gerakan suster Evelyn dengan mata bulatnya dalam diam. Dan ketika suster Evelyn melempar senyum semanis mungkin ke arahnya, Aska juga ikut membalas senyuman wanita itu sampai menampilkan gigi-gigi kelincinya, terlihat begitu lucu. Tanpa sadar Aska menjatuhkan sendok dalam genggamannya tepat di atas mangkuk supnya hingga membuat baju atasnya basah terkena cipratan. "Wah baju Aska jadi basah." seru suster Evelyn di ikuti Aska yang menunduk memerhatikan bajunya. Suster Evelyn kemudian tersenyum kecil mendapatkan ide di kepalanya. "Kalau begitu Aska harus ganti bajunya sama baju yang bersih biar gak bau. Biar suster bantu buka kancing bajunya Aska." perintah wanita itu. Dengan penuh minat suster Evelyn mulai membuka kancing baju Aska satu persatu hingga kini menampilkan tubuh bagian atas Aska yang telanjang. Suster Evelyn meneguk ludahnya kasar melihat keindahan ciptahan Tuhan yang terbentuk dengan pas pada tubuh Aska. Putih bersih dengan bentukan d**a yang bidang juga perut eightpacknya, bukan sixpack lagi tapi eightpack. Mata suster Evelyn bergerak semakin ke bawah melirik bagian pusat Aska yang terlihat sedikit menonjol di balik celana bahannya. Pasti besar, pikiran kotor suster Evelyn mulai berkelana. Sedangkan Aska masih duduk diam memerhatikan suster Evelyn yang tengah memerhatikan tubuh atasnya. "Suster?" Panggilan Aska berhasil menyadarkan wanita itu dan membuatnya sontak gelagapan dengan wajah yang mulai memerah menahan gairahnya. "Eh ah iya. Sebentar suster ambilkan baju yang baru buat Aska ya." Ucap suster Evelyn lalu bergerak ke samping mencari baju pasien yang baru di dalam lemari kecil untuk Aska. Pria itu masih mengikuti pergerakan suster Evelyn dalam diam sambil mengayunkan kedua kakinya seperti anak kecil yang tengah menunggu ibunya. Suster Evelyn kembali di depan Aska dengan membawa sebuah kemeja putih yang lainnya. Wanita itu kembali membantu Aska memakai bajunya di mulai dari memasukkan kedua tangan Aska ke dalam baju kemudian mulai mengancingkan baju itu dari bawah. Kemeja yang panjangnya di bawah p****t itu menutupi pusat Aska dari pandangan suster Evelyn. Namun suster Evelyn tidak habis ide, dengan sengaja wanita itu menggerakkan asal tangannya hingga bersentuhan dengan milik Aska ketika mengancingkan baju pria itu. Dan setelahnya pikiran kotor suster Evelyn semakin menjadi kotor setelah mendapatkan gambaran lebih jelas dari ukuran milik Aska. Wajahnya semakin memerah dan Aska menyadari hal itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN