12 April 2016
Neil
Anjing itu mencium sesuatu yang aneh dalam jarak puluhan meter jauhnya. Tepat di pinggiran hutan, di bagian yang gelap dan tidak tersentuh oleh cahaya matahari, terkubur bangkai anjing yang sudah membusuk selama berminggu-minggu, dimana tubuh berbulu lebat itu diselimuti oleh tanah dan gundukan dedaunan kering. Genangan lumpur membentuk sebuah kubangan besar persis di samping gorong-gorong. Air yang jatuh dari pepohonan rindang setinggi puluhan meter jatuh menimpa persis ke arah bangkai itu, kemudian mengalirkan bekas darah dari luka tusukan di tubuhnya.
Ketika Niel mendekati bangkai itu, bau busuknya langsung tercium dalam jarak beberapa meter. Niel mengamati kuku-kuku hitam anjing pelacak itu ketika mengais tanah kering yang mengelimuti tubuh bangkai itu. Kemudian anjing pelacaknya menyalak keras. Suaranya dengan segera menghentikan pencarian yang sedang berlangsung di sekitar hutan. Niel dan petugas polisi bernama Jackson langsung mendekati bangkai itu kemudian menunduk untuk mengamatinya.
“Lihat itu!” ucap Niel sembari menunjuk pada luka bekas pukulan yang masih tampak jelas di tubuh bangkai itu.
“Cara kematiannya tidak wajar,” sambung petugas Jackson di sampingnya. Dahinya mengerut, kedua matanya menyipit saat mengamati bangkai itu. “Kelihatannya anjing itu dipukul dengan benda padat.”
“Ya. Sepertinya begitu.”
“Pastinya bukan ulah pemburu.”
“Tentu saja bukan.”
Niel merogoh ke dalam jaket dan memasang sarung tangan pada salah satu tangannya ketika ia menyentuh bangkai itu. Segerombolan serangga yang bertengger di tubuh bangkai itu seketika berterbangan di udara dan mengeluarkan dengungan berisik yang dengan cepat menyatu dengan suara lain di sekitar hutan.
“Anjing siapa ini?” tanya petugas Jackson dengan penasaran.
Ketika Niel meraba bagian leher anjing itu, ia menemukan sebuah logam perak yang dikaitkan menggunakan tali merah pada leher anjing itu. Niel mengamatinya sesaat kemudian mencabut kalung itu dari leher anjing secara perlahan sebelum mengangkat logam itu di depan wajah untuk mengamatinya lebih jelas. Itu hanyalah jenis logam biasa, hanya saja gambar di permukaannya dibentuk secara khusus oleh sang pemilik. Niel kemudian bertukar pandang dengan Jackson sebelum mengeluarkan plastik dan memasukkan kalung itu ke dalam sana.
“Kau kenal seseorang yang memiliki kalung ini?”
Jackson menggeleng. “Aku akan membawanya ke lab.”
Niel kemudian menyerahkan kalung itu pada petugasnya kemudian kembali mengamati bangkai anjing yang sudah berada disana selama beberapa hari. Setelah beberapa detik, sesuatu bergolak di dalam perutnya. Ingatan itu muncul secara tiba-tiba dan membuat wajahnya seketika pucat. Sementara udara di pinggir hutan kian terasa menipis. Mereka dikelilingi oleh pepohonan rindang setinggi dua sampai tinga puluh meter dan semak-semak belukar yang menutupi permukaan tanah. Dengan bau apak yang terperangkap di bawah dahan-dahan pohon rindang itu dan oksigen yang tipis. Berada di sana selama beberapa menit saja bisa membuat kulit mereka lengket oleh keringat dan pendengaran mereka terasa kedap oleh dengungan yang kian mengeras.
“Ini Mauve..” bisik Niel pelan, tidak sadar kalau petugasnya bisa mendengar suara itu.
“Apa?”
“Anjing milik Amy Rogers. Aku tahu ini miliknya. Aku pernah melihat dia membawa anjing ini pulang bersamanya.”
“Jadi anjing itu juga tewas pada saat yang bersamaan.”
“Ya mungkin saja.”
“Seseorang yang melukai anjing ini mungkin juga orang yang sama yang membunuh Amy.”
Niel tidak berbicara. Tubuhnya masih membeku sementara ekspresi wajahnya tampak kaku. Tiba ketika ponsel di sakunya bergetar, Niel baru tersadar dari lamunannya kemudian bangkit berdiri untuk menerima panggilan itu. Dua menit kemudian dia kembali menghadap Jackson dan berkata pada petugasnya, “hasil forensik sudah keluar. Minta tim untuk mengangkut bangkai anjing ini dan membawanya ke lab untuk diperiksa, aku akan kembali ke kantor.”
-
Dua puluh menit kemudian, Niel duduk di ruang pemeriksaan bersama Jackson yang baru saja datang dengan membawa sebuah map tebal bersisi tumpukan kertas laporan yang berhasil dikumpulkannya selama penyelidikan kematian Amy Rogers. Laki-laki itu kemudian menyebar kertas laporan itu di atas meja untuk ditunjukkan pada Niel.
Selagi berdiri, Niel mengamati gambar dan catatan pada kertas itu satu persatu. Gambaran jasad Amy Rogers yang diekspos memperlihatkan sejumlah luka lebam bekas pukulan di sekujur tubuhnya. Pada salah satu gambar itu juga terdapat hasil scan kerangka yang mengalami kehancuran di bagian belakang. Dalam catatannya keretakan pada kerangka bagian belakang itu disebabkan akibat benturan dengan benda keras. Niel membaca hasil lab yang menyatakan bahwa benturan itu sekaligus menjadi penyebab kematian. Ada beberapa sampel DNA yang juga ditemukan dalam tubuh Amy Rogers. Beberapa di antaranya cocok dengan DNA milik Billy Rogers, yang mana hal itu memperkuat dugaan bahwa Billy-lah pelaku pembunuhan Amy. Namun laporan juga menunjukkan hal lain dimana terdapat luka memar di sepanjang tulang kaki dan bekas baretan akibat terseret di aspal di salah satu kaki Amy. Amy mungkin juga mengalami tabrakan ringan yang membuatnya jatuh terseret di aspal.
Untuk memperkuat dugaan itu, Jackson menemukan bukti bekas jejak ban mobil sepajang sepuluh meter di pinggir hutan. Jejak itu diindikasikan sebagai bukti bahwa pada hari kejadian, sebuah mobil melintas di tempat itu. Petugas Jackson kemudian mencetuskan sebuah skenario kejadian, bahwa pada hari itu seorang pengemudi menabrak Amy, kemudian tidak mau mengambil risiko tertangkap sehingga memutuskan untuk menghabisi Amy.
“Itu mungkin saja, tapi bagaimana dengan anjingnya yang tewas pukul hingga tewas? Dia tidak menabrak wanita itu, menyeretnya ke pinggir hutan untuk dibunuh kemudian memukuli anjingnya dan menguburnya di lubang. Itu akan memakan waktu dan menimbulkan kecurigaan,” kilah Niel dengan cepat.
Petugas Jackson kemudian menimbang. “Tapi ini fakta menariknya. Jejak ban ini sudah diselidiki dan diditeksi sebagai jejak mobil pikap keluaran tahun 70-an. Setelah mencari nama pemilik pikap dengan jenis itu di satu negara bagian, ada tiga puluh nama yang terdaftar yang kemudian dipersempit menjadi dua nama. Kau tahu siapa pemilik pikap itu? Itu Paul Manson. Itu cocok dengan rekaman cctv yang menunjukkan kalau pikapnya terlihat melintas memasuki kawasan di pinggir hutan pada hari kejadian.”
Ekspresi Neil berubah keras. Kini ia tertegun memandangi permukaan meja selagi memikirkan hal itu.
“Pada pukul berapa dia terlihat mengendara disana?”
“Sekitar pukul lima sore. Beberapa hari terakhir dia juga terlihat melintasi kawasan itu pada jam yang sama.”
“Mungkinkah dia hendak pergi berburu?”
“Kurasa tidak. Paul punya masalah dengan pengelihatannya. Dia tidak bisa membidik dengan lurus, dan dia juga tidak pernah terlihat pergi membawa senjatanya.”
“Apa lagi yang kau punya?”
“Setelah mengetahui bekas jejak ban ini, aku memutuskan untuk menyelidikinya lebih jauh. Dan lihat ini..” Jackson menunjukkan satu kertas laporannya pada Neil. “Dua hari setelah kejadian pembunuhan, Paul pergi ke bengkel untuk memperbaiki bagian bumper mobilnya yang penyok. Bengkel itu masih menyimpan catatan transaksinya. Aku menanyai pemuda yang bekerja di bengkel pada hari itu. Dia membenarkan kalau Paul memang datang ke bengkel pada hari itu untuk memperbaiki bagian depan pikapnya yang penyok.”
Niel mengamati laporan itu dan membacanya dengan cepat, kemudian mengerutkan dahi.
“Apa hubungan Paul dengan Amy? Jika dia pelakunya, apa motifnya?”
“Itu belum diketahui, tapi ada satu lagi. Yang satu ini cukup mengejutkan. Kalung yang kau temukan di leher anjing itu milik Paul.”
Neil mengangkat kedua alisnya, kini matanya menatap lurus ke selembar kertas yang disodorkan petugas Jackson.
“Disana ada tanggal pembuatan logamnya yang tercantum atas nama Paul.”
Neil kembali menatap potongan-potongan kertas yang disebar Jackson di atas meja. Kemudian bertanya, “bagaimana dengan Billy? Apa kau sudah memeriksanya?”
“Ya, dia berbohong tentang hari dimana dia mengatakan kalau dia ada di rumahnya. Ada kamera cctv yang menangkap pergerakannya sore itu. Dia sedang berjalan menuju hutan.”
“Kenapa dia berjalan? Dimana mobilnya?”
“Itulah yang masih menjadi pertanyaan. Salah satu tetangganya mengatakan kalau dia masih melihat Billy di teras rumahnya sore itu, tapi tidak melihatnya lagi sekitar pukul tujuh malam. Mobil Billy juga masih terparkir di halaman depan rumahnya. Josephine sudah berusaha menanyakan hal itu padanya, Billy tetap bersikeras dengan pernyataan awalnya kalau dia tidak membunuh putrinya. Yang mengejutkan, dia lulus tes poligraf. Bukan dia pelakunya.”
“Guru konseling yang sering ditemui Amy itu, siapa namanya?”
“Ian Marshall.”
“Ya, Ian. Apa kau sudah berbicara dengannya?”
“Belum. Mungkin kita perlu menyelidiki Paul lebih dulu. Semua bukti ini sekarang mengarah padanya.”
“Ya, tapi kita harus tetap mengawasi Marshall. Dia mungkin mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui.”
Jackson menumpuk kembali lembaran kertas itu ke dalam map.
“Setelah makan siang temui aku disini, kita perlu membahas rencana untuk menemui Paul.”
Setelah memberi anggukan singkat, petugas Jackson kemudian pergi meninggalkan Niel yang masih duduk termenung di atas kursinya. Ada sesuatu tentang misteri kematian itu yang benar-benar mengusiknya. Meskipun Niel ingin memercayai bahwa Billy-lah pelakunya, ternyata buktinya menunjukkan sebaliknya. Meskipun begitu, Billy boleh jadi ikut andil dalam kejadian itu secara tidak langsung. Niel tidak bisa bergantung pada hasil tes poligraf begitu saja. Jelas-jelas ia melihat wajah ketakutan Amy sore itu ketika Neil memberinya tumpangan. Gadis itu berpenampilan kusam, di wajahnya ada bekas lebam yang ditutup-tutupi. Niel belum sempat menyinggungnya karena Amy kelihatan sangat tidak nyaman. Kalau saja sore itu Niel menggali lebih jauh, ia mungkin akan segera menemukan jawaban atas peristiwa yang terjadi. Sayangnya tidak. Niel malah mengemudikan mobilnya meninggalkan gadis itu di halaman rumahnya.