12 April 2016
Ethan
Pemakaman itu merupakan tempat dengan keheningan yang mengerikan dimana kabut gelap menggantung rendah di bawah langit, barisan undakan tanahnya yang mengering ditandai oleh bebatuan tua yang telah usang. Angin berderu kencang di tempat itu, tiupannya menyapu palang kayu yang dipasang untuk membatasi jalanan dengan area pemakaman. Di pintu depan terpasang sebuah papan dengan tulisan ‘PEMAKAMAN’ yang besar, dimana sebuah gapura berdiri kokoh selama puluhan tahun untuk menyambut mereka yang datang. Pohon oak yang tersebar di beberapa sudut tempat menyelubungi bayangan gelap yang muncul tiap kali cahaya matahari bergerak pergi meninggalkan tempat itu. Orang-orang yang datang kesana berharap untuk pergi meninggakan tempat itu dengan cepat, tidak terkecuali Ethan.
Dengan bantuan tongkat yang menyangga tubuhnya, Ethan berdiri di antara puluhan orang yang menghadiri pemakaman Amy. Sloane dan belasan orang lain yang dikenalnya juga hadir disana. Sheriff O’Riley sedang berjaga bersama dua petugasnya di depan pintu masuk ketika pendeta memanjatkan doa. Cole, saudara laki-laki Amy terus menunduk menatap gundukan tanah tempat dimana jasad adiknya disemayamkan. Dalam raut wajahnya, Ethan tidak menangkap kesedihan atau penyesalan sedikitpun tentang apa yang menimpa Amy. Begitupun dengan beberapa orang yang hadir disana.
Ada suatu kenjanggalan tentang situasi itu, dimana seharusnya orang datang untuk berkabung. Namun tidak satupun dari mereka menunjukkan suatu emosi tertentu saat menyaksikan proses pemakaman. Dan yang membingungkan Billy Rogers tidak hadir disana. Baru-baru ini Ethan diberitahu kalau laki-laki itu telah ditahan karena kasus penembakan yang dilakukannya. Ethan tidak mengharapkan hal itu ketika ibunya membuat laporan untuk penangkapan Billy, Ethan lebih penasaran tentang motif Billy menembaknya. Meskipun begitu, laki-laki itu layak untuk dihukum.
Apa yang diketahuinya bahwa Billy masih belum mengakui perbuatannya terhadap Amy. Laki-laki itu jelas bersalah dalam kasus kematian Amy, namun ia justru dijerat untuk kasus penembakannya saja. Masih banyak butki yang diperlukan untuk menjatuhkan kasus pembunuhan itu terhadap Billy. Hanya saja Ethan tidak yakin bagaimana melakukannya jika Billy sudah dipenjara.
Sementara sheriff O’Riley menolak untuk memberikan informasi apapun. Ethan hendak meyakinkan pria itu bahwa Billy-lah pelakunya, tapi ia tidak punya kesempatan.
Pasca kejadian penembakan di ladang, Ethan harus menghabiskan dua malam yang panjang di rumah sakit untuk menjahit luka di kakinya. Akibatnya ia tidak bisa berjalan sementara waktu tanpa bantuan tongkat. Tapi kondisinya berangsur pulih dengan cepat. Buktinya Ethan masih bisa menghadiri pemakaman itu hingga acaranya berakhir. Ia berdiri diam menyaksikan puluhan orang yang hadir disana mulai berbubaran. Namun seseorang di seberang makam sedang mengamatinya. Ethan sudah punya firasat kalau Sloane akan berjalan mendekatinya. Sementara keluarganya telah meninggalkan pemakaman itu lebih dulu.
Pada saat yang bersamaan, Ethan membiarkan sang sheriff yang mengantar ibunya pulang sementara ia berjalan ke jalur setapak diikuti oleh Sloane di belakangnya. Ethan tidak mau menjadi orang pertama yang memulai percakapan. Dan meskipun ia tidak berniat mengatakan apa-apa, lantas tidak membuatnya ingin menghindari wanita itu. Ethan hanya menolak untuk menatapnya sebisa mungkin.
Butuh usaha keras bagi Ethan untuk berjalan menggunakan tongkat. Sementara jalur yang mereka ambil berliuk. Tanah keringnya diselimuti oleh rumput liar dan kerikil. Di kedua sisi jalan, pepohonan tinggi berdiri. Tempat itu lebih hening dari pemakaman. Jauh dari keramaian dan cukup berkabut. Tapi jalanan itu sekaligus menjadi alternatif lain yang bisa diambil bagi para pejalan kaki untuk menghindari jalanan besar. Ethan beberapa kali melewati jalur itu. Ia sudah tahu sudut mana yang harus diambil untuk mengantarnya kembali ke rumah. Namun Ethan tidak ingin pulang saat itu. Ia ingin menghabiskan waktunya menyusuri jalur setapak yang hening - sendirian.
Kemudian Sloane mendekatinya, perlahan-lahan menyentuh bahunya untuk menghentikan langkah Ethan yang tergesa-gesa, dan dengan pelan berkata, “bisakah aku berbicara denganmu?”
Ethan tidak menjawab. Ia masih melanjutkan langkahnya sementara Sloane tanpa menyerah terus mengikutinya di belakang. Meskipun permintaannya tidak digubris, hal itu tidak menghentikan Sloane untuk berbicara dengannya. Ethan juga tidak berniat menghentikannya. Sudah sejak lama ia tidak berbicara dengan Sloane. Mungkin ada satu bagian dalam dirinya yang merindukan wanita itu. Bagaimanapun, Ethan tidak pernah membenci Sloane. Kebisuannya terhadap wanita itu di dasari oleh kekecewaan, bukan kebencian.
“Aku mendengar apa yang terjadi padamu dan aku berusaha menghubungimu beberapakali, tapi kau tidak menjawab. Aku juga datang ke rumah sakit, tapi ibumu bilang kau tidak mau menemuiku.”
Ethan tertegun, kepalanya menunduk menatap permukaan tanah.
“Aku tidak menemuimu untuk membahas apa yang terjadi, Ethan.. aku hanya ingin minta maaf - untuk apa yang terjadi. Dan aku tidak mau mendesakmu lagi. Jika kau ingin kita mengakhiri hubungan ini, maka itu sudah berakhir. Tapi tolong jangan memusuhiku seperti ini.”
Pada saat itulah Ethan menghentikan langkahnya. Ada satu perasaan aneh yang menusuk perutnya. Fakta bahwa satu bagian kecil dalam dirinya masih menginginkan Sloane terasa menggelikan. Tapi bagian itu terus membesar setiap harinya. Ketika pikirannya mulai berkabut, satu nama yang pasti muncul di kepalanya ada Sloane. Mudah untuk mengabaikannya, tapi sulit untuk menyingkirkannya. Pikiran itu sudah ada sejak kali pertama Ethan memutuskan untuk meninggalkan Sloane pada malam setelah perdebatan sengit mereka. Bahkan ketika duduk di samping Amy, Ethan terus berusaha membanding-bandingkan kedua wanita itu. Meskipun Sloane akan selalu tampak seperti kesalahan terbesarnya, Ethan sudah terbiasa dengan kehadiran wanita itu.
Beberapa hari yang lalu ia mulai memimpikan Sloane. Terkadang Ethan bisa terjaga di tengah malam hanya untuk mendapati dirinya lebih memikirkan wanita itu. Keadaan bukannya membaik justru menjadi semakin buruk setelah perpisahan mereka.
Kemudian sore ini mereka bertemu secara tak terduga dan wanita itu dengan lugas menyampaikan maksudnya untuk mengakhiri hubungan mereka. Meskipun itu yang diharapkan Ethan, tetap saja, satu bagian dalam dirinya menolak untuk percaya. Namun, alih-alih bersikap jujur tentang perasaannya, egonya lebih dulu mengambil alih.
“Itu yang kuinginkan.”
Sloane terpaku. Wajahnya tampak memerah dan kedua matanya yang berkaca membendung kesedihan yang dalam. Ethan ingin menghibur wanita itu dan menarik kembali kata-katanya, tapi sudah terlambat dan ia tidak ingin menjadi seseorang yang menelan ludahnya sendiri.
“Aku tidak membencimu, Sloane..” ucap Ethan saat keheningan yang mengelilingi mereka kian terasa mencekik.
“Aku juga tidak.”
“Tapi kurasa lebih baik seperti ini..”
“Ya, tentu saja.”
“Apa yang terjadi pada Amy.. Itu tidak diperlukan.”
Sloane mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapan itu. Kemudian dengan suaranya yang serak ia bertanya, “apa maksudmu?”
“Maksudku dia tidak pantas diperlakukan seperti itu. Aku tahu kau masih membencinya, tapi setelah semua ini aku mau kau memaafkannya..”
“Maaf,” sela Sloane di tengah-tengah kalimat. “Maksudmu aku penyebab dari semua itu?”
“Tidak, aku tidak bilang begitu..”
“Ya, tapi apa maksudmu mengatakannya?”
“Ayolah.. Kupikir kita sudah selesai berdebat dengan semua itu..”
“Ya kau benar, maafkan aku. Mungkin seharusnya aku tidak mengatakan apa-apa.”
Ethan membisu kemudian mengusap wajahnya dengan frustrasi. Ketika Sloane berniat meraih lengannya, ia kemudian menjauh dan menatap wanita itu dengan kecewa.
“Aku harus pergi.”
“Aku bisa mengantarmu..”
“Itu tidak perlu. Aku baik-baik saja.”
Ethan berbalik dan dengan keras kepala meninggalkan wanita itu sendirian disana. Satu bagian dalam dirinya berharap perpisahan mereka tidak berakhir seperti itu, bagian lain yang keras kepala berteriak agar ia menjauhi wanita itu secepat mungkin. Di antara dua pilihan itu tidak ada yang terasa lebih baik untuknya.