Bab 7

1485 Kata
8 April 2016 Sloane Jalur setapak itu seperti menyempit setiap kali ia melewatinya. Diapit oleh semak-semak tinggi yang lebih menyerupai dinding, jalur itu menyembunyikan sebuah bangunan dua lantai terbengkalai yang dulunya digunakan sebagai ruko. Setelah peristiwa longsor besar yang pernah terjadi belasan tahun silam, jalan utama menuju ruko itu-pun tertutup oleh timbunan tanah yang lambat laun membentuk dindingnya sendiri, membatasi dua kawasan terpisah dan menutup akses masuk ke sana. Pemilik ruko menutup usahanya karena bangkrut dan membiarkan bangunan itu terbengkalai. Lima tahun yang lalu, kali pertama Sloane datang ke distrik kecil itu, ia mendapat kesan mengerikan tentang tempat itu. Dimulai dari penduduknya yang hanya berjumlah kurang dari seribu orang, ditambah lagi, kawasan hutan dan perbukitan yang mendominasi tempat, dan bangunan-bangunan tua yang terbengkalai. Rasanya Sloane sudah mengelilingi tempat itu puluhan kali, dan ketika melakukannya, selalu ada sesuatu yang berhasil mengejutkannya. Entah itu sebuah kabin tua yang tersembunyi, terowongan sempit, atau bahkan jalur setapak yang belum pernah dilihatnya. Seolah-olah tempat itu mengalami perubahan setiap harinya. Sore setelah jam pelajarannya berakhir, Sloane memutuskan untuk berjalan menyusuri jalur setapak itu untuk mengenang momen yang pernah dilewatinya bersama Amy. Dulu mereka sering kali melewati jalur itu ketika hendak pergi menuju sungai. Amy sangat gemar mengajak Sloane pergi kesana untuk sekadar menikmati ‘sentuhan sinar matahari pertama di musim panas’. Kemudian gadis itu akan menantangnya melompat dari atas tebing setinggi sepuluh meter dan masuk ke dalam sungai. Tentu saja Sloane menolaknya, sampai suatu hari ia benar-benar melakukannya. Itu adalah pengalaman gila pertama sekaligus terakhir yang akan terjadi dalam hidupnya. Satu hal yang diketahui Sloane secara pasti bahwa Amy memiliki sejumlah ide gila di kepalanya. Sloane yang terbiasa hidup di bawah kendali orangtuanya berpikir kalau hal-hal seperti itu sangat tidak lazim dan selayaknya dihindari. Amy sebaliknya. Bahkan Amy pernah mengajak Sloane pergi ke bangunan kosong itu dan menerobos masuk ke dalam melalui kaca jendelanya yang rusak hanya untuk melihat apa yang ada di dalam sana. “Mereka mengatakan tempat ini berhantu,” ucap Amy ketika mereka bersama-sama menaiki tangga menuju loteng di dalam ruko terbengkalai itu. Ruangan itu gelap, udaranya terasa kedap dan panas. Bau apak tercium tajam. Langit-langitnya roboh sehingga air hujan dapat menembus masuk dengan bebas ke dalam dan membentuk kubangan air di atas lantai keramiknya yang sudah rusak. Sloane menyorotkan cahaya lampu senternya ke sudut-sudut gelap ruangan dengan takut. Keheningan di dalam sana terasa mencekik hingga ketika Amy dengan sengaja mengejutkannya, Sloane terlonjak kaget. “Sialan!” “Ayo kita lihat apa yang ada di loteng.” “Tidak, kupikir sebaiknya kita kembali.” Tapi Amy sudah berjalan menaiki tangga besi menuju loteng. Akhirnya Sloane tidak punya pilihan selain mengikuti gadis itu. Ingatan itu kabur begitu Sloane sampai di dekat pagar. Sekilas ia melihat pergerakan di balik semak-semak tinggi. Tubuhnya langsung waspada. Sloane berjalan mendekati semak-semak itu dengan hati-hati dan menunggu disana sampai ia melihat gambaran jelas sosok Ethan yang sedang bergerak mondar mandir membelakangi gerbang. Kedua bahu Sloane mengendur, ketegangannya langsung reda dan sebuah perasaan asing yang menggelitik di perutnya meminta Sloane untuk berjalan mendekati laki-laki itu. Ethan masih sama seperti yang diingatnya, kecuali karena rambutnya terlihat lebih panjang dan lebam yang menghitam di bawah matanya tampak baru. Ethan mengenakan jaket coklat dan terusan jins biru gelap favoritnya sore itu. Sebuah tas hitam menggantung di salah satu lengannya. Sloane lupa betapa Ethan menyukai tas hitam itu dan selalu membawanya di setiap kesempatan. Meskipun begitu ia nyaris tidak pernah melupakan kebiasaan Ethan menyelipkan satu tangannya ke dalam saku celana, atau rahangnya yang mengeras ketika laki-laki itu memikirkan sesuatu. Mereka sudah tidak berkomunikasi selama hampir seminggu dan pertemuan terakhir mereka tidak berlangsung cukup baik. Ada cukup banyak perdebatan selama satu bulan terakhir dan Amy terlibat di dalamnya. Tapi Ethan bukannya orang asing bagi Sloane, malahan laki-laki itu adalah orang yang cukup dekat dengan Sloane dalam tiga tahun terakhir. Mereka sudah menjalin hubungan selama itu, sebelum Amy menghancurkannya dalam sekejap. Sesuatu yang mulai disadari Sloane akhir-akhir ini adalah kencenderungannya memposisikan Amy sebagai pihak yang patut disalahkan atas keretakan hubungannya dengan Ethan. Tapi bagaimana jika Amy bukan pihak yang bersalah? Bagaimana jika Ethan-lah yang memulai semua itu? Bagaimanapun Sloane tidak akan mendapat jawabannya dari laki-laki itu. Sikap Ethan berubah dingin sejak satu bulan terakhir. Kabar kematian Amy mungkin akan memperparah hubungan mereka. “Sloane..” Sloane berdiri disana, menatapnya laki-laki itu dalam diam sebelum memutuskan untuk bergerak mendekatinya sembari berkata, “bisakah aku berbicara denganmu..” Ethan melangkah mundur jauh sebelum Sloane berhasil meraih lengannya. Kemudian dengan kedua mata yang menatap lurus ke arah Sloane, laki-laki itu bertanya, “apa yang kau lakukan disini?” Selama beberapa Sloane mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tidak ada siapapun disana selain mereka dan tempat itu sehening kelihatannya. Samar-samar ia hanya mendengar suara derikan binatang atau kepakan sayap burung yang terbang di atasnya. “Aku umm..” “Jadi kau sudah mendengar beritanya?” potong Ethan. Sloane mengangguk pelan sembari memandangi laki-laki itu dengan dalam. Ada satu prasangka buruk yang membuatnya berdiri dengan gelisah. Ethan membacanya raut wajahnya dengan baik karena laki-laki itu langsung berkata, “kau tahu aku tidak mungkin menyakitinya.” Entah perasaan apa yang mendominasi dirinya setelah mendengar Ethan mengucapkan kalimat itu. Sloane tidak datang ke tempat itu untuk mencurigai Ethan. Ia juga tidak merencanakan pertemuannya dengan Ethan disana. Apa yang dilakukannya murni gerakan hati. Sementara laki-laki itu sangat tertutup. Setiap kali Sloane berusaha mendekatinya, Ethan akan menghindar seolah-olah ia seperti penyakit. “Dia terlibat masalah beberapa minggu yang lalu,” ungkap Ethan untuk memecah keheningan itu. Sloane yang masih berdiri diam, mendengarnya sembari menautkan jari. “Aku berusaha menghubunginya, tapi dia tidak menjawab panggilanku. Dia menghindariku..” Ethan menatapnya lurus. Di permukaan, ekspresinya tampak kosong. Tapi mereka pernah menjadi begitu dekat sampai Sloane tahu bahwa itu hanyalah kedok yang dipasang Ethan ketika laki-laki itu tidak ingin seseorang melihat kelemahannya. Hati Sloane seakan tersayat mengetahui bahwa Ethan tidak memercayainya lagi untuk mengetahui apa yang sebenarnya ia rasakan. “Dia menolak untuk berbicara, atau bertemu denganku, karena kau. Kau tahu itu, kan?” Hening. Desauan angin membelai kulitnya. Selama sesaat Sloane berdiri diam dengan wajah terpaku. Kedua matanya mulai perih saat emosi yang dirasakannya itu menggumpal di dalam d**a. “Aku tidak tahu kenapa, tapi dia sangat peduli padamu, Sloane..” Sloane merasa kesal. Terutama ketika Ethan memojokkannya dalam situasi itu. Pada akhirnya kekesalan itupun ditumpahkan secara gamblang. “Bisakah kau berhenti mengatakan hal itu seolah aku yang bersalah disini? Aku tidak memintanya untuk melakukan semua itu! Dia melakukannya karena itu keinginannya. Aku membencinya - ya. Dan aku punya alasan tepat untuk itu..” “Tapi dia peduli padamu.. dia sudah menganggapmu seperti saudaranya..” “Aku tidak peduli! Kenapa kau terus berbicara seperti itu tentangnya? Kau tidak tahu apa yang dibenar-benar dia rasakan, dan kau tidak bisa menumpahkannya padaku begitu saja! Jika dia memang tulus, dia tidak akan menyakitiku - kau tidak akan menyakitiku!” Ethan menegakkan punggungnya. Rahangnya mengeras saat ia berkata, “bagaimana jika itu bukan dia?” Sloane mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha mengusir kesedihan dari sana dan dengan enggan berkata, “tidak..” “Ya. Itu memang aku. Aku yang memulainya lebih dulu.” “Tidak, kau tidak akan melakukannya..” kepalanya menggeleng dengan keras. Sloane kemudian berpaling untuk menatap ke tempat lain saat Ethan mendekat dan berusaha meyakinkannya. “Percaya atau tidak, itu benar. Aku-lah yang memulainya.” “Kenapa?” “Karena aku muak dengan sikapmu.” “Muak?” “Ya. Kau tidak mendengarkanku, dan kau egois. Kau hanya memikirkan dirimu sendiri, dan ketika aku berusaha untuk menjelaskannya, kau akan berpikir kalau semua hal yang terjadi merupakan kesalahanku..” Ethan berhenti ketika merasa ragu, kemudian setelah beberapa detik, ia melanjutkan dengan yakin. “Amy tidak pernah berbuat begitu. Dia tidak pernah menjadi begitu egois dan dia selalu mendengarkanku. Rasanya membingungkan ketika kau menemukan kenyamanan bersama orang asing, tapi kenyataannya begitu. Dan kau menghukumnya karena aku. Kau tidak tahu apa yang dia lakukan untukmu, Sloane..” “Apa?” potong Sloane. “Apa yang dia lakukan?” “Dia berencana pergi meninggalkan kota ini hanya agar kau tidak membencinya lagi..” Sloane mendengus keras. “Itu omong kosong.. Dia memang sudah berencana pergi.” “Itu benar. Sayang kau tidak bisa melihatnya dengan jelas.” Ethan sudah membuatnya naik pitam dengan membanding-bandingkan Sloane dengan Amy hingga saat emosi itu kian membeludak, Sloane-pun tidak dapat mendegah dirinya untuk berteriak di depan wajah Ethan. “Apa yang ingin kau katakan?” “Aku hanya ingin mengatakan sebaiknya kau memaafkan dia, karena bagaimanapun, dia tidak pantas menerima semua itu. Tapi sekarang dia sudah mati dan kurasa itu tidak penting lagi, jadi..” Wajah Sloane memerah sementara laki-laki itu masih mandanginya dengan nanar. Kemudian seolah keadaan belum cukup buruk, Ethan membiarkan kalimatnya menggantung disana selagi ia bergerak pergi meninggalkan Sloane sendirian disana. Sloane berbalik mengawasi kepergian laki-laki itu. Air mata mengalir jatuh di atas wajahnya. Baru ketika Ethan menghilang di balik rimbunan semak-semak dan pepohonan tinggi, Sloane berteriak kencang untuk meluapkan kekesalannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN