Bab 6.
Pertarungan tengah malam
“Kalian tidur di sini saja, kuharap malam ini kalian bisa tidur nyenyak,” ucap Bella dengan seringai di wajah cantiknya. Dia memang sengaja memberikan kamar utama untuk pasangan yang super m***m itu. Dia memiliki rencana yang terselubung dengan memberi keduanya kamar tidur utama.
Dia penasaran apa pasangan itu akan terganggu dengan aktivitas tetangga apartemennya atau bahkan sebaliknya, tetangganya yang bakal terganggu dengan kemesuman pasangan yang sempat membuat iri Bella. Ya, dia iri dengan kemesraan yang ditunjukkan oleh pasangan Aji dan Kokom. Hal yang tidak dia rasakan saat masih menikah dengan Benjamin Fox. Apa yang salah dengan rumah tangganya dulu?
Apa dia juga menyumbang atas carut marutnya rumah tangganya dengan Ben? Apa sikap pasifnya di atas ranjang yang memicunya. Ingatannya akan pergumulan panas Ben dengan sekretarisnya menari-nari di pelupuk matanya. Seakan mengejek dirinya yang selalu pasrah saat sang suami mengajak b******u.
Dia hanyalah wanita sederhana dengan pemikiran sederhana, berharap sebuah hubungan yang bahagia hingga akhir hayat. Tetapi harapan hanyalah tinggal harapan. Yang tersisa hanyalah penyesalan. Ya, dia menyesal sudah mempercayakan hatinya kepada seorang Benjamin Fox yang tak lebih dari penjahat kelamin. Dia benci dengan perselingkuhan. Hatinya sakit setiap kali gambaran kala Ben mencumbu sekretarisnya di ruangannya. Kantor yang harusnya menjadi tempat dia bekerja malah menjadi tempat perselingkuhan antara atasan dan bawahan. Sungguh ironis bagi Bella. Entah kapan luka ini akan sembuh.
Bella sadar sekarang, kalau perselingkuhan suaminya dulu juga ada peran dia. Suaminya tak mendapat kepuasan lebih saat bercinta dengannya. Berbeda saat lelaki itu mencumbu sekretarisnya itu bisa mengimbangi Ben.
Memang, semuanya harus berakhir seperti itu, batinnya pilu.
Bella yakin, hanya waktu yang bisa menyembuhkan luka. Sekarangpun saat mengingat perbuatan Ben, Bella tak terlalu meratapi nasib. Dia hanya sedih, dan itu wajar rasanya.
“Wah ruangan ini terlihat nyaman, Bel. Makasih ya,” seru Kokom membangunkan Bella dari kenangannya dengan sang mantan yang entah sulit sekali menghilang dari kepalanya. Yah, meski sudah tak terlalu sakit saat mengingat mantan. Akan tetapi, masih sulit buat Bella melupakan semuanya.
“Kamu kenapa bengong saja?” tanya Aji yang melihat Bella tak seceria tadi.
“Enggak, cuma ingat mantan saja,” sahut Bella sungkan.
“Mantan kalau cuma nyakitin, mending nggak usah diinget Bel,” ucap Kokom sembari menepuk jemari Bella dengan lembut.
“Aku juga maunya gitu, Kom. Tapi nggak mudah. Bayangan perselingkuhan mereka entah kenapa sering terlintas di kepalaku. Hanya karena aku belum hamil, dia bilang aku mandul dan menjadikan alasan dia membenarkan perselingkuhannya,” curhat Bella sembari duduk di pinggir tempat tidur dan diikuti oleh Kokom yang dengan setia menemani teman semasa kecil sang suami yang sedang galau karena belum bisa move on dari mantan. Bella mencurahkan semua uneg-unegnya kepada Kokom tanpa malu sedikitpun, seakan sudah mengenal Kokom sedari lama. Padahal dia jarang bisa curhat kepada sembarang orang yang baru dia temui, tetapi entah dengan Kokom dia merasa tak sungkan berbagi luka. Aji yang melihat interaksi itu memilih mengambil peralatan mandinya tanpa bantuan sang istri.
***
“Mereka keganggu nggak ya sama orang sebelah?” gumam Bella penasaran. Sedari tadi matanya tak bisa terlelap. Dia bangkit dari tempat tidurnya. Berjalan menuju ruang tidur utama apartemen yang sengaja dia berikan kepada pasangan Aji-Kokom. Sejak dia terganggu dengan aktivitas tetangga sebelah, dia memang sengaja merancang kamar tidur satunya dengan memasang peredam suara. Kenapa dia tak memasang di ruang tidur utama? Jawabnya, sudah. Tetapi tak berefek banyak. Dia masih bisa mendengar hentakan dari dinding sebelah. Bahkan dia sudah menyelamatkan lukisan dan foto yang semula terpajang di dinding kamar.
Dia berjalan perlahan supaya tak menimbulkan suara, Bella bahkan melepaskan alas kakinya. Semakin mendekati ruang tidur utama dia mulai berkeringat dingin. Suara benturan dinding ruang tidur utama mulai dia dengar bersahutan dengan ruangan apartemen sebelah. Untung dia sudah memasang peredam suara, kalau tidak dia pasti akan mendengar desahan pasangan m***m itu bersahutan dengan suara dari apartemen sebelah.
Bella merinding memikirkannya. Bisa-bisanya dia menjadi saksi hidup pertarungan tengah malam. Derita Jomblo mah ini. Bukan pertarungan dengan senjata api atau tajam. Namun, pertarungan di atas ranjang.
Dia berdoa, semoga tempat tidurnya aman. Tak sampai babak belur seperti oerasaan Bella yang menjomblo.
***
“Apa Bella selalu mendengar hal beginian ya Pi?” tanya Kokom di sela cumbuan Aji.
“Kasihan ya Pi,” lanjut Kokom karena Aji hanya menjawab dengan geraman dan hujaman yang kian membuat Kokom berada di awang-awang. Keduanya larut dalam gairah yang membara. Apalagi keduanya mendapat saingan yang lumayan sepadan dengan kemesuman mereka.
Setiap Aji mendorong Kokom, orang sebelah juga tak kalah hebat. Baru kali ini Aji merasa tertantang. Belum lagi suara jeritan kesakitan wanita dan bunyi cambukan terdengar di sela desahan dan geraman lelaki di sebelah membuat gairah Aji dan Kokom kian tersulut. Sedari beberapa jam yang lalu keduanya tak juga capek bergelut dalam gairah.
Bedanya pasangan Aji Kokom, bergelut penuh kenikmatan sedangkan suara dari sebelah selain desahan kenikmatan juga ada jerit kesakitan dan umpatan kasar.
“Papi, Hebaat banget … Sayaaaang,” desah Kokom saat pelepasan yang entah keberapa kali dia dapatkan malam ini. Sebelah sudah tak terdengar apapun, Aji juga sudah terkapar kelelahan. Malam kini sudah berganti pagi dan mereka baru selesai dengan kegiatan yang mereka sukai.
“Malam ini adalah malam tergila ya sayang. Kamu ok?” tanya Aji begitu sadar dia bisa saja menyakiti sang istri. Kokom hanya tersenyum manis tanpa sanggup mengeluarkan suara karena tenaganya sudah terkuras habis. Benar, ini malam tergila yang pernah mereka lakukan. Tetapi Kokom sangat bahagia. Begitupun juga dengan Aji, dia merasa terpuaskan dan bangga. Ya, dia bangga karena tak kalah perkasa dengan lelaki sebelah. Siapapun dia, Aji mengakui keperkasaannya.
Sedari awal pernikahan mereka, Aji selalu bisa memuaskan Kokom. Begitupun dengan Kokom yang mampu mengimbangi sisi liar Aji yang hanya keluar jika di hadapan Kokom. Bahkan Aji tak seliar itu saat masih menikah dengan Karina. MANTAN istri Aji.
“Bella harusnya tidak tinggal di sini,” ucap Kokom sebelum kedua matanya terpejam karena kantuk tak bisa dia tahan lebih lama. Aji membenarkan ucapan sang istri. Apalagi mengingat seseorang yang tadi di lihatnya berkeliaran di apartemen ini. Apa mungkin, lelaki itu juga tinggal di sini.
Secepatnya dia harus menyelidikinya. Jangan sampai Bella menjadi korban lelaki b***t itu.