Bab 10. Tetangga yang meresahkan
Bella terus saja merutuki kebodohannya yang dengan gampangnya terbawa arus gairah yang dikirimkan oleh seorang Casanova bernama Ducan Fox. Lelaki paling berbahaya versi Bella. Berbahaya bagi kinerja otak dan tubuhnya. Dia merasa tak berdaya tiap kali lelaki itu berbuat semaunya. Dan dia tak menmyukai lenyataan itu.
Selama ini, Bella adalah wanita mandiri dan tak mudah tergoda dengan bujuk rayu lelaki. Tetapi kenapa dengan seorang buaya buntung yang berupa teman sekantornya itu dia tak berkutik. Itu membuatnya frustasi. Ada apa dengannya? Pikir Bella tak mengerti.
Dia mendengar pintu apartemen sebelah terbuka dan tertutup, tanda penghuninya ada. Bella semakin resah. Dia belum siap mendengar erangan penuh gairah dari bilik sebelah.
Tubuhnya masih bisa merasakan jejak yang ditinggalkan oleh Ducan. Bella menghela napas panjang demi menghilangkan pikiran yang selalu tertuju pada kegiatan yang meresahkan dengan Ducan.
Sungguh, dia ingin melupakan bagaimana cara Ducan melumat bibirnya dengan rakus dan penuh gairah seakan lelaki itu haus akan dirinya. Pertama kali bagi Bella merasa diinginkan. Salahkah? Pikirnya.
Tentu saja salah, tegur batin Bella pada pemikirannya sendiri.
Bella mencoba memejamkan mata. Besok dia harus kembali menyiapkan ide baru untuk tema majalah The Styles. Sudah dipastikan, banyak hal yang sudah menantinya. Dan dia tak mau terlambat kerja hanya karena pikirannya yang mengelana kemana-mana.
Tidur lebih awal dari biasanya mungkin bisa membuat idenya lancar besok pagi. Dia mencoba mengosongkan pikirannya supaya bisa terlelap dengan segera.
Bella mecoba dengan kebiasaannya menghitung domba. Satu domba. Dua domba. Tiga domba … lima puluh sembilan domba ….
Matanya sudah mulai memberat tanda kantuk sudah datang, akan tetapi suara berdebum dari samping kamarnya membuatnya terkejut dan dengan spontan dia langsung terbangun dari tidurnya.
“Apa itu?” gumamnya sembari menatap sumber suara. Tepatnya dinding kamarnya yang terhubung dengan dinding apartemen tetangganya. Apakah mimpi buruknya kembali datang? Oh … No!
Dia terus menatap dinding kamrnya tanpa ekspresi. Dia mengantisipasi apapun nanti yang akan dia dengar.
Bunyi benturan kembali terdengar. Karena kamarnya sudah kedap suara dia tak lagi mendengar suara yang mengganggu. Tinggal suara benturan dinding yang tidak bisa teredam. Bella bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi? Bagaimana kalau terjadi tindak kekerasan dan dia sebagai tetangga pasti akan disalahkan apabila tidak melapor. Apa yang harus dia lakukan?
Dengan ragu bela mengenakan jubah tidur dan melangkah ke arah pintu apartemennya. Sedikit membenahi rambutnya yang berantakan. Dia tak mau tetangganya melihat betapa berantakannya dia. Entah kenapa dia harus repot-repot melakukannya.
Dia menatap pintu apartemen tetangganya dengan nanar. Dia kembali berperang dengan pikirannya yang melarangnya mengetuk pintu yang sudah menjulang di depannya.
Dengan tekad yang coba dia kumpulkan akhirnya jari telunjuknya menekan bel pintu apartemen itu. Jantungnya berdentum keras menunggu antisipasi. Entah apa reaksi tetangganya itu karena dia sudah menggagu aktifitasnya, apapun itu.
Tak ada tanda pintu itu akan dibuka. Apa tetangganya tidak mendengar bunyi bel? Apa belnya rusak?
Dia kembali menekan bel itu berulangkali dengan tak sabar. Demi tuhan, dia sudah sangat lelah dan ingin tidur dengan nyaman.
Terdengar langkah dari dalam membuat Bella menjauhkan jemarinya dari bel yang dia tekan berulangkali karena jengkel.
Terdengar suara lelaki yang menyuruhnya menunggu. Kenapa terdengar familiar. Tak lama pintu apartemen di depannya itu terbuka sedikit menampilkan pemandangan yang membuat Bella menahan napasnya.
Pandangannya tertuju tepat ke perut sixpack dan meliar semakin naik ke d**a kekar lelaki itu. Dia menelan ludah dengan susah payah.
“Senang dengan pemandangan yang kamu lihat sayang? Won joint with us?” tanya sosok tetangga dengan nada yang terdengar sexy di telinga Bella.
Dengan salah tingkah Bella melirik ke arah wajah lelaki yang mempunyai tubuh terindah yang pernah Bella lihat sepanjang hidupnya.
Betapa terkejutnya Bella kala mendapati siapa sosok yang kini berdiri di depannya.
“K-Kau?!” pekiknya tak percaya. Tubuhnya mundul beberapa langkah karena terkejut. Matanya bahkan hampir keluar karena tak percaya dengan apa yang kini terpampang nyata di depannya.
“D-Ducan,” bisiknya seakan berbicara pada dirinya sendiri.
“Siapa sayang?” tanya suara wanita di belakang sosok lelaki yang masih membuat Bella melongo tak percaya. Dia semakin tak percaya saat melihat penampakan seorang wanita dengan hanya berbalut kemeja putih kebesaran yang membungkus tubuh sintalnya. Yang Bella yakini adalah milik Ducan Fox.
Bella menatap dua sosok itu bergantian dengan kepala penuh dengan banyak pertanyaan.
“Kamu?”
“Anda?” pekik dua orang itu bersamaan. Ternyata bukan hanya Bella yang terkejut dengan situasi yang kini terjadi.
Kenyataan apa ini, Tuhan? Ini pasti lelucon, batin Bella gelisah. Entah kenapa melihat Ducan dengan seorang wanita yang dia kenal membuat sudut hatinya terluka. Ada apa denganku, batin Bella lagi. Bella gelisah dalam diamnya. Dia menyesali tindakannya yang ingin membuat perhitungan dengan tetangga mesumnya itu. Andai saja ….
“Apa yang kau lakukan di depan apartemen kekasihku malam-malam begini?” sinis wanita yang sangat dihormati Bella kala di kantor.
“Jangan bilang, kamu biasa datang malam-malam begini ke sini? Aku nggak nyangka kamu sejalang itu. Padahal di kantor kamu sangat sopan. Apa itu hanya kedok?” sindir wanita itu lagi. Kali ini kalimatnya mampu membuat Bella menatap tajam ke arah wanita itu. Dia sangat marah. Siapa yang jalang di sini? Siapa yang selama ini menampilkan kedok bak istri yang setia di depan public. Ya, wanita itu Stella. Atasan Bella yang sudah memiliki suami.
“Mohon maaf, Bu. Siapa yang ibu sebut sebagai jalang?” tanya Bella berusaha setenang mungkin. Dia menekan amarahnya sampai menggelinding jatuh di kakinya. Dia bahkan menginjaknya supaya tidak bangkit. Walau bagaimanapun dia sadar siapa dirinya dan siapa wanita yang kini berdiri menantang di depannya. Dia hanya pegawai rendahan jika dibanding wanita itu. Karirnya bisa terancam apabila menuruti amarah dan ego semata.
“Ya kamulah siapa lagi?” sahut wanita yang biasanya selalu terlihat anggun saat berada di kantor. Kini Bella seakan melihat sisi lain dari atasannya itu.
“Sebenarnya saya datang ke sini karena merasa terganggu dengan kegiatan di sini, apapun itu. Saya tidak menyangka ternyata kalian penghuninya. Emm, kalau begitu saya permisi dulu ya, Bu,” pamit Bella seraya beranjak ingin menuju apartemennya sendiri. Tangannya terkepal karena menahan geraman yang siap keluar dari tenggorokannya.
Sungguh dia sangat kesal saat ini.
“Hei, mulai besok kamu akan pindah unit apartemennya. Biar saya yang atur. Saya tidak mau kamu sembunyi-sembunyi mengunjungi apartemen kekasih saya,” panggil atasannya itu membuat Bella berhenti dan diam mematung.
Dia pikir siapa yang akan menggoda siapa? Menggelikan sekali, pikir Bella kesal.
“Baik, Bu. Terima kasih,” sahut Bella sembari mengangguk dan kembali meneruskan langkahnya.
Sialan, batin Bella mengumpat.
>>Bersambung>>Bab 10. Tetangga yang meresahkanBab 10. Tetangga yang meresahkan