Kantuk seketika lenyap dari mata Airin karena gangguan Sakha tadi. Suaminya itu kini entah pergi ke mana. Setelah puas mengejeknya, dia ke luar dan tidak kembali bahkan sampai Airin selesai bersiap-siap untuk memulai rutinitas paginya. Saat matahari mulai mengintip malu-malu di ufuk timur, Airin tidak mau lagi menunda-nunda dan langsung keluar dari paviliun. Udara pagi yang sejuk menyambutnya. Airin menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan. Lalu mendongak melihat cahaya keemasan yang menerpa pohon mangga di samping paviliun, sungguh indah dipandang. Sudah terbiasa Airin bangun pagi dan menikmati suasana seperti ini, sampai dia tidak lagi memperhatikan hal-hal yang biasanya hanya ada pada pagi hari; seperti embun di dedaunan dan rumput yang basah, sinar keemasan hanga