SANG RATU

1432 Kata
Zamoro dan Ludino saat ini sedang duduk di taman kota. Matahari tengah bersinar terang, menyinari bumi beserta isinya. Kedua panglima perang itu menikmati semilir angin yang membawa rasa sejuk di permukaan kulit mereka, duduk dengan tenang. Sambil berpikir langkah berikutnya. Jika saja kerajaan Dramiki saat ini bisa di kendalikan, dapat di pastikan jika Lord dan kedua teman mereka juga sedang bersama dengan mereka. Tapi bagaimana? Harus ada yang pergi dan mencari ratu. Sedangkan Lord harus tetap ada di istana demi menjaga keseimbangan dunia immortal, mungkin junjungan mereka akan menyusul setelah semuanya tenang. "Manusia, membuat peradaban yang sangat luar biasa," ucap Ludino. Pria itu menatap gedung tinggi di sekitar mereka, ada juga anak manusia yang sedang berlarian riang di sekitar mereka, taman yang indah dengan air mancur yang berada di tengah taman. Cukup menarik, apalagi melihat para pejalan kaki, dan deretan mobil yang ada di parkiran. "Kau benar, banyak yang telah berubah," timpal Zamoro. Dia juga sangat ingat, jika dunia manusia tak seperti ini dulu. Hanya ada bangunan rumah kecil penduduk, dengan megahnya benteng istana. Istana megah yang menyimpan banyak kelicikan. Belum lagi rimbunnya hutan, dengan semua kesejukannya. Kini semua berubah, seperti yang tak mereka sangka. "Kau ingat? Terakhir kita kesini adalah saat yang mulia ratu ingin mengunjungi sahabatnya," ucap Ludino. Dia ingat, jika dulu mereka berkunjung ke dunia manusia. Ratu mereka, sang rubah. Mempunyai seorang sahabat yang adalah manusia biasa, sahabat yang menyelamatkan dirinya dari buruan para pemburu yang mengikat perjanjian dengan iblis. Zamoro mengangguk, dia jelas sangat ingat. Bahkan dia jatuh hati pada sahabat dari ratunya itu. Ketika keduanya sedang mengenang masalalu, seorang pria saat ini baru saja datang ke taman, pria itu menarik napasnya lelah. Dia jelas harus menunggu ayahnya yang sedang mengurus satu dan lain hal di dalam gedung menyebalkan yang menguarkan bau obat terlalu tajam. Langkah kakinya begitu tenang, dan dia berjalan dengan penuh pesona. Pria itu menatap pada luasnya taman, dia juga melihat kedua pria yang tak lain adalah Zamoro dan Ludino. "Panas sekali," keluhnya, beberapa orang memandangnya dalam diam, mereka jelas tahu jika dia adalah salah satu artis terkenal. sang gitaris dari band Historia Ritsuki, pria itu melangkah, duduk di bangku taman yang tak telalu jauh dari Zamoro dan Ludino. Membuka kacamatanya, dan jaket kulit yang dia kenakan sedari tadi. Ritsuki bersandar pada sandaran bangku taman, menikmati angin sepoi yang menerbangkan sebagian rambutnya, tubuhnya terasa semakin berat, bahkan dia mencium aroma yang sangat manis, membuatnya merasa sangat haus. Ritsuki mendesah pelan, dia merasa berat dalam menjalani hidupnya beberapa saat ini. Dia bahkan tak mengerti ada apa dengan dirinya. "Apa yang ku pikirkan, hah sangat gila. Ayah benar, sepertinya aku sangat lelah belakangan ini," keluh Ritsuki pelan, pria itu mengalihkan tatapannya pada Zamoro dan Ludino, lalu tersenyum. "Oh hai, maaf aku mengganggu kalian dengan keluhanku barusan," ucap Ritsuki pada keduanya. Zamoro mengalihkan tatapan matanya, sejujurnya wajar saja jika manusia mengeluh, Ritsuki yang merasa tak sopan jika bicara tanpa melepas masker di wajahnya, kembali mengambil tindakan. Di lepaskannya masker yang dia gunakan, lalu meletakannya di atas bangku taman. "Begini lebih baik, siapa nama kalian? Tidak masalah bukan. Jika kita berbicang?" tanya Ritsuki lagi. Dia memang orang yang ramah, itulah sebabnya Ryuga mudah dekat dengan dirinya. Dia merasa pernah melihat dua orang di hadapannya, hanya dia tak tahu di mana. Mungkin memang mereka sering menonton konser Historia atau selalu datang di saat acara Fanmeet yang Agency lakukan. Baik Ludino maupun Zamoro menatap tak percaya, apa yang saat ini mereka lihat benar-benar di luar dugaan. Baru saja mereka ingin mengeluarkan kata-kata untuk menjawab atau bertanya. Seseorang menghentikan mereka. "Kakak!!!!" Teriakan seorang gadis membuat mereka mengalihkan pandangan. Rambut merah tergerai, wajah cantik, senyum yang menawan. Keduanya menatap tak percaya. "Queen ...." ucap keduanya pelan, mereka melihat gadis yang mereka kenal sebagai sang ratu. Kini berlari dan menghampiri pria yang baru saja menyapa mereka. "Kau cepat sekali pulang? Bukankah seharusnya sore nanti kau ada di rumah?" tanya Ritsuki. "Aissss aku melihat berita, jika kakak pingsan di panggung. Dan Ryuga yang mengantarku. Aku memaksa pulang lebih awal." Jelas Elkira. Kedua saudara itu terus berbincang, mereka bahkan lupa dengan Zamoro dan Ludino yang kini hanya bisa bingung dengan permainan takdir. "Queen kami memberi hormat," ucap keduanya yang kini berlutut. Ritsuki dan Elkira yang mendengar suara keduanya, mengalihkan pandangan mereka. Dua pria itu berlurut dan tak berdiri. Kepala mereka menunduk dalam, dan terlihat sangat menghormati Elkira. "Kakak, mereka siapa? Apa mereka teman kakak?" tanya Elkira, dia jelas merasa tak asing. Dan saat itu jiwa rubah yang ada di tubuhnya memberontak. Ritsuki memandang kedua orang yang masih saja menunduk di hadapan dia dan adiknya, jujur dia tak suka. Dia tahu jika adiknya memang seorang gadis dengan imajinasi setinggi langit, tapi hanya dia yang boleh berperan sebagai imajinasi adiknya. "Heiii kalian berdirilah, jangan buat kegaduhan," ucap Ritsuki pada keduanya. namun, baik Ludino ataupun Zamoro tak akan pernah berdiri jika bukan ratu mereka yang memerintahkannya. Sedangkan beberapa orang melihat adegan yang ada di sana, sambil berbisik ria. Mereka jelas merasa aneh dengan kejadian yang tengah terjadi. Elkira memegang kepalanya. Merasa pusing dengan pertentangan dua jiwa dalam raganya. "Kami, memberi hormat pada yang mulia Queen Kagume" _ "Queen, aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu" _ "Dia tak pantas menjadi ratu bagi semua klan! Singkirkan dia Lord!" _ "Lord, aku mencintaimu. Selamanya" "K-ak..." Elkira meremas tangan Ritsuki erat, keringat dingin mengucur dari pori-pori kulitnya. "Berdiri... !!!" perintah Rutsuki pada keduanya. "L.. Hei.. Kau kenapa... L!" Ritsuki panik saat Elkira kini bergetar hebat. Sedangkan dari arah lain, Ryuga datang. Dia baru saja keluar dari toilet, dan berlari mencari Elkira serta Ritsuki di taman. "L...!!!" Teriaknya panik, Ludino dan Zamoro menatap ratu mereka yang kini sedang bergetar hebat. "Queen!" keduanya langsung menghampiri Ritsuki yang memandang mereka penuh tatapan tak suka. Ryuga yang baru datang, langsung menyentuh kening Elkira. "Kakak, Elkira demam," jelas Ryuga pada Ritsuki. Ritsuki mengangguk, di angkatnya tubuh Elkira dan berjalan melewati Zamoro dan Ludino yang kini menatap tak percaya. Sedangkan Ryuga menatap mereka aneh. "Siapa kalian?" tanyanya dengan aura gelap membuat kedua panglima perang itu menatapnya. "Ryuga, bawa barang-barangku! Kita bawa Elkira kedalam!" teriak Ritsuki. Baik Zamoro atapun Ludino mematung, Elkira? Kenapa nama ratu mereka berubah? Ryuga yang mendengar teriakan Ritsuki langsung meraih barang-barang Ritsuki. Namun dia masih sempat menatap kedua orang di hadapannya. "Siapa kalian!?" tanya Ryuga lagi. Zamoro dan Ludino menatap Ryuga, pria muda yang entah siapa dan apa hubungannya dengan ratu mereka "Maaf tuan, kami adalah panglima perang kerajaan Dramiki," jawab Ludino, dia terpaksa jujur, karena dia harus menanyakan banyak hal pada pria di hadapan mereka. "Apa? Kalian gila!" ucap Ryuga sambil berjalan menjauhi kedua orang itu. Ryuga berlari kecil, dapat di lihatnya, tuan Kenichi yang baru ingin menuju parkiran panik, saat melihat anak gadisnya dalam keadaan sekarat. Sedangkan Ritsuki terus menggendong tubuh Elkira dengan gaya Bridal Style. Sementara itu, baik Zamoro maupun Ludino. Keduanya saling bertatapan, apa yang mereka lihat adalah benar? Atau semua karena mereka terlalu merindukan sang ratu. Keduanya mengangguk, lalu berlari kecil mengejar Ryuga yang kini masih berada di depan rumah sakit. GREP... Ryuga baru saja ingin melangkan kakinya, saat ada seseorang memegang tangannya. Ryuga mengalihkan tatapannya, pada dua orang yang kini menatapnya. "Ada apa dengan kalian hah! Apa kalian orang gila lainnya yang menyukai Fantasy? Kerajaan? Dramiki? Apa yang kalian maksud!" Ryuga menatap keduanya penuh emosi. napasnya naik turun terenggah lelah sesudah berteriak. "Ikuti kami, maka kami akam menjelaskannya padamu." ucap Zamoro pada Ryuga. "Menjelaskan? Menjelaskan apa!" Ryuga menghempaskan tangan Ludino yang ada ditangannga. "Dengar! Aku harus menemui paman Kenichi dan juga kak Ritsuki serta Elkira! Jadi berhenti membuat hidupku semakin rumit," balas Ryuga, pria itu berlari masuk. Membuat kedua panglima perang itu kembali terdiam, Ritsuki? Siapa itu? Mereka sama-sama tak mengerti, apa yang terjadi di saat ini, ratu tak mengenali mereka, ratu lupa pada mereka.  __ Elkira saat ini berbaring di atas ranjang rumah sakit, di ruang VIP gadis itu masih memejamkan matanya. Ini sudah agak lama, dan Elkira masih belum membuka mata. Ryuga, Ritsuki dan tuan Kenichi ada di dekat tubuh Elkira mereka melihat dengan jelas jika tidur gadis itu tak tenang. "Ryuga, apa yang terjadi pada, L?" tanya Ritsuki. "Ya, apa yang terjadi padanya, Ryuga?" tanya tuan Kenichi juga. Ryuga menelan ludahnya, menarik napasnya lalu menatap ayah dan kakak dari sahabatnya. Apa yang harus dia katakan? Apa dia harus berkata jujur dengan semua yang dia lihat malam itu? Malam saat Elkira berubah? Dia tak akan di percayai oleh kedua orang di depannya. Tidak, dia tak mungkin mengatakan hal itu. Tapi jika tidak, maka dia takut Elkira akan berubah saat ada di hadapan ayah dan kakaknya. Semuanya serba salah. Ryuga duduk, dan memainkan ponselnya. Dia mencoba mencari alasan. Tingkahnya membuat Ritsuki dan tuan Kenichi bertanya-tanya ada apa sebenarnya. "Paman, kakak ... Masalah it-" baru saja Ryuga ingin berkata, menjawab pertanyaan kedua pria dewasa di depannya pintu ruangan terbuka, masuklah seorang pria yang membuat mereka bertanya dalam hati 'Siapa lagi orang ini?' Sementara mereka di hadapkan dengan situasi sulit, situasi di mana pria itu memandang tajam pada Ritsuki. "Kau!" bentakan pria itu membuat Ritsuki marah pria itu menunjuk tepat padanya. "Apa yang kau lakukan!" ucap Pria itu tajam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN