SEBUAH RAMALAN

1892 Kata
Ritsuki, saat ini pria yang tak lain adalah Reinkarnasi dari Alvian. Dia sedang duduk sambil mendengar penjelasan tentang Alvian, orang yang kini sedang tertidur di dalam raganya. Jiwa raja vampire yang tengah terluka dan tak bisa bangun karena kekuatan besar Kagume. "Kau, adalah Reinkarnasi dari seseorang di masa lalu, seseorang yang telah di musnahkan untuk selamanya" jelas Ludino, pria itu duduk di hadapan Ritsuki, sambil membagi kartu tarot yang sedari tadi sudah di acak olehnya. Ludino kembali menatap Ritsuki, lalu memberi pandangan tepat di manik mata Ritsuki. "Pilih salah satu kartu tuan." ucap Ludino. "Tidak! Bisakah kau serius? Aku ingin menemui adik dan ayahku" ucap Ritsuki lagi. Dia sama sekali tak ingin berbasa-basi. Memilih kartu? Yang benar saja. Dia tak akan mau, jelas dia tahu jika kartu tarot adalah sejenis kartu ramalan, dia tak ingin terlihat gila dalam mempercayai hal tak jelas seperti itu. "Pilihlah, maka kau akan tahu jalan apa yang kau perlukan. Aku hanya bisa melakukan ini padamu" ucap Ludino, dia sama sekali tak mengindahkan paksaan dari Ritsuki untuk masuk kedalam topik utama. Dia sengaja mengulur waktu. Ritsuki mendegus kesal, mencibir dalam hatinya. Tak lama kemudian, Ritsuki mengambil satu kartu. Kartu pertama dari sebelah kanan. "Ini" ucapnya singkat, di berikannya kartu itu pada Ludino, dia tak peduli apa isi dari kartu pilihannya. Ludino hanya menarik napas, lalu memandang kartu yang di berikan Ritsuki. Matanya menatap lekat kartu di hadapannya. "Tidak mungkin..." desis Ludino. Pria itu berdiri, dia jelas tahu isi dari kartu itu, sebuah kenyataan di masa depan yang membuat siapa saja tak percaya. Ritsuki menggeram kesal. sedari tadi dia ingin mendengar penjelasan dari bibir pria yang dia temui saat sadar. Namun lihat sekarang, Ludino bergegas pergi, membuat dirinya bingung. Ada apa dengan Kartu yang dia berikan, apa isi kartu itu dan masih banyak lagi. "Hei...! Jelaskan apa maksudmu tentang raja vampire!" teriak Ritsuki, di lihatnya Ludino berhenti dan menatap kearahnya. "Aku lupa, yang pasti. Kau adalah manusia biasa. Sekarang aku tak bisa memastikan apa yang akan Lord pikirkan tentang ramalanmu, apa yang akan kau hadapi di masa depan sangat cerah, dan kau akan mendapatkan seseorang. yang mampu membuat jiwa Alvian mati, lalu jiwa itu juga akan ada di dalam kendalimu, Ritsuki." ucap Ludino panjang lebar. Setelah mengatakan itu, Ludino bergegas keluar. Meninggalkan Ritsuki yang kini semakin tak mengerti. "Dia benar-benar gila" ucap Ritsuki pelan. Pria itu menatap kearah cermin, dapat di lihatnya bayangan lain di sana. Mirip dengan dirinya, namun matanya tertutup. Ritsuki melangkah ke arah cermin, berdiri di sana dan menatap bayangan di dalam cermin itu. Tidak itu bukan dirinya, mereka memang memiliki fisik yang sama, hanya ada satu yang membedakan mereka. Taring dengan wajah sedingin es, dan tentu saja jiwa. Ritsuki mengamati dengan cermat, di lihatnya inci demi inci dari wajah yang memejamkan matanya di dalam cermin. "Kagume... Jangan lari, aku ingin bicara padamu!" Teriakan seorang pria menggema di lorong panjang kerajaan Dramiki, memanggil seorang gadis yang kini melangkah cepat menjauhi dirinya. "Aku mencintaimu, bisakah kau berikan hatimu padaku?" Lagi, suara itu menggema, membuat Kagume berhenti melangkah. Kagume membalik tubuhnya, mandang Alvian kesal. "Berhentilah membual Alvian, aku hanya mencintai satu pria. Dan itu adalah Hakken!" Jawaban yang merupakan sebuah penolakan, Alvian merasa hampa, sakit. Dia merasakan bagai di tusuk seribu anak panah saat ini. Bagaimana Kagume, wanita yang berhasil meruntuhkan semua benteng cintanya, wanita yang mencuri hatinya, dan wanita yang membuat jantungnya hidup. Bagaimana wanita itu menghancurkan semuanya hanya dengan sekian detik. Vampire yang seketika memiliki jantung, vampire yang melawan kodratnya. Vampire tak seharusnya merasakan cinta, sama seperti ayah dan Ibunya, kedua orang itu melahirkan dia ke dunia ini tanpa perasaan cinta, kedua orang itu adalah orang egois yang mementingkan kekuasaan dan kekuatan. Namun pada akhirnya, mereka mati. Siapa pelakunya? Dia, dia yang membunuh kedua orang itu. Alvian menatap Kagume, wanita itu kembali membalik tubuhnya, lalu melangkah dengan cepat. "Kau sama saja seperti mereka Kagume, kau membuat semua yang ada pada diriku terlihat memalukan" Alvian hanya bisa terbungkam, dirinya merasa di buang dan di permalukan. Ritsuki kaget, saat dia melihat dengan jelas kejadian di lorong istana Dramiki, kejadian yang ada tergambar di dalam cermin. Ya cermin yang ada di hadapannya. "Tidak... Tidak mungkin aku mencintai adikku sendiri di masa lalu" ucap Ritsuki. Belum sempat dia menormalkan keterkejutannya, mata bayangan Alvian terbuka, menatap Ritsuki. "Kau sudah melihatnya bukan? Aku terus bermimpi tentang ini di setiap malamku, di dalam penjara neraka yang mengerikan. Aku selalu mengingat rasa sakit ini" ucapan yang di ucapkan Alvian, pria yang tak lain adalah raja vampire. "Kau! Kau gila, kenapa kau bisa keluar dari penjara neraka dan membuat hidupku berantakan!" Teriak Ritsuki. Alvian hanya terkekeh, dia merasa lucu pada dirinya di masa depan. Kenapa? Reinkarnasi dirinya itu sangat bodoh. "Jelas aku kembali, untuk mendapatkan ragaku, dan tentu membalas semua rasa dendamku pada Kagume" jawab Alvian pada Ritsuki. Ritsuki mengepalkan tangannya, di layangkannya kepalan itu, menghantam cermin di hadapannya. BRAK!!! PRANG!!! Tangan Ritsuki mengeluarkan darah segar, rasa haus mendera dirinya. Tidak, dia manusia. Dia bukan vampire. Itulah yang dia pikirkan, namun semakin dia ingin menolak, maka keinginan itu semakin besar. "Darah..." desisnya sambil menatap tangannya sendiri. __ Setelah kedatangan Hakken, rumah keluarga Kenichi benar-benar sepi. Para pelayan di izinkan kembali untuk beberapa minggu. Ini semua karena tuan Kenichi tak ingin mengambil resiko. Dia tak ingin para pelayan tahu, bahwa tamunya bukan dari kalangan manusia. Apalagi saat dia mendengar penjelasan Hakken, tentang siapa anak-anaknya. "Ayah..." baik, itu terasa canggung, tuan Kenichi menatap seorang pria yang kini duduk di hadapannya, pria yang adalah Suami dari anak gadisnya. Dia masih belum bisa menerima jika anaknya di takdirkan untuk menjalani sesuatu yang sangat berat. "Ah, ada apa nak?" semakin canggung rasanya, memanggil seorang Lord dengan sebutan 'Nak' jika saja dia adalah orang lain, mungkin saat ini tubuhnya akan hancur tanpa bentuk. Belum lagi, jarak umur mereka yang bisa di katakan sangat tak memungkinkan, dia berumur lima puluh enam tahun, sedangkan pria yang memanggilnya 'Ayah' sudah berumur lebih dari seribu tahun. "Mengenai Ritsuki, yang adalah Reinkarnasi dari Alvian. Saya ingin menjelaskannya pada ayah" ucap Hakken pelan. Tuan Kenichi hanya mengangguk, dia cukup penasaran dengan solusi yang Hakken dapatkan dari panglima perangnya tadi. "katakan, ayah akan mendengarkannya" jawab Tuan Kenichi. Hakken menarik napasnya, lalu menatap 'Ayah mertuanya' itu. Entah, kenapa dia merasa tuan Kenichi tak akan menyetujui usulannya ini. "Ludino mengatakan kepada saya, jika satu-satunya orang yang bisa menolong Ritsuki adalah wanita dari dunia immortal. Dan dia adalah-" perkataan Hakken terhenti, telinga mendengar suara bising dari kamar Ritsuki, tak sampai di situ. Suara erangan kesakitan terdengar begitu pilu. Tuan Kenichi, pria itu bergegas menuju kamar anaknya yang hanya berjarak belasan langkah dari tempat dia duduk. Saat sampai di depan pintu, tuan Kenichi langsung membukanya. Namun, pemandangan di depan sana, membuat siapa saja menjadi ngilu. Hakken datang, dia juga melihat dengan jelas, Ritsuki sedang mati-matian menahan dirinya sendiri. Menahan hasrat untuk mengecap darah segar dari tubuhnya. "Ark... Ak-aku... Aku man-manusia!" bentak Ritsuki pada dirinya sendiri. Matanya seperkian detik selalu berubah, menjadi iris merah darah dan hitam. Ritsuki memandang ayahnya, Lalu berkata. "Ayah... Ay-yah... Per-gi" ucap Ritsuki susah payah, saat ini jiwa Alvian seakan ingin menguasai raganya, dia setengah mati bertahan, namun terasa semakin menyakitkan. "Ayah, sebaiknya ayah pergi, saya akan membantu Ritsuki" ucap Hakken. Namun tuan Kenichi menggeleng, dia khawatir dengan putranya. "Saya mohon, anda keluar ayah" ucap Hakken lagi. Pria itu menatap tuan Kenichi, matanya terlihat sangat memohon. Belum lagi dia mendengar rintihan Ritsuki yang menahan rasa sakit. Dia cukup tahu, menahan diri itu sulit, apalagi Alvian saat ini berada di dalam tubuh Ritsuki. Alvian adalah raja vampire, dan darah adalah asupan utama bagi dirinya. Jika Alvian mengecap darah manusia, apalagi darah gadis suci, maka akan semakin sulit untuk menundukan bahkan membunuh jiwa Alvian. Tuan Kenichi hanya mengangguk, rasanya dia baru saja kalah berjudi. Anak-anaknya akan pergi dari sisinya, dia tak siap jika mereka meninggalkannya. Baginya, harta paling berharga adalah kedua anaknya. "Apapun solusi yang kau punya, ayah akan mendukunya. Tapi, selamatkan Ritsuki, dan jaga selalu Elkira" setelah itu, tuan Kenichi bergegas pergi. Meninggalkan Hakken yang saat ini masih termenung. Tidak Hakken, ini bukan waktunya untuk terharu atau apapun itu. Lihat di depan matamu, ada orang yang tak lain adalah Kakak iparmu. Hakken maju, dan menahan tangan Ritsuki, dengan kekuatannya. dia kembali menekan jiwa Alvian, sampai Ritsuki menggelepar dengan napas tercekat. Jika terus seperti ini, maka semua akan sangat melelahkan. Sesaat, Ritsuki tersenyum pada Hakken, dia merasa terselamatkan kali ini. Pria itu membuat dia kembali menidurkan jiwa Alvian. Ritsuki tak pernah ingin mengalami semua ini. Hakken memijat keningnya, Ritsuki kembali tertidur dan napasnya berangsur tenang. "Alvian, kenapa kau menyiksa jiwa dan raga dari Reinkarnasimu?" Hanya itu yang bisa Hakken ucapkan. Dia tak ingin mengganggu Ritsuki, dengan kekuatan yang dia miliki, Hakken memindahkan tubuh Ritsuki ke atas ranjang, dia juga membereskan kekacauan yang dia buat. __ Hayuya, saat ini ratu dari kerajaan Froz sedang berdiri di depan sebuah rumah, di belakangnya ada beberapa orang, dan salah satu dari mereka adalah Estes, orang yang paling dia percaya. Hayuya ingat, jika beberapa jam lalu. Hagai dan Hugo datang ke istana miliknya, dua orang panglima perang itu menyampaikan pesan yang tak pernah dia kira. "Kami, menghadap yang mulia ratu Hayuya" Suara Itu terdengar jelas di telinga Hayuya, mereka orang yang tak pernah dia sangka akan datang. "Berdirilah, dan katakan apa tujuan kalian" Baik Hagai, maupun Hugo. Mereka sama-sama berdiri tegak. keduanya menarik napas sebelum menatap ratu dari klan elf itu. "Yang mulia ratu, kami membawa titah dari Lord agung." DEG! Jantung Hayuya berdetak, dia terkejut. ada apa gerangan Lord sampai mengirim dua orang panglima perang untuk menjemput dirinya. Dia tak pernah merasakan semua ini sebelumnya, ada hal janggal yang membuat dirinya merasa aneh. "Lord memintaku datang untuk menghadap? Apa dia sudah kembali ke istana?" Hayuya menatap kedua orang di hadapannya. di tatapnya Hagai yang kini mulai menunduk kembali, guna penghormatan sebelum dia mengatakan sesuatu "Tidak, yang mulia. Lord memanggil anda untuk berkunjung ke dunia manusia." Estes yang sedari tadi diam, kini menatap ratu yang dia hormati. Perkiraan dia tak pernah meleset. Pria elf itu melangkah dan memandang Hugo dan Hagai. "Dunia tengah... Bagaimana bis-" Perkataan Estes terpotong, dia melihat Hugo menatapnya penuh aura dingin. Oh dia bukan musuh sekarang, ratunya sudah memutuskan untuk bekerja sama dengan Lord Hakken, ratunya tak akan bersikap netral lagi. "Selama ini, kalian adalah klan yang paling netral. Kalian tak memihak siapapun, Tidak menjadi anggota pemberontak para pemimpin klan. Maka dari itu, Lord tak ragu untuk memanggil kalian dan memerintahkan kami untuk mengawal kalian dengan selamat. Ratu, dan anda Estes kepercayaan ratu kerajaan Froz. Kami tak ingin membuang waktu saat ini, segeralah bersiap. Dan kita akan pergi" Ucapan panjang, yang di ucapkan Hugo. membuat ratu Hayuya dan Estes berhenti untuk bertanya. Keadaan segenting apa yang di maksud oleh panglima perang itu? Apa ada yang sangat tak bisa Lord selesaikan? Entah, ini masih membingungkan. Hayuya masih ingat, dengan kedatangan para panglima perang kepercayaan Lord mereka. Dia cukup tahu, jika ini adalah sesuatu yang penting. "Mari, ikuti saya masuk yang mulia" ucapan Hagai hanya di tanggapi dengan anggukan kepala dari Hayuya. Sedangkan Estes, dia berada di dekat Hugo. Dia bisa merasakan betapa kelamnya kekuataan dari dua panglima perang itu. Sampai di depan pintu, Ludino terlihat sedang melakukan sesuatu. Sihir hitam! Itulah yang tengah dia tekuni... "Kalian telah kembali" ucapan itu terdengar dari seorang pria lain, dia adalah Zamoro. "Ada apa dengan Ludino?" tanya Hagai. "Dia sedang membuat barrier sihir terkuat, kau tahu bukan, jika keberadaan kita saat ini harus menjadi rahasia." jawab Zamoro. Hugo dan Hagai mengangguk, sedangkan Ludino. Pria itu masih melakukan tugasnya. Zamoro mengalihkan pandangan matanya, melihat betapa cantiknya ratu Hayuya. "Lord sudah menunggu" ucap Zamoro. Dia menuntun ratu dan rombongannya untuk masuk. __ "Queen, bukalah matamu... Aku sangat merindukanmu" ucap Hakken, dia saat ini sedang duduk dengan memegang tangan Elkira, dia sudah mendengar semua tentang gadis yang adalah Kagume di masa depan. Hakken hanya bisa memandang wajah yang kini masih terlihat sangat tenang, sejak menekan kekuatan Alvian yang ada dalam tubuh Ritsuki. Elkira tak pernah membuka matanya, dia seperti melawan semua kekuatan Kagume dalam dirinya. dua jiwa yang saling bentrok. Hakken sangat berharap, Kagume dan Elkira bisa bersatu, dia berharap mereka bisa menjadi satu seperti dulu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN