MALAM PERTAMA

1578 Kata
“Apa kamu sudah tidak sabar dengan malam pertama kita?” Suara serak khas pria dewasa yang tegas namun sarkas terdengar di telinga Nada saat pintu kamarnya dibuka. Malam pertama? Apakah ini bisa disebut malam pertama mereka? Nada hanya tertunduk dengan kedua jari tangannya saling berpegangan dan meremas. Keringat dingin pun sudah tak terelakkan. Nada begitu takut, tapi saat ini, sudah tak ada lagi yang dapat menolongnya. Ini sudah menjadi keputusannya. Pilihan yang terpaksa dipilihnya untuk menyelamatkan ibunya. Aroma parfum maskulin sudah tercium dari tubuh pria itu. Dia berdiri satu meter di samping kiri Nada. Entah apa yang dilihatnya, dia diam di sana mengamati Nada yang masih menunduk. "Denada Aprilia?" "Iya, Mas," jawab Nada dengan suara yang bergetar. "Mas? Kamu tahu siapa saya?" tanyanya lagi. "Tahu. Mas Raditya Abimanyu Prayoga." Nada masih menunduk tak berani menatap si pemilik suara. "Tuan! Panggil saya begitu! Jangan lupa, saya anak majikan ayahmu! Pewaris keluarga Prayoga, orang nomor satu di Indonesia. Masa anak tukang kebun sepertimu berani memanggil saya Mas?" Tahun 2021 apa masih relevan memanggil dengan kata Tuan? Nada ingin protes karena terdengar jadul di telinganya. Tapi sudahlah, Nada sudah terlalu gerogi untuk menentang Radit. "Maaf Tuan," jawab Nada. "Apa hubungan kita?" tanya Radit masih memandangi Nada. "Majikan dan pelayan?" tak salah, kan? Tadi Nada di suruh memanggilnya Tuan. "KAMU!" tapi kenapa Radit sensi dan terlihat marah? "Apa tadi yang saya lakukan di bawah dengan ayahmu dan penghulu sebelum datang ke kamar ini?" tanya Radit, mencoba meredam emosinya. Nada pun kembali mengingat kejadian beberapa saat lalu, saat Radit membaca ijab qabul. Peristiwa itu mengerikan bagi Nada. Andai ini mimpi, Nada ingin segera bangun dari mimpi buruknya. Tapi saat melihat sosok Radit yang berdiri di hadapannya dan mencium aroma parfum Radit, membuatnya sadar jika semua ini kenyataan yang tak diharapkan. Dia benar-benar telah menikah dengan Radit! Dan itu berarti, Nada adalah …. "Saya menunggumu jawabanmu, Denada Aprilia!" Suara keras Radit sedikit mengagetkan Nada, membuat wanita itu kembali tersadar dari lamunannya. "Su…suami..istri…" jawab Nada terbata-bata nervous. ck, Nada kesal sekali dengan sikap dominan Radit yang membuatnya jadi gampang gugup. “Hanya diranjang, sampai rahimmu berisi janinku. Jangan berharap lebih!” Memang siapa sih yang ingin dianggap lebih? Duh, kenapa Radit narsis sekali ya? Perlahan, Nada menengadahkan kepalanya. Berusaha berani menatap wajah pria itu. Meskipun penerangan di kamar itu remang-remang hanya ada nyala lampu tidur, namun Nada masih bisa melihat postur wajah sempurna milik suami diatas ranjangnya ini. Tidak dapat dipungkiri jika Nada mengagumi ketampanan Radit meski sikap minusnya menyebalkan. Wajah tampan itu kini sedang menatapnya dengan tajam. "Status itu hanya sampai kamu melahirkan anak untukku. Setelah itu, kamu bisa pergi, kamu bebas pergi kemanapun yang kamu inginkan. Dan kamu juga tidak perlu khawatir, setelah bayi itu lahir, aku akan memberikan materi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupmu, bahkan kamu tak perlu lagi bersusah payah untuk bekerja. Tapi dengan satu syarat..” bla bla bla, Nada malas mendengarnya hingga Radit berhenti sebentar, masih menatap Nada dengan tajam beberapa detik sebelum kembali melanjutkan, “Kamu tak boleh lagi muncul di hadapanku, istriku, dan anak itu. Cukup menjauh dan menghilanglah. Apa kamu paham?" "Baik Tuan!" "Kamu akan saya ceraikan. Jangan pernah mengaku kamu adalah janda saya dan mempermalukan nama keluarga Prayoga! Nada tak mau ambil pusing. Toh memang ini tujuan pernikahannya kan? Lagian ini tahun 2021, Nada gadis yang open mind dan status janda tak masalah baginya. Dia akan menyelesaikan kuliah, lulus, lalu bekerja. It's ok baginya. Nada yakin, dia akan baik-baik saja. Lagian, siapa juga yang mau mengaku sebagai mantan istrinya Radit? "Saya paham, Tuan." "Baguslah,” ucap Radit. “Kalau begitu, ayo lakukan tugasmu! Kita selesaikan ini dengan cepat." Radit segera membuka jas, dasi dan kancing bajunya tanpa melepaskan baju itu. Melihat itu, Nada segera memalingkan wajahnya, karena kembali gamang. Dia hanya menggigit bibir dalamnya dengan setitik bening mengalir membasai pipinya. Bukan karena Nada takut pada Radit. Hanya saja, ada rasa tak ikhlas harus melepaskan keperawanannya dengan cara begini. Kenapa hidupnya jadi seperti drama novel yang menurutnya kolot dan tak lagi seiring dengan perkembangan zaman? "BUKA CEPAT! JANGAN SOK MALU-MALU KAMU!" Tangan Radit memegang kancing kebaya Nada, namun Nada refleks menghindar saat jari-jari Radit menyentuhnya. Ini refleks, karena Nada tak ikhlas. Melihat Nada memberontak, Radit pun mencengkeram bahunya agar wanita itu tidak terus bergerak-gerak. Nada tahu jika dia tidak bisa kabur meskipun berusaha memberontak sekalipun. Pada akhirnya, dia hanya bisa pasrah membiarkan tangan Radit melucuti pakaiannya satu per satu. Radit juga membuka sanggul sederhana Nada, membuat rambut panjangnya terurai indah. Untung Nada tidak pakai sasak rambut. Tak terbayang rambutnya bisa megar. Sekarang, setidaknya rambut itu bisa menutupi dadanya karena tubuh putih Nada kini terekspose di hadapan Radit. Pria itu hanya menyisakan kain segitiga penutup pangkal kakinya. "Buka ini!" perintah Radit lagi. Nada tercengang saat Radit menyuruhnya untuk membuka pakaiannya yang tersisa. Apakah ini sama saja dengan dia menyerahkan dirinya untuk Radit? Kurang ajar! Nada mau marah. Tapi saat melihat Radit yang menatapnya tajam, Nada pun mengingat ibunya yang butuh biaya pengobatan. Kalau bukan karena ibunya, Nada tak akan mau terikat dengan pria beristri sepertu Radit. "CEPAT BUKA!" pasrah, Nada pun mulai membuka kain terakhir yang menempel di tubuhnya itu. Dan tanpa Nada sadari, Radit seketika terpana melihat tubuh indah Nada. Dia menelan salivanya dengan berat. Jika dia masih single, mungkin dia akan mudah tergoda saat melihat Nada dalam keadaan seperti ini. Tapi akal sehatnya datang kembali, dan mengingatkan dirinya jika dia sudah memiliki seorang istri yang sangat dicintainya. Dan semua ini dilakukan hanya untuk mendapatkan seorang anak, tidak lebih dari itu. Jadi, tidak boleh ada perasaan apapun! Radit berdeham sekali. "Bagus. Kita mulai sekarang. Tak ada permainan awal, aku akan langsung saja, supaya cepat selesai!" Kini Radit sudah bertelanjang d**a di depan Nada. Sama seperti Radit, Nada pun tampak terpesona dengan d**a bidang pria itu. Radit masuk dalam definisi pria bertubuh sempurna! Tidak hanya wajahnya, bahkan dia pun menjaga tubuhnya yang berotot itu dengan baik. Ingin rasanya Nada menyentuh d**a bidang itu, tapi… seketika Nada terhenyak dari pikiran anehnya. Tidak! Ingat, dia sudah punya istri dan kamu hanya istri sementaranya saja, Nada! "Aaakh!" lagipula Nada sudah tak konsen lagi! Dia merasa sakit teramat sangat Nada menahan sakit sambil tangannya mencengkram seprai saat Radit berusaha melakukan penyatuan yang dipaksakan padahal Nada masih kering. Namun, Radit tiba-tiba mengerutkan dahinya. Radit baru menyadari jika Nada sepertinya belum pernah disentuh oleh seorang pria, karena itu dia tampak kesulitan saat ingin melakukan penyatuan tadi. Lalu, tiba-tiba sebuah ide gila muncul di benaknya. Apakah dia perlu merangsangnya? Radit lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Nada, dan tanpa meminta persetujuan Nada, dia pun mencium bibir wanita itu. Nada sontak terkejut saat merasakan sensasi dingin namun lembut di bibirnya. Dia tidak menyangka jika Radit akan menciumya dengan tiba-tiba seperti ini apalagi tangan pria itu sudah menjamah dadanya. Bukan katanya tak akan ada seperti ini? Nada kesal sendiri tapi tak bisa protes. Toh dia sudah menggadaikan tubuhnya demi biaya rumah sakit bukan? Melihat Nada yang tidak membalas, Radit pun semakin memperdalam ciumannya. Sesungguhnya, bibir pria itu benar-benar menggodanya. Namun, harga diri membuat Nada bertahan, meski ini hanya bisa dimenit-menit awal. Nada kalah dengan rasa yang diberikan Radit. Dia mulai membalas ciuman Radit sambil merangkul leher pria itu, hingga tidak ada jarak lagi di antara mereka. Radit yang mendapat respons dari Nada pun semakin berani. Kali ini dia juga meninggalkan tanda di leher Nada. Suasana kamar yang sunyi pun kini hanya terdengar suara deru napas yang saling memburu dan rintihan sepasang suami-istri yang saling melakukan penyatuan. Nada memegang seprai dengan sangat kencang, sesaat setelah Radit selesai melakukan tugasnya. Di satu sisi, Nada mengakui kehebatan pria itu. Tapi di sisi lain, dia malu pada dirinya sendiri karena tidak bisa menolak menikmati permainan. "Tadi itu terpaksa karena kamu terlalu kering. Jangan pikir saya tergoda denganmu ya!" selesai Radit melepaskan benihnya, dia yang merasa bersalah karena menikmati ini juga, mengingatkan Nada. Radit tak berani berpikir kenikmatan karena rasa bersalahnya pada istri pertamanya. Lagian, dia tak mau juga harga dirinya jatuh depan Nada yang hanya seorang anak tukang kebun di rumah keluarga besarnya. "Dimengerti Tuan," ucap Nada yang jujur juga malu. Kenapa tadi dia mengerang? Dan bagaimana wajahnya saat merasa puas juga? Duh, Nada ingin menutup wajahnya dalam kantong kresek hitam. Dia malu dengan ucapan Radit tadi. "Kamu belum pernah melakukan ini sebelumnya dengan lelaki lain?" Radit bertanya pada Nada saat matanya melihat bercak darah di seprai putih itu. Nada terkejut, namun dia hanya mengangguk membenarkan. Degup jantungnya masih tak stabil. "Bagus kalau begitu. Jangan lakukan dengan siapapun dulu sampai kamu berhasil mengandung anakku. Mengerti?" "Iya, Tuan!" jawab Nada. "Dan ini…” Lalu Radit mengeluarkan sebuah benda pipih seperti pensil dari saku jasnya dan melemparnya ke Nada. “Kamu bisa gunakan untuk memeriksa apakah kamu sudah hamil atau belum.” Nada melihat sebuah testpack. Radit tak menunggu Nada, dia berdiri lalu membawa semua pakaiannya masuk ke kamar mandi. Di dalam, Radit membilas tubuhnya di bawah shower. Radit tak ingin ada sisa-sisa tubuh Nada yang dibawanya saat menemui Viola, istrinya nanti. Setelah lima menit di kamar mandi, Radit pun keluar sudah dengan berpakaian lengkap. Namun, dia tak menduga jika hal pertama yang dilihatnya setelah keluar dari kamar mandi adalah Nada yang masih dalam posisinya berbaring tanpa berbusana. Entah apa yang dipikirkan wanita itu sampai tak menutup tubuhnya. Radit seketika menelan ludahnya. Tiba-tiba pikirannya kembali melanglang buana saat mereka bermain tadi. Sialan! Apakah dia sengaja mau menarik perhatiannya lagi? Protes Radit yang menampik kesempurnaan tubuh istri keduanya. Radit pun menatap tajam pada Nada, dan berseru, “APAKAH KAMU BERUSAHA MENGGODAKU LAGI?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN