***
Selamat membaca
***
Aku tak tahu perasaan apa ini, aku sedih saat dia sedih, aku juga bahagia saat kami berdua bahagia, tapi aku merasa hampa saat dia bahagia, dan alasannya bahagianya bukan aku.
***
Kejadian tiga hari lalu tak membuat Reevin dan Shayna canggung, bahkan Argi tak jadi duduk bersama dengan Shayna, Argi memilih henggkang dari meja itu, membiatkan Shayna duduk bersama dengan Reevin. Sedangkan Shayna merasa nyaman duduk dengan Reevin, Reevin baik, dan sedikit penyayang. Reevin pun sudah begitu akrab dengan Banjar, Kevin dan juga Argi, tapi keakraban itu terkadang jujur membuat Reevin cemburu atas pelakuan Banjar terhadap Shayna atau pun sebaliknya.
Banjar, laki-laki itu tanpa sadar lebih memahami Shayna daripada Reevin sendiri, Shayna begitu terlihat nyaman saat bersama dengan laki-laki itu, terkadang pun Shayna merengek meminta ini dan itu kepada Banjar, Reevin yang sudah gerah dengan itu bertanya perihal hubungan mereka berdua, agar Reevin tidak menebak-nebak, agar Reevin tidak lagi kepikiran dengan dua orang itu.
"Enggak lah, gue sih mau-mau aja sama Banjar, enggak tahu Banjar mau sama gue apa enggak, hahaha." Shayna menjawab dengan tawanya yang besar, menganggapi pertanyaan Reevin dengan lelucon, kini Shayna, Banjar, Reevin, Kevin dan Argi jalan beririangan menuju parkiran untuk pulang.
Banajr menatap perempuan itu saat Shanya masih saja terkekeh dengan apa yang ia katakana. "Alah, bacod ya lo," balas Banjar dengan delikan di matanya mengarah kepada Shayna.
Ia dan Shayna tahu, mereka tak bisa bersama, itu adalah hal yang tidak bisa dipungkiri, Banjar awalnya takut bersahabat dengan Shayna, ia takut menyakiti perempuan itu, terlebih Shayna terlalu 'menempel' dengannya, tapi percaya atau tidak sampai detik ini Banjar tak ada memiliki perasaan lebih dengannya, Banjar hanya melihat Shayna sebagai sahabat, sebagai teman, dan mungkin sebagai adik perempuan yang harus dijaga, dan menurut Banjar, Shayna pun sama, perempuan itu tidak akan memiliki perasaan kepadanya, Shayna pasti hanya menganggap Banjar sebagai sahabatnya.
"Hahaha," melihat wajah Shayna karena dikatain, membuat Banjar, Argi dan Kevin tertawa, tidak dengan Reevin, tanpa sadar ia memasukan dalam-dalam perkataan Shayna tadi ke dalam hatinya.
Apa benar, Shayna suka Banjar?
"Banjar!" Panggilan itu membuat Banjar, Shayna, Reevin, Kevin dan tentunya Argi berhenti tertawa dan membalikan badan, padahal yang dipanggil hanya Banjar, tapi orang-orang yang berada di samping Banjar malah ikut membalikan tubuhnya.
Reevin menautkan alis, ia melihat Sadira -- Adik angkatnya yang kebetulan sama dengan dia sekolah di sini, bukan sama, tapi Reevin yang mengikuti dia masuk ke sini. Reevin menautkan alisnya saat yang dipanggil Sadira bukan lah dirinya tapi Banjar, ya, ia dan Sadira memang tidak akan menutupi tentang jati diri mereka bahwa mereka adalah kakak dan adik.
Sadira Adiatma terkenal sebagai pemandu sorak sorai di sekolah Cipta Bakti, Sadira juga menjadi salah satu siswi paling populer di sekolah ini, karena Sadira sendiri banyak sekali mendapatkan kado, hadiah, atau berupa pesan yang mengatakan ia begitu cantik dan menawan.
Untuk ukuran perempuan remaja, Sadira memang bisa dinamakan termasuk golongan remaja perempuan yang cantik, wajah yang putih bersih membuat yang melihatnya mengingingankan berwajah itu, bibir yang selalu tersenyum juga membuat Sadira terlihat ramah, punya Orangtua kaya dan utuh, sepertinya hidup Sadira begitu sempurna.
"Banjar, gue mau tanya masalah ....."
Brukk
Sadira melebarkan mata, tatapanya beradu dengan tatapan Banjar yang kini berada di bawah tubuhnya, Sadira tak tahu ternyata ... kecerobohannya karena tak melihat jalan menjadi bencana baginya. Ia jatuh, tepat di depan -- atas Banjar, ia jatuh di atas tanah dengan Banjar.
Reevin memejamkan mata sambil menggegram tak suka, ini yang membuat Reevin sedikit tidak menyukai Sadira, ia begitu ceroboh. Reevin menarik Sadria, sama yang dilakukan oleh Shayna, ia membantu -- menyeret Banjar untuk berdiri.
"Kamu kenapa sih Dir?" Tanya Reevin, ia tak suka dengan apa yang dilakukan Sadira tadi, ia ..,. mencium Banjar, walau tak sengaja walau disertai dengan insiden yang Sadira sendiri pasti tidak mau terjadi padanya, syukurnya ciuman itu mendarat di hidung Banjar, bukan di pipi bahkan di bibir laki-laki itu.
Wajah Sadira langsung berubah, entah malu atau tak suka dengan teguran Reevin kepadanya. "Ma'af Kak," cicit Sadira, "Ma'af juga Banjar, gue enggak sengaja banget," kata Sadira lagi, menghadap ke arah Banjar yang di sisi kananya sudah berdiri Shayna dengan tatapan tak suka mengarah kepadanya.
Sejak kelas sepuluh, Sadira sudah amat terkenal, tentu berita itu tak luput dari telinga Shayna yang lebar, sejak masuk team Futsal dan mengikuti beberapa turnamen dengan membawa clubnya pun Banjar menjadi lebih dekat dengan Sadira, dan itu memancing sedikit rasa tak suka di diri Shayna kepada perempuan itu.
"Ma'afin adik gue, Njar," kata Reevin akhirnya, yang kembali memancing raut tanya di wajah Shayna.
"Adik lo?" Tanya Shayna dengan ekpresi terkejut, oke oke, kalau mereka kakak-adik, tapi kenapa, mereka bisa seangkatan kok bisa? Apa mereka kembar? Tapi Shayna masih mementingkan perasaanya, ia merasa sakit hati -- walau sedikit karena kejadian yang baru saja meninpa Banjar dan diakibatkan hilangnya keperawanan hidung Banjar karena perempuan itu. Entah ini perasaan apa, tapi setelah kejadian di depan mata Shayna tadi, Shayna semakin merasa benci dengan Sadira.
Kata orang-orang, saat ada lawan jenis yang mencium kita, entah di pipi atau bibir atau bagian wajah lain -- yang sebelumnya tak pernah dicium orang, maka kita tidak akan bisa melupakan orang itu, berarti sama saja artinya Banjar akan mengingat Sadira teres menerus, begitu kah?
Shayna tak mau mendengarkan apa yang dibicarakan Reevin, Sadira dan Banjar setelahnya, ia berbalik arah ingin segera pulang, padahal harusnya ia dan Banjar pulang bersama. Shayna hanya menyayangi Banjar sebagai sahabat, dan harusnya Shayna tak perlu semarah ini, lagi pula kejadian itu juga tidak disengaja, Sadira sama sekali tidak sengaja atas apa yang terjadi tadi.
Cekalan di tangan Shayna sesudah ia masuk ke dalam taksi yang kebetulan lewat di depan sekolahnya membuat Shayna sekuat tenaga melepas cekalan itu, lalu masuk ke dalam taksi itu, ia takut Banjar akan melihat air matanya yang sudah mulai jatuh.
Dari dulu Banjar memang tak suka bila air mata Shayna turun, tapi tanpa sadar karena Banjar lah air mata itu turun terus-menerus. Shayna terkejut saat hendak menutup pintu taksi, yang mencekalnya adalah Reevin, si kakak perenpuan itu, bukan Banjar, bukan laki-laki yang ia harapakan akan menyusul dan mencekal tangannya untuk tidak pulang sendirian.
Sial, Shayna malah mengharapkan yang mengejar itu Banjar, yang membunjuknya Banjar, bukan Reevin. Tapi, Shayna mesti sadar, Banjar bukan pacarnya, Banjar hanya sahabatnya, ia tak berhak melarang Banjar seperti itu, dan perlu diingat sekali lagi, kejadian tadi adalah ketidaksengajaan yang dilakukan Sadira, ya, Shayna harus sadar akan hal itu.
Shayna tak tahu apa namanya perasaan ini, ia tak suka saat melihat Banjar tertawa, senyum, bahagia dengan perempuan lain, terlebih itu Sadira, perempuan yang paling cantik di sekolahnya, Shayna benar-benar tidak suka atas apa yang terjadi antara Banjar dengan Sadira.
***
Banjar hanya diam saat Reevin menyusul Shayna yang memilih pergi itu, ia hendak mengejar perempuan itu, tapi Shayna akan kalut bila ia menjelaskan sekarang, tapi kemarahan Shayna juga akan membesar bila tak diatasi sekarang, ya, Banjar tahu, Banjar paham bahwa Shayna tiba-tiba marah padanya, karena kemarahan itu sangat jelas terlihat di wajah Shayna tadi, wajahnya benar-benar berubah menjadi cemberut, dan Shayna yang tidak bisa diam, tiba-tiba tidak mengeluarkan suaranya sama sekali, itu benar-benar jelas bahwa Shayna tengah marah.
Tidak hanya kali ini, sudah sering Shayna marah dan cemburu kepada Banjar, Shayna pun terang-terangan menunjukan itu kepada Banjar, ia tidak ngambek, atau marah lalu mendiamkan Banjar, marahnya Shayna itu nyata, contohnya seperti ini. Banjar semakin menekankan kepada dirinya sendiri, bahwa Shayna hanya takut Banjar tak menjadi temannya lagi, bukan takut karena Shayna memiliki perasaan lebih kepadanya, semoga.
"Shayna, pergi," kata Reevin saat ia menghadap Banjar lagi, di tempat kejadian itu.
Siapa pun pasti tak bisa menanggulangi kemarahan Shayna, kecemburuan Shayna, kecuali, es krim. Banjar mengangguk saat mendengar apa yang dikatakan Reevin, ia sudah tahu endingnya akan seperti ini, Shayna pasti akan marah besar padanya, dan pergi sendirian begitu saja.
"Nggak apa-apa, nanti dia leleh sendiri kayak es krim kok," jawab Banjar lagi. "Oh iya, Dir, besok jadi ya, gue balik duluan ya, kalian berdua hutang cerita loh sama gue," kata Banjar lagi, menunjuk Sadira dan Reevin, lalu meninggalkan dua orang itu begitu saja.
Selama ini, ia dan Sadira cukup dekat, Banjar melihat Sadira bukan seperti melihat perempuan cantik, Banjar melihat Sadira seperti melihat perempuan tangguh, ia membawa aura yang positif, juga tak sombong, terlebih kegiatan mereka yang saling bersambungan.
Tapi, harusnya Shayna tak berprilaku seperti tadi kepada Sadira, dia dan Shayna kan tak ada hubungan lebih dan Shayna mesti sadar, Banjar bebas dekat dengan siapa saja, tanpa izin dan sepengetahuan Shayna.
Apa Shayna punya perasaan lebih ke Banjar?
***