***
Selamat membaca.
***
Terjebak di ruang nostalgia memang sangat tak mengenakan, tapi bagaimana kalau kita sesekali bernostalgia, lalu merundingkan, bagaimana jalan keluar dari masalah kita yang lalu, agar bisa lebih baik lagi.
***
Pradikta Adiputra, si nomor satu pemacu kuda, sudah melihat potensi yang hebat di diri Shayna, tapi Dikta tak bisa menegur perempuan itu, ia takut, entah kenapa, hanya untuk kenalan saja ia merasa takut, mungkin karena dulu, Shayna pernah meninggalkannya di tengah jalan, tanpa kata.
Iya, dulu sekali Shayna sempat bertemu dengannya dan meninggalkannya di tengah jalan tanpa kata, dan hal yang paling dibenci Dikta adalah ditinggalkan. Dikta meraih ponsel Shayna yang tergeletak di rumput bekas ia berbaring, Shayna yang ceroboh, bisa-bisanya ia tidak sadar karena telah meninggalkan ponselnya.
Dikta, membiarkan ponsel Shayna berada di tangannya lebih dahulu, bahkan ponsel Shayna tak memiliki pengamanan untuk mengaksesnya, bila saja orang jahat yang menemukan ponsel ini, maka Shayna sepertinya mesti merelakan ponselnya raib begitu saja.
Dikta dengan bebas menggunakan ponsel Shayna, ia tak macam-macam kok, Dikta hanya memasukan nomor ponselnya, dan menelpon nomornya, agar ia bisa menyimpan nomor Shayna di ponselnya.
Saat Dikta sudah merapikan tasnya, ia berjalan dengan santai ke kelas Shayna, beberapa orang yang menyapanya ia sapa balik, hingga Dikta bisa melihat Banjar, si anak futsal di depan kelasnya. Saat ia bertanya dengan Banjar -- ia tahu seberapa dekatnya Banjar dengan Shayna, tapi alisnya bertautan saat Banjar malah menyuruh temannya lagi memanggil Shayna yang masih berada di dalam kelasnya.
Dikta bisa melihat raut pucat Shayna mungkin karena perempuan itu kehilangan ponselnya, kesian, ma'af ya Shayna, Dikta tidak bermaksud jahat, Dikta tadi cuman mengabil tas dulu, kali aja Shayna mau pulang bareng sama Dikta.
"Astaga! Terima kasih ya, lo udah nemuin ponsel gue, nemu di mana?" Shayna meraih ponselnya yang diulurkan oleh Dikta, raut wajah Shayna berubah, yang tadinya wajahnya pucat bercampur sedih, kini Shayna terlihat senang.
"Iya, gue nemu di tempat pacuan kuda," jawab Dikta apa adanya.
Shayna menatap Dikta -- akhirnya, setelah kegirangan ia lupa siapa yang menemukan ponselnya. "Makasih ya, makasih lo ...," perkataan Shayna tertahan saat ia tak sengaja melihat lambang kelas Dikta, lambang Dikta yang kelas dua belas memang berwarna merah, berbeda dengan lambang Shayna yang masih kelas sebelas yang berwarna kuning, dan untuk kelas sepuluh lambang kelasnya berwarna hijau, sebenarnya Shayna memang sudah tahu siapa laki-laki yang ada di depannya ini, hanya saja, Shayna berpura-pura bodoh.
Shayna masih menetralkan pikiran dan rasa terkejutnya karena ia kembali bertemu dengan ponselnya. "Makasih ya, Kak ...," ucap Shayna menggantungkan perkatanyaa, memancing Dikta untuk berkenalan secara resmi dengan dirinya.
"Dikta." Dikta menjulurkan tangannya yang langsung disambut dengan hangat oleh Shayna, juga menyebutkan namanya. "Oke Shayna, gue balik dulu," kata Dikta mengakhiri pertemuan mereka kali ini, berbeda dengan Shayna yang mengangguk semangat, dan seolah tak terjadi apa-apa, Dikta malah benci mengakhiri perbincangan mereka. Sebelum Dikta benar-benar pergi, Shayna sekali lagi mengucapkan terima kasih yang diangguki Dikta, dan setelahnya Dikta menghilang di balik pintu, yang masih terdapat Banjar dan Sadira di sana, dih.
Senyum Shayna kembali cerah, terlebih Reevin mengajaknya pulang bersama, Reevin juga terkadang membuat Shayna tersenyum bahagia, dengan cara memperhatikannya, juga meneraktirnya.
"Alhamdullilah, bisa ngechat lo dong gue, Shay," goda Reevin saat ia dan Shayna berjalan kearah depan kelas, ingin pulang bersama.
Shayna menggeleng. "Enggak, gue enggak ada kuota jadi gue enggak bisa balas chat lo yang kayak kereta itu, tak ada hentinya," balas Shayna lagi yang membuat Reevin tertawa setelah mendengar gerutuan dari perempuan itu.
Melihat Sadira tersenyum kearahnya membuat Shayna langsung diam, seketika, terlihat juga tangan Banjar menggenggam tangan Sadira, itu lebih-lebih semakin membuat Shayna benci Banjar juga Sadira. Sadira, mengambil Banjar-nya.
Shayna langsung pamit dengan Reevin perempuan itu membatalkan pulang bersama dengan Reevin, ia juga seketika membuka case ponselnya, case ponsel itu sebenarnya couple dengan Banjar, case ponsel Sadira dan Banjar berbahan tipis, berwarna hitam dengan tulisan SxB di ponsel Sadira dan di ponsel Banjar juga bertulisan BxS, singkatan dari nama mereka, Shayna x Banjar, dan tidak ada arti khusus dengan tulisan itu, tapi Banjar menganggap bila Shayna selalu bersamanya, dan sekarang, karena Banjar sendiri lah Shayna melupakannya.
Belum hilang rasa sesal, rasa terkejut Banjar pun muncul saat Shayna membuang case ponselnya, tepat di depan mata Banjar. "Shayna ...," Banjar memanggil liih, tanpa Shayna tahu, karena Shayna sudah menghilang di lorong kelas sebelas IPA, Shayna sudah pergi lebih dahulu. Apa lagi yang mesti Banjar rasakan setelah ini, mestinya, Shayna sabar sedikit lagi.
"Bentar lagi," kata Reevin. "Lo mesti lihat, gue aja tahan tujuh tahun kehilangan dia, masa lo enggak tahun? Empat hari lagi," lanjut Reevin memberi semangat kepada Banjar. Hanya empat hari, bukan kah itu hanya sebentar?
Saat di depan sekolah, Banjar dan Sadira memisahkan diri dari Reevin, lagi-lagi Banjar menggerutu karena Shanya berdiri sendirian di depan sekolah, tanpa ada yang menemaninya, Banjar harus menguatkan diri, demi kebahagiaan Shayna sendiri, nantinya.
Shayna mengaduh, senggolan yang dilakukan Reevin teramat sakit di bahunya.
"Duh, duh ma’af, babi," kata Reevin lagi.
"Baby!" Shayna membetulkan plesetan yang dilakukan oleh Reevin, beberapa waktu lalu, Shayna tengah menonton ulang film baby, yang judulnya Baby Bink and His Friends (Baby's Day Out) yang biasanya ditayangkan di salah satus staisiun tipi, kala itu Shayna benar-benar marah, kenapa saat ia sudah masuk sekolah, film itu baru diputar di setasiun tipi, kenapa tidak saat dia liburan saja.
"Mau gue anter aja Shay?" Tanya Reevin yang langsung mendapaykan gelengan dari Shayna menggeleng, dia sudah minta jemput dengan supirnya, kesian kan kalau supirnya datang dan Shayna tidak ada di tempat.
Selama beberapa hari ini, Shayna juga terlihat biasa saja, dia bisa mengedalikan dirinya untuk tidak menegur Banjar, perempuan hebat berpura-pura ya. "Sebenarnya, Sadira suka Banjar enggak sih?" Pertanyaan tiba-tiba yang menyangkut Banjar memang membuat Reevin terkejut, tapi Reevin tahu, Shayna hanya kepo, atau Shayna memang peduli pada Banjar?
"Lupain Banjar, jadi pacar gue aja Shay," jawaban Reevin berbanding terbalik dengan apa yang dipertanyakan Shayna, Shayna hanya bertanya apakah kira-kira Sadira memang cocok menjadi pacar Banjar atau tidak, hanya itu saja, tidak lebih.
"Enggak! Gilaa aja lo," jawab Shayna kemudian.
Mendengar ucapan itu membuat wajah Reevin langsung sedih, setelahnya ia pamit pulang, ia baru ingat memiliki janji dengan orang, dan terpaksa meninggalkan Shayna sendirian, tidak bisa menemani perempuan itu untuk menunggu supirnya yang akan menjemput.
"Reevin!" Panggilan Shayna membuat Reevin yang sudah menyalakan mesin motornya kembali mematikan mesin itu, ia kembali menghadap Shayna dan berniat membuka helmnya lagi, tapi gerakannya terhenti saat Shayna menahan tangannya, karena Shayna hanya ingin mengucapkan satu kalimat, dan kebetulan mobilnya sudah hampir sampai di depannya. "Gue bercanda masalah tadi, lo enggak gilaa, dan pertanyaan tadi bikin gue mikir, apa kita bisa jadi lebih teman? Hahaha." Shayna berucap disertai tawa di ujungnya. Setelah itu, Shayna malah pergi meninggalkan Reevin, kalian tahu kenapa Shayna mengatakan itu? Dekat dengan Reevin tidak ada bedanya dengan Shayna dekat dengan Banjar, Reevin seolah-olah sudah kenal lama dengan Shayna, dan sikap Reevin begitu baik dengannya.
Apa benar, Reevin adalah masa lalu dari Shayna, sebenarnya?
***