Satya mengamati ponsel dengan wajah serius. Ia tengah melihat sebuah berita baru yang sedang viral akhir-akhir ini. Tentu saja berita tentang Berlian yang merupakan CEO dari perusahaan Glory Garment yang banyak dibicarakan orang-orang. Satya memperhatikan Berlian yang dikerubungi para wartawan begitu turun dari mobil.
"Sebenarnya, saya tidak pernah berniat menyembunyikan identitas. Selama ini banyak yang menjalin kerja sama dengan perusahaan saya. Ada yang tulus, ada yang modus. Dari sanalah akhirnya saya tidak pernah mengungkap identitas diri untuk diam-diam memperhatikan. Setelah ini, saya jadi tahu siapa yang tidak tulus dan hanya bermain-main saja. Dan saya akan segera memutus kontrak mitra bisnis dengan beberapa perusahaan yang sama sekali tidak kompeten bagi saya!"
Satya bisa mendengar kalimat yang diucapkan mantan istrinya itu melalui berita. Meskipun diulang berkali-kali pun hasilnya tidak akan berubah. Satya tidak sedang bermimpi. Pimpinan Glory Garment benar-benar adalah Berlian. Mantan istri yang selama ini ia sia-siakan.
"Jadi, selama ini dia berpura-pura?" gumam Satya dalam hati.
Tiba-tiba ponsel Satya berdering. Mengalihkan berita tentang Berlian. Satya melihat layar ponsel, ada sekertarisnya yang sedang menelpon. Satya pun menggeser kursor berwarna hijau dan menempelkannya di telinga.
"Ada apa?!" tanya Satya dengan mood yang jelek menerima panggilan dari sekertaris di akhir pekan.
"Pak, ada masalah pada divisi Purchasing, Pak! Mereka bilang stok barang untuk melakukan produksi sudah habis. Mereka butuh dana, Pak. Kalau mereka masih belum saja mendapat dana untuk berbelanja, kita tidak bisa melakukan produksi bulan ini, Pak," jelas sekertarisnya.
Satya pun melebarkan kedua mata terkejut. Jika tidak ada produksi di bulan ini, maka ia tidak akan menerima laba di bulan depan. Satya pun hanya terdiam membeku dan bingung mau menjawab apa?
"Pak Satya? Pak?!" panggil sekertarisnya lagi.
"Tetap lakukan produksi dengan bahan seadanya!"
"Tapi, Pak—"
Satya segera memutus panggilan begitu saja. Bahkan ia sendiri tidak tahu harus berbuat apa? Satya juga jadi sangat panik.
Selama ini, perusahaannya bisa berjalan karena bantuan dari perusahaan Glory Garment. Awalnya, ia sendiri bahkan tidak tahu kenapa Glory Garment mendadak mengambil semua saham tanpa tersisa.
Tapi sekarang ia baru mengerti. Ternyata pimpinan Glory Garment adalah mantan istrinya sendiri. Jadi, apa yang harus ia lakukan sekarang?! Satya berpikir dengan serius sampai tidak sadar kalau ia berkeringat dingin.
Tiba-tiba Satya merasa kepalanya ditimpuk bantal dari arah belakang. Membuatnya terkejut bukan main. Satya segera menolehkan kepala melihat ke arah belakang dan di sana ada Chika, istrinya sekarang.
"Aduh! Kenapa sih, kamu ini?! Kenapa tiba-tiba memukulku dengan bantal?!" seru Satya.
"Apa kamu tidak dengar?! Dari tadi Arya menangis di dalam kamar!"
Karena terlalu fokus pada masalah dan berita tentang Berlian, Satya sampai tidak tahu kalau bayinya menangis di dalam kamar. Sekarang barulah terdengar karena panggilan Chika.
"Tunggu apa lagi?! Cepat tolong!" pinta Chika sembari memperhatikan bayangan wajah di cermin kecil yang ada di tangannya.
Satya pun menghela nafas berat berdiri dan akan pergi ke kamar. Namun, sekian detik ia terhenti melihat dandanan istrinya yang cukup glamour itu. Membuatnya menautkan kedua alis heran.
"Kamu mau ke mana?" tanya Satya pada Chika.
"Kamu lupa, ya?! Kemarin aku, kan bilang untuk mengikuti undangan pesta makan malam di restoran dengan teman-temanku."
"Jadi, siapa yang menjaga Arya?"
"Siapa lagi? Tentu saja kamu! Ini, kan hari Sabtu! Kamu libur dan tentu saja urusan anak menjadi urusanmu!" ujar Chika. "Oh iya! Mana janjimu untuk memberiku uang?"
"Bukannya kemarin kamu sudah menerimanya?!"
"Kemarin untuk beli tas baru! Sekarang aku butuh untuk membayar makan malam di restoran bintang lima ini!"
"Bukankah katamu kamu diundang? Kenapa kamu butuh uang untuk sebuah undangan makan malam?"
"Untuk menjaga popularitas! Kalau aku jelaskan mana kamu tahu?! Ah ...! Sudahlah! Aku buru-buru tidak ada waktu lagi!"
Chika segera mengambil dompet Satya yang juga ada di atas meja. Ia mengeluarkan kartu kredit Satya dari sana. Membuat Satya terhenyak bukan main.
"Sayang! Apa yang kamu lakukan?!" tanya Satya pada istrinya yang mengambil kartu kreditnya begitu saja.
"Bukankah tadi sudah aku bilang aku minta uang! Aku, kan istrimu! Kamu harus bertanggung jawab penuh untukku!"
Setelah berhasil mengambil kartu kredit Satya, Chika langsung berbalik menjauh dan menuju pintu keluar. Satya bisa apa lagi? Ia hanya pasrah sembari melihat istrinya yang semakin menjauh.
"Sayang! Jangan terlalu banyak menggunakan kartu kreditnya! Limitnya sudah mau habis!" seru Satya pada Chika yang sudah ada di luar rumah.
Namun, Chika sama sekali tidak menghiraukannya. Sedangkan tangisan Arya, bayi mereka semakin kencang. Satya pun berlari ke arah kamar dan segera menolong bayinya.
***
"Hai! Maaf, aku terlambat!" sapa Chika pada teman-temannya yang sudah duduk rapi di deretan meja pandang pada sebuah restoran mewah.
"Chika! Aku pikir kamu tidak datang?!" tanya salah seorang temannya.
"Mana mungkin?" jawab Chika yang ikut duduk dengan meletakkan tasnya di atas meja panjang bersama teman-temannya.
"Wah! Tasmu baru lagi, ya?!" Teman yang lain ikut bertanya.
"Hm ... mm!" Chika menganggukkan kepala dua kali dengan tersenyum bangga.
"Bukankah itu tas model terbaru yang harganya sangat mahal? Kamu sudah membelinya?!"
"Tentu saja. Begitu aku meminta pada suamiku, dia sudah pasti akan langsung membelikannya."
"Wah, beruntung sekali kamu, Chik. Suamimu sepertinya sangat mencintaimu?"
"Bukan sepertinya. Dia memang sangat mencintaiku. Bahkan, dia dengan sukarela ingin menjaga bayi kami malam ini," ujar Chika dengan ekspresi yang sama.
"Kamu selalu membuat kita iri saja," ujar temannya lagi.
"Tunggu! Sampai aku membuat kalian lebih iri lagi," kata Chika yang kemudian berdiri dengan senyuman menyeringai.
Teman-teman dekatnya bingung melihat Chika yang tiba-tiba berdiri itu. Ia nampak ingin mengumumkan sesuatu. Chika menggentingkan gelas dengan garpu beberapa kali. Membuat semua orang yang ada di sana melihat ke arahnya.
"Permisi, teman-teman semuanya! Silahkan makan sepuasnya di restoran ini. Jangan khawatir soal biaya. Aku akan mentraktir kalian semua!" ujar Chika dengan senyum penuh bangga.
Sontak, semua para undangan pun bertepuk tangan. Mereka memberikan sorak sorai meriah atas kebaikan hati Chika yang sebenarnya terselubung kesombongan dan rasa pamer di sana. Sedangkan teman-teman Chika pun melebarkan mata mendengar pernyataan Chika yang cukup berani itu. Chika kembali duduk dengan membenarkan rambutnya.
"Chik! Kamu yakin mau mentraktir kita semua di sini?"
"Tentu saja! Memangnya kenapa? Bukankah aku selalu melakukannya?"
"Tapi restoran ini berbeda dengan restoran-restoran sebelumnya. Di sini sangat mahal! Bahkan ada beberapa orang yang aku tidak kenal juga hadir di sini karena undangan makan malam ini. Sepertinya dia juga dari kalangan bangsawan."
"Tenang saja ...." Chika mengibaskan tangan. "Aku sudah membawa kartu kredit suamiku. Hari ini kita benar-benar bebas," kata Chika dengan santai.
"Wah, lihatlah! Gayamu sekarang bahkan mengalahkan pimpinan perusahaan saja?" ujar temannya.
"Benar! Apa jangan-jangan kamu mau mengungguli CEO Glory Garment yang akhir-akhir ini sedang diberitakan di media sosial itu?" Teman yang lain ikut menimpali.
"CEO Glory Garment?" ulang Chika sembari menautkan kedua alisnya.
"Iya! Apa kamu tidak melihat beritanya? CEO Glory Garment yang selama ini misterius, akhirnya menunjukkan dirinya. Ternyata dia perempuan."
"Aku tahu dari dulu kalau dia perempuan. Karena dari dulu dia adalah investor utama di perusahaan suamiku," jawab Chika.
"Benarkah?! Perusahaan suamimu pasti sangat maju. Karena Glory Garment adalah perusahaan desain top nomor satu!" seru temannya lagi. Chika hanya mengangkat pundak menerima pujian kebanggan tersebut.
"Eh! Ngomong-ngomong, apa kamu sudah pernah bertemu dengan CEO Glory Garment itu?"
"Belum, sih. Tapi aku yakin dia adalah seorang perempuan yang tidak modis. Bukankah menurutmu dia akan menghabiskan waktu dengan hanya bekerja? Pasti sangat stres dan tidak terawat?" ujar Chika terbahak sendiri. Karena membayangkan bagaimana wajah perempuan yang hanya suka bekerja.
"Hei! Jangan begitu! Aku melihat kalau dia sangat cantik, kok. Dandanannya juga terlihat elegan dan mewah. Cara bicaranya juga anggun," sanggah salah satu teman Chika. Chika pun jadi berpikir sejenak.
"Jadi, pimpinan perusahaan Glory Garment sudah menunjukkan siapa dirinya di depan umum? Sayang dia wanita. Kalau dia laki-laki, pasti akan menjadi targetku!" gumam Chika dalam hati.
"Benarkah? Aku bahkan belum melihatnya," kata Chika tidak memiliki ide sama sekali.
"Tadi dia muncul lagi di berita! Aku akan menunjukkannya padamu!"
Teman Chika mengusap layar ponsel untuk membukanya. Setelah itu ia mencari beritanya. Namun, belum sempat ia menunjukkan beritanya pada Chika, ia terhenti mengusap layar ponsel karena melihat seorang perempuan yang tiba-tiba datang dari arah belakang. Teman Chika sempat menganga.
"Di ... dia datang ...," kata teman Chika. "CEO Glory Garment ... datang," lanjutnya yang terbata setengah tercengang.
Chika yang penasaran pun menolehkan kepala ke arah belakang. Begitu menoleh ke arah belakang, betapa terkejutnya ia. Ia sampai refleks mengangakan mulutnya lebar-lebar.
Chika mengenal perempuan itu. Sekitar satu tahun tahun yang lalu. Bukankah dia, Berlian? Mantan istri dari suaminya, Satya?!