Berlian dan Agam turun dari mobil. Mereka baru pulang dari bioskop. Setelah selesai menonton berdua, Agam mengantarkan Berlian pulang ke rumahnya.
"Terima kasih, sudah mengajakku menonton dan menemaniku hari ini," kata Berlian pada Agam yang berdiri di depannya.
"Kenapa kamu berterima kasih padaku? Aku juga menikmati filmnya," sanggah Agam. Berlian hanya tersenyum mendengar jawaban Agam.
"Terima kasih sudah membuat film dari sepuluh tahun lalu, bisa diputar lagi malam ini," kata Berlian lagi dengan menahan senyum. Agam pun terhenyak mendengar pernyataan Berlian. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, cepat.
"A ... apa yang kamu bilang? Aku—"
"Terima kasih juga dengan popcorn yang asli dari kantin fakultas kampus kita," potong Berlian. Membuat Agam kembali tercekat.
Agam awalnya masih terdiam dan hanya mengerjapkan kedua mata. Namun, sekian detik berlalu ia pun juga tersenyum malu sembari menggaruk kepala bagian belakangnya. Berlian juga ikut tersenyum melihat ekspresi Agam.
"Wah, aku sudah tertangkap basah sepertinya? Kenapa kamu bisa tahu? Padahal aku sudah mengaturnya supaya terlihat seperti bioskop normal?" ungkap Agam.
"Aku mendengar dua perempuan yang berbicara di belakangku tadi," jawab Berlian lagi. "Tapi, bagaimana kamu melakukannya? Apa kamu mendatangkan ibu kantin dari fakultas kita dulu?" tanya Berlian lagi. Agam tertawa kecil mendengarnya.
"Ya. Aku memang mendatangi kampus kita dan meminta bantuan pada penjual popcorn untuk membuatnya dalam jumlah banyak," jelas Agam. Berlian terharu mendengarnya.
"Aku sama sekali tidak menyangka kalau kamu akan melakukannya," ujar Berlian lagi. Agam hanya membalas dengan tersenyum salah tingkah.
"Apa kamu cukup senang? Aku melakukannya untukmu," ujar Agam masih dengan salah tingkah. Berlian sekali lagi memberikan tatapan harunya.
"Kenapa kamu melakukan itu semua untukku?"
"Aku hanya mencemaskanmu. Aku pikir, pertemuanmu dengan mantan suamimu dan istri barunya bisa mengingatkanmu dengan masa lalu yang menyakitkan. Jadi, aku hanya ingin membantumu untuk melupakan hal buruk tentang itu, dan menggantinya dengan hal baik. Sehingga aku mencoba mengingatkan hal-hal baik saat kita masih menjadi mahasiswa dulu," ujar Agam. Berlian masih diam mendengarkan.
"Aku tidak yakin, itu berhasil atau tidak?" kata Agam lagi yang mengembalikan fokus Berlian. "Tapi semoga berhasil. Ada banyak hal dan kenangan yang menyenangkan saat kita masih kuliah dulu," tambahnya. Berlian tersenyum terharu mendengarnya.
"Terima kasih. Terima kasih banyak," jawab Berlian dengan masih memasang senyum harunya.
Agam bisa melihat ekspresi trenyuh Berlian. Ia juga merasa lega, karena rencananya berhasil. Ketika ia bisa melihat senyum bahagia Berlian terpancar dari wajahnya, ia harap usahanya berhasil.
Sebenarnya, Agam ingin mengambil sebuah peluang untuk menyatakan cintanya pada Berlian hari ini. Ia sudah menyimpan box ring di dalam sakunya. Box ring tersebut berisi cincin yang ingin Agam berikan pada Berlian sejak pertemuan mereka di reuni waktu itu.
Agam sekalian ingin mengaku jika dari sepuluh tahun sejak pertemanan mereka, ia sudah menyukai Berlian. Agam rasa sekaranglah waktunya. Ia mengambil box ring dari dalam sakunya.
"Kamu, benar-benar teman terbaik yang aku miliki selama ini, Gam," kata Berlian tiba-tiba.
Mendengar pernyataan Berlian baru saja, membuat Agam terhenti ketika ia akan mengambil cincinnya. Agam melihat ke arah Berlian yang masih memberikan senyuman yang sama. Sekian detik kemudian, Agam pun membalas senyum Berlian dan kembali melepaskan box ring yang akan ia tarik keluar dari sakunya.
"Kamu tidak perlu mengatakan terima kasih sebanyak itu. Aku sendiri juga menikmati menonton bioskop itu, kok," jawab Agam. Berlian kembali menanggapinya dengan tersenyum.
"Ya sudah, ini sudah sangat malam. Aku lelah dan ingin beristirahat," kata Berlian.
"Ya. Masuklah dan aku akan pergi setelah kamu masuk," ujar Agam.
Berlian sekali lagi melayangkan senyum pada Agam. Ia berbalik dan masuk ke dalam rumah. Begitu Berlian masuk, Agam hanya bisa menghela nafas beratnya.
"Teman yang baik," gumam Agam berbicara sendiri dengan kecewa.
Agam pun ikut membalikkan badannya yang lemas. Ia berjalan memasuki mobilnya. Dari dalam rumah, Berlian mengintip Agam yang masuk ke dalam mobil dari jendela rumahnya. Ia juga melihat sampai mobil Agam melaju pergi menjauhi rumahnya.
Ketika mobil Agam sudah tidak terlihat lagi, Berlian menjauh dari jendela. Ia nampak terdiam merenung sesaat. Sekian detik kemudian, ia tersenyum tersipu sendirian.
***
Berlian menatap langit-langit kamarnya. Sejak satu jam yang lalu, ia terus mengerjapkan kedua mata dan sama sekali belum mengantuk. Namun, malam ini tidak seperti malam-malam biasanya yang terasa hening dan mencekam. Malam ini, terasa sangat tenang dan damai.
"Ada banyak hal dan kenangan yang menyenangkan saat kita masih kuliah dulu."
Terlintas kalimat Agam yang diucapkan padanya tadi. Entah kenapa, kalimat Agam terus berputar-putar di kepala Berlian saat ini? Membuat Berlian tidak bisa berhenti memikirkannya.
Berlian sangat sependapat dengan kalimat Agam. Banyak sekali kenangan menyenangkan dan seru saat ia kuliah dulu. Berlian ingat, ketika ia dan Agam bolos kuliah hanya karena menonton film tadi.
Berlian juga jadi teringat saat ia telat masuk kuliah dan dosen tidak mengijinkannya masuk. Waktu itu, Agam yang sudah ada di dalam, ikut keluar untuk menemaninya. Setelah itu, mereka berdua justru menghabiskan banyak popcorn di kantin.
Berlian tiba-tiba jadi tertawa sendiri. Memorinya kini penuh dengan hal-hal yang mengasyikkan dan membuatnya betah untuk terus mengingatnya. Ia bahkan tidak ingat kapan ia tertawa lepas seperti ini.
Selama ini, Berlian hanya diselimuti oleh memori buruk yang diberikan oleh Satya. Bahkan, setiap malam ia kesusahan tidur dan terus bermimpi buruk. Ternyata hanya dengan hal kecil seperti ini, sudah sangat membantu untuk melupakan memori buruknya.
Tiba-tiba, ponsel Berlian memberikan notifikasi pesan. Berlian pun mengambil ponselnya dan segera melihatnya. Ada pesan dari Agam. Berlian pun langsung antusias dan ia bangun, duduk untuk membacanya.
[Apa kamu sudah tidur? Kalau sudah tidur, abaikan pesanku dan tidurlah dengan nyenyak]
Begitu pesan yang dibaca Berlian. Berlian tidak sadar membaca pesan itu dengan tersenyum-senyum sendiri. Ia lalu menghubungi Agam karena tiba-tiba ingin mendengar suaranya.
"Halo? Kamu belum tidur rupanya?" Suara Agam langsung terdengar begitu ponselnya tersambung.
"Belum. Aku tidak bisa tidur," jawab Berlian.
"Tidak bisa tidur?! Padahal aku pikir tadi caraku berhasil."
"Memang berhasil."
"Lalu, kenapa kamu tidak bisa tidur?"
"Aku tidak bisa tidur karena justru banyak mengingat kenangan seru saat kita kuliah dulu," jawab Berlian.
"Benarkah?" tanya Agam setelah sekian detik.
"Ya. Aku bahkan ingat saat kamu keluar kelas menemaniku waktu aku telat masuk kelas." Mereka lalu tertawa bersama sebentar.
"Syukurlah. Aku senang mendengarnya," kata Agam lagi.
"Gam, apa aku boleh minta tolong sekali lagi?"
"Tentu saja! Katakanlah!"
"Lain kali kalau ada waktu, apa kamu bisa mengajakku ke kampus kita dulu?"
"Kenapa tiba-tiba?"
"Aku merindukan masa-masa kuliah dulu. Karena masa itu, bagiku semuanya adalah masa indah. Masa-masa di mana aku belum bertemu dengan Satya," ungkap Berlian. Agam pun terdiam dan butuh sekian detik untuk menanggapi.
"Tentu saja! Kita akan mencari waktu luang bersama untuk ke kampus kita dulu. Sekarang sudah malam. Istirahatlah, aku akan menutup panggilannya," ujar Agam.
Berlian lalu menjauhkan ponsel dari telinga. Panggilan pun terputus. Berlian memandangi layar ponsel yang sudah padam sembari tersenyum-senyum sendiri.
Kalau dipikir-pikir dari dulu banyak hal yang dilakukan Agam untuk membantu dan menolong Berlian. Sejak masa kuliah sampai sekarang pun, Agam terus saja membantunya. Membuat Berlian tersenyum terharu merasakannya.
"Menurutku, laki-laki itu pasti menyukai teman perempuannya itu! Kalau tidak, mana mungkin dia melakukan upaya sampai seperti ini?"
Tiba-tiba Berlian teringat kalimat dari perempuan yang ada di belakangnya saat di bioskop tadi. Membuat Berlian berpikir.
"Apa benar, Agam menyukaiku?" gumam Berlian berbicara sendiri.