Bab 1. Berlian yang Malang

1322 Kata
"Lebih kencang, Sayang! Lebih kencang!" Terdengar suara perempuan mengerang dari dalam kamar Berlian dan suaminya. Berlian yang baru pulang dari pasar itu, merasa jantungnya berhenti sekian detik ketika mendengar suara berisik yang tidak biasa dari dalam kamarnya. Suara dari sepasang laki-laki dan perempuan yang saling berdesis dan mengadu nafas dengan sangat kencang. Karena rasa penasarannya yang tinggi, Berlian semakin mendekat dan mengintip ke arah dalam kamar. "Sabar, Sayang! Aku ingin menikmati kebersamaan kita hari ini! Kita pelan-pelan saja. Sambil aku memandangi wajahmu yang sangat cantik sekali hari ini." Berlian mencengkeram tangannya melihat adegan dewasa yang terjadi di kamarnya. Masalahnya, yang tengah melakukan adegan dewasa itu adalah suaminya dan seorang perempuan. Ia membelalakkan kedua mata melihat suaminya bergerak naik turun di atas perempuan yang tidak ia kenal. "Kamu sangat cantik hari ini." "Kamu juga sangat tampan." "Kamu benar-benar berbeda dengan istriku yang lusuh itu. Meski seharian di rumah, tapi dia tidak bisa berdandan secantik dirimu. Semua pekerjaannya di rumah juga tidak becus!" "Apa maksudmu pekerjaan? Memangnya berdiam diri di rumah bisa kamu sebut sebagai bekerja?" "Benar juga. Dia hanya mencuci piring, menyapu lantai dan membersihkan kamar mandi. Bahkan anak SD saja bisa melakukannya. Percuma aku menikah dengan perempuan lulusan terbaik dari perguruan tinggi terkenal. Pada akhirnya, dia juga tidak bisa membantu apa pun di perusahaan yang aku bangun sendiri." "Bagaimana denganku? Bukankah aku juga tidak membantu apa pun di perusahaanmu?" "Perempuan secantik dirimu tentu saja tidak boleh membantu! Justru seharusnya akulah yang harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhanmu." "Benarkah begitu? Aaaa...!" rintihan manja ikut terdengar dalam percakapan mereka saat bermain di atas ranjang. "Apa aku menyakitimu?" "Rasanya ... nikmat, Sayang," desis perempuan itu di telinga suami Berlian. "Sudah kuduga. Aku akan bermain pelan-pelan hari ini." "Dengan posisi seperti ini, apa aku masih terlihat cantik?" "Tentu saja! Kamu adalah perempuan tercantik yang pernah aku temui." "Tapi aku tidak percaya diri. Semua perawatan wajahku habis bulan ini. Aku takut apa aku masih bisa menemuimu dengan wajah cantik seperti ini lagi?" "Habis? Bukankah aku sudah mentransfer lima belas juta padamu kemarin?" Berlian yang masih mengintip dan mencuri dengar itu seolah merasa jantungnya terhantam sesuatu yang keras. Nafasnya mendadak tidak beraturan. Ia benar-benar sulit menerima kenyataan ini. Padahal setiap kali Satya bicara dengan Berlian, ia selalu mengeluh soal keuangan di perusahaan yang katanya berjalan tidak stabil. Selain itu, Satya sangat pelit pada Berlian. Bahkan, hanya untuk membelikan baju satu saja, Satya selalu menggunakan banyak alasan yang pada dasarnya memang tidak ingin membelikan baju untuk Berlian. "Kamu pikir uang lima belas juta cukup untuk model sepertiku?" Suara perempuan itu mengembalikan fokus Berlian di kamar mereka. "Baiklah ... baiklah. Jangan marah lagi. Aku akan mentransfer dua kali lipat setelah kita selesai. Bagaimana?" "Kamu terbaik, Sayang! Sekarang cium aku!" Mereka kembali berciuman. Berlian meremas tangannya memperhatikan mereka. "Ciumanmu sangat nikmat hari ini!" "Tentu saja! Itu hadiah untukmu karena akan memberiku tiga puluh juta besok." "Aku bisa memberimu lebih. Investor Glory Garment selalu membantuku dalam masalah keuangan di perusahaan. Padahal aku sama sekali belum bertemu dengannya, tapi entah kenapa pemilik perusahaan Glory Garment yang sangat kaya itu sangat loyal pada perusahaanku." "Aku dengar dia seorang wanita? Apa jangan-jangan karena dia menyukaimu?" "Jangan bercanda! Aku bahkan belum tahu wajahnya. Meski dia menyukaiku, tapi tetap saja aku akan memilihmu. Kamu benar-benar sempurna di mataku!" ujar Satya penuh gairah. "Aaaak ...! Pelan-pelan Sayang! Kamu tahu kalau aku hamil anakmu, kan?!" "Ah! Maaf, aku terlalu bersemangat." Berlian memundurkan kakinya satu langkah begitu mendengar pernyataan suaminya. Dari semua percakapan menyakitkan yang ia dengar, inilah yang paling parah. Apa?! Perempuan itu bilang dia hamil?! Anak Satya?! "Apa kamu besok masih harus bekerja?" tanya Satya lagi pada selingkuhannya. "Apa maksudmu?! Dengan perut buncit ini mana bisa aku bekerja?! Gara-gara kamu, aku tidak bisa mencari uang sendiri." "Baiklah. Kalau begitu aku akan tambah sepuluh juta lagi ke rekeningmu." "Benarkah?! Kamu memang terbaik, Sayang! Kalau begitu, aku akan menciummu lagi." Mereka mulai saling memainkan bibir masing-masing. Berlian sudah tidak tahan lagi. Dengan kaki lemas, ia berjalan masuk ke dalam kamarnya. "Dasar b******k!" teriak Berlian memergoki suaminya. Membuat Satya dan perempuan itu terhenyak kaget. Mereka menghentikan ciuman mereka secara mendadak. Perempuan itu segera terbangun dan menutupi badan polosnya dengan selimut. "Ber ... Berlian?! Kenapa kamu sudah kembali?" "Jangan bicara padaku! Dasar laki-laki kejam! Ternyata seperti ini perlakuanmu padaku, hah?!" seru Berlian menahan luapan emosi yang membuncah dari dalam hatinya. "b******k! Suami tidak punya hati!" Berlian memaki Satya meluapkan kemarahannya. "Hei! Ada apa ini sebenarnya?!" Tiba-tiba, dari arah luar terdengar suara perempuan tengah baya yang juga muncul. Berlian menengok ke belakang dan melihat bahwa ada mertuanya yang datang. Berlian pun langsung berjalan cepat menuju ke arah mertuanya. "Mama ...! Ma! Lihat Mas Satya! Mas Satya sudah selingkuh dariku selama ini, Ma ...!" Berlian berbicara bercampur isak tangis. Sedangkan sang ibu mertua, nampak biasa saja. "Jadi akhirnya kamu tahu, juga?" Reaksi mertua yang sangat tidak wajar untuk didengar. Berlian merasa sedang tersambar petir tepat di badannya. "A ... apa?! Jadi Mama sudah tahu?!" "Berlian ... Berlian! Ya wajar saja kalau Satya menyukai perempuan lain! Lihatlah penampilanmu ini," ejek Mertua pada Berlian. "Ma, Mama juga perempuan dan seorang istri! Kenapa Mama justru seperti ini padaku!" "Sadarlah, Berlian. Selama ini kamu sangat membuat malu Mama! Semua teman Mama menantunya adalah seorang wanita karir. Sedangkan kamu? Seharian di rumah saja kamu tidak becus! Apalagi dengan penampilanmu yang tidak berdandan ini! Orang-orang akan mengira kamu pembantu di rumah ini." Mertua Berlian semakin menjadi. Berlian merasa semakin sesak mendengar olokannya. "Bagaimana aku bisa bekerja?! Setiap pagi aku harus memasak untuk kalian. Mencuci baju, mencuci piring, membersihkan toilet, bahkan setiap malam aku juga masih selalu membantu Mas Satya mengerjakan laporan keuangan sampai tidak tidur! Aku mana ada waktu untuk bekerja?!" "Halaaaah ...! Itu hanya alasan kamu saja! Banyak kok, wanita karir yang bisa bekerja. Lagi pula, kamu itu mandul, Berlian! Berani-beraninya kamu memutus rantai keturunan keluarga Pamungkas?" ujar mertuanya masih nampak santai. "Lihatlah, Chika ini! Dia cantik, seorang model dan dia juga bisa hamil anak Satya! Sudahlah, kalau kamu tidak kuat, pergilah belanja lagi. Mama malas berbicara denganmu yang sangat lemot!" tambah mertuanya lagi. Membuat Berlian semakin diliputi emosi yang tidak terkira. Selama ini ia terus berusaha mati-matian mengabdi pada keluarga ini dengan tulus, tapi apa balasannya?! Berlian pun segera mengambil barang-barang yang ada di meja rias dan melemparkan ke arah Satya. Membuat mertuanya terkejut dan berteriak memerintah Berlian untuk berhenti melakukannya. "Hentikan Berlian! Dasar menantu tidak tahu diri!" seru mertuanya. Namun, Berlian mengabaikannya dan tetap melempar barang-barang di meja rias itu. Salah satu lemparan Berlian mengenai perempuan selingkuhan Satya. "Aaauw!" "Chika?! Chika! Apa kamu tidak apa-apa?!" Satya segera melindungi perempuan itu. Perempuan itu memegang lengan Satya bersembunyi dengan ekspresi manja. Satya lalu langsung menoleh ke arah Berlian. "Hei! Apa yang kamu lakukan?! Kamu menyakiti Chika!" bentak Satya pada istrinya. Berlian tercekat tidak habis pikir dan kesulitan menggerakkan lidahnya. Satya benar-benar laki-laki jahat. Satya lalu turun dari ranjang dan berjalan mendekati Berlian. "Lihat! Bagaimana kalau terjadi apa-apa pada anakku?" kata Satya pada Berlian ketika sudah berada di depannya. "Mas ...! Selama ini aku selalu mengalah padamu. Selalu menuruti semua perintahmu. Tapi ini balasanmu untukku?!" "Sudahlah ... semua sudah terjadi. Lupakan saja. Aku memiliki alasan yang kuat untuk melakukan ini. Kamu tidak bisa hamil. Sedangkan Chika bisa mengandung anakku. Lagi pula apa kamu tidak sadar?! Kamu sama sekali sudah tidak menarik lagi! Bahkan pengangguran saja tidak akan mau bersanding denganmu! Lihatlah dirimu, lusuh begini! Aku tidak suka rambutmu, pakaianmu dan semua yang ada di dirimu! Aku benar-benar muak padamu!" Berlian semakin tidak habis pikir. Jantungnya berdegup degup amat kencang seolah mau pecah saja menahan amarahnya. Sedangkan Satya kembali ke ranjang untuk menolong Chika. Melihatnya Berlian justru semakin tidak bisa menahan amarahnya. "Satya benar, Berlian. Berpikirlah yang rasional!" tambah mertuanya. "Kalian ... manusia kejam tidak berguna ...!" jerit Berlian meluapkan seluruh tenaga yang berselaput emosi. "Mas! Aku tidak tahan lagi! Aku ingin bercerai darimu!" teriak Berlian. "Cabut kata-katamu! Akulah yang ingin bercerai darimu!" bentak Satya justru lebih keras dari suara Berlian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN