PART. 1 AKAD NIKAH
"Saya terima nikah, dan kawinnya Arini Artaputri binti Artaputra Wicaksana dengan mas kawin tersebut tunai!"
Lantang, dan tegas dalam satu tarikan nafas, Abi melafalkan ijab kabulnya.
"Bagaimana saksi, apakah sah?"
"Sah!"
"Bagaimana, apakah sah?"
"Sah!"
Usai prosesi akad nikah, dan sebagainya, Arini merasakan kepalanya pusing, ia merasa semua terasa begitu tiba-tiba.
Terlalu tiba-tiba untuk mendapat gelar baru sebagai seorang istri.
Apa lagi dia harus menikah dengan seorang lelaki yang dulu mencintai ibunya.
Dia lelaki itu om Abi, atau lengkapnya Abimana Pratama.
Lelaki yang harus menikahinya, yang menurut opa Heru, dan oma Wina, kakek, dan nenek angkatnya, demi melindungi dirinya dari keluarga almarhum orang tuanya yang menikah tanpa persetujuan alias kawin lari.
Keluarga besar ibunya, dan keluarga besar ayahnya adalah musuh bebuyutan yang sudah berseteru empat generasi.
Menurut opa Heru, Kakeknya sudah bersumpah akan menghabisi kedua orang tuanya, dan keturunannya jika menemukan mereka.
Jika Arini menikah dengan Abi, maka Arini akan aman, karena keluarga Abi adalah keluarga yang sangat disegani oleh keluarga kedua orang tuanya.
Walaupun opa Heru berharap, Arini tidak akan pernah bertemu dengan keluarga kedua orang tuanya.
Arini memijit kepala, matanya berkunang-kunang, setelahnya Arini tidak ingat apa-apa lagi. Arini pingsan.
***
Abi menatap Arini yang belum sadar dari pingsannya. Wajah Airin, ibu Arini, tercetak nyata di wajah Arini, wajah cinta masa remaja Abi. Wajah Airin yang sempat dilihatnya berlumuran darah, enam tahun lalu.
Flashback
Abi bergegas masuk ke ruang UGD, karena mendapat kabar Anggrek, keponakannya kecelakaan.
"Kamu apa-apaan, sok-sokan naik motor segala!"Omelnya pada Anggrek yang baru berusia dua belas tahun.
"Aduh om, aku sakit gini malah diomelin sih!" Rungut Anggrek, dengan wajah cemberut.
"Mending Om yang ngomel, dari pada mamahmu," jawab Abi.
"Jangan kasih tau mamah, dan papah ya, Om," mohon Anggrek memelas.
"Meski tidak, Om beri tahu, nanti Mamahmu, pasti tahu juga, kalau mereka kembali dari Australia," jawab Abi.
"Om, please.... "rengek Anggrek memohon.
"Om mau membereskan administrasi dulu, kamu bisa langsung pulang kata dokter. Pak Hasan bawa Anggrek pulang ya, nanti saya kembali ke kantor pakai taksi saja, " kata Abi pada Anggrek, dan Pak Hasan supirnya, sambil melangkah ke luar UGD.
Setelah menyelesaikan administrasi, Abi bermaksud kembali ke ruangan UGD, untuk melihat apakah Anggrek sudah pulang, atau belum. Ternyata Anggrek sudah pulang. Abi berjalan ke luar dari ruangan UGD ketika seseorang memanggil namanya.
"Mas Abi! Abi, Mas Abi!"
Abi memutar tubuhnya, menatap tifak percaya, pada seseorang yang dulu sangat dikenalnya, sangat dicintainya, kini ada di hadapannya, dengan tubuh terbaring lemah dan wajah berdarah.
"Ai ... Ai ... Airin?" Desisnya tak percaya.
"Mas.... " Airin pingsan, Paramedis sedang menangani luka-luka di tubuhnya.
"Anda kenal Ai?" Tanya lelaki yang sejak tadi berada di sisi Airin.
"Yah, kami besar bersama," jawab Abi.
"Besar bersama? Kamu ... Kamu Abi ... Abimana Pratama, benarkah?" Tanya orang itu, dengan suara terbata-bata.
"Ya, saya Abimana Pratama. Bapak siapa ya?" Tanya Abi penasaran karena orang itu mengenalnya.
"Dulu kamu memanggil saya Om Heru. Saya Ayah Hendi, Hendi temanmu dari SD sampai SMA," jawab pria tua itu.
"Om Heru! Om bagaimana bisa Ai bersama Om?" Tanya Abi heran.
"Kamu pasti sudah tahu kalau Airin, dan Arta kawin lari kan? Om orang yang membantu pelarian mereka. Kamu tahukan, Hendi, dan Arta cukup dekat, meski Arta lebih tua dari kalian berdua."
"Jadi ... lalu di mana Arta Om?"
"Arta juga jadi korban kecelakaan ini, dia sudah lebih dulu tiba di sini, dia ... dia ... nyawanya tak tertolong Abi...." Heru tertunduk pilu.
"Arta ... meninggal?"
"Ya, Om berharap, Ai bisa bertahan demi anak mereka satu-satunya."
"Anak? Mereka punya anak?"
"Ya, seorang putri, usianya baru dua belas tahun."
"Lalu di mana anaknya?"
"Anaknya selamat, dan sekarang tengah bersama istri saya."
"Maaf Bapak berdua, apakah keluarga ibu Airin?"tanya seorang suster.
"Iya kami berdua," jawab pak Heru.
"Ibu Airin sudah sadar, dan beliau ingin bicara dengan kalian berdua," kata Suster.
Abi, dan Om Heru mengikuti suster.
"Ai.... " panggil Abi lirih.
"Mas Abi, Om Heru, di mana Arini, Om?"
"Arini, dia baik-baik saja, kamu jangan banyak pikiran Ai. Pulihkan dulu kesehatanmu demi Arini." Om Heru menatap wajah Airin yang tampak pucat.
Airin mengangguk.
"Mas Abi, ini pertemuan pertama kita setelah belasan tahun."
"Ya Ai ... belasan tahun," gumam Abi nyaris berbisik.
"Bolehkah aku meminta sesuatu padamu, Mas?" Airin menatap wajah Abi lekat.
"Katakanlah Ai, aku akan berusaha memenuhinya."
"Aku mohon, kalau terjadi sesuatu pada diriku, juga Mas Arta, berjanjilah kamu mau menjaga putriku, Mas. Karena hanya keluarga Pratama yang bisa melindungi keturunan kami, dari dendam, dan kebencian keluarga Wicaksana, dan keluarga Sanjaya. Aku mohon berjanjilah disaksikan, Om Heru," mohon Airin dengan mata yang sudah basah.
"Baiklah aku berjanji, " kepala Abi mengangguk pasti.
"Aku lega sekarang, seandainya Allah mengambil nyawaku sekarang, aku sudah ikhlas," ucap Airin lirih.
"Kamu akan baik-baik saja Ai." Om Heru berusaha membesarkan hati Airin.
"Tidak Om, aku tahu waktuku takkan lama, " jawab Airin.
"Ai, jangan bicara begitu," Abi menatap mata Airin. Airin tersenyum untuk Abi.
"Aku sudah tahu, kalau Mas Arta sudah pergi. Kalian jangan menutupi hal itu dariku," isak Airin.
Rasanya Abi tidak sanggup menghadapi situasi ini. Airin wanita yang paling dicintainya semenjak kanak-kanak, hingga remaja. Mereka tumbuh bersama besar bersama, sampai akhirnya Abi harus kuliah keluar negeri.
Beberapa bulan setelah Abi kuliah keluar negeri, komunikasi mereka terputus.
Saat orang tua Abi mengabarkan bahwa Airin kawin lari dengan Arta teman Abi sendiri. Itu sangat menyakitkan bagi Abi, sehingga ia tidak pernah pulang sampai menyelesaikan S2 nya.
"Mas Abi, Om Heru, aku mohon maafkan semua salahku, dan Mas Arta. Tolong jaga Arini dengan baik, selamatkan dia dari pertentangan dua keluarga," mohon Airin. Suaranya makin melemah.
"Ai ... bertahanlah Ai!" Abi menggenggam tangan Airin.
"Mamah!" Suara nyaring anak kecil mengagetkan mereka.
"Arini.... " Airin menggapaikan tangannya pada Arini. Arini berlari memeluk ibunya.
Abi terpana sesaat melihat Arini, ia seperti melihat Airin saat kecil. Tidak ada bedanya sama sekali.
"Arini, kalau mama tidak ada. Arini harus menurut sama Opa Heru, dan Oma wina ya. Juga menurut dengan Om Abi. Om Abi ini temen Mamah." Airin menunjuk ke arah Abi.
Arini mengangguk dengan air mata berlinang di pipinya.
"Om, Tante, dan Mas Abi, tolong jaga Arini," suara Airin terus melemah.
"Mas Arta, mungkin kita ditakdirkan untuk sehidup, dan semati. Tunggu aku menyusulmu Mas.... " Airin bergumam dengan suara yang mulai tidak jelas.
Om Heru menuntun Airin dengan membisikan dua kalimat syahadat di telinga Airin, diikuti Airin dengan suara terbata hingga berhenti tarikan nafasnya. Abi memanggil dokter, dokter memastikan Airin sudah pergi untuk selamanya.
Tangis Arini, dan tante Wina pecah tak tertahankan. Abi menyusut air mata yang menggantung di sudut matanya.
"Abi, tolong rahasiakan pertemuan ini dari keluargamu, biarkan tidak ada yang tahu akan keberadaan Arini," pinta Om Heru.
"Ya, Om," jawab Abi.
Arini akhirnya dimasukan di sekolah asrama putri sampai lulus SMA. Dan, sekarang atas nama untuk memenuhi janjinya pada Airin untuk menjaga Arini, Om Heru meminta Abi untuk menikahi Arini, agar Abi punya kekuatan hukum untuk melindungi Arini dari keluarga kedua orang tua Arini.
Jika Arini berstatus sebagai istrinya, maka mudah bagi Abi untuk mempertahankan Arini tetap di sisinya, jika suatu saat keluarga orang tuanya mengetahui keberadaannya.
Flasback end
BERSAMBUNG