Kekacauan Di Rumah Faiz

2329 Kata
Sangat tidak wajar jika kamu menilai betapa tidak beruntungnya kamu hanya karena gagal mendapatkan hal indah yang kamu inginkan tanpa melihat hal buruk yang tidak terjadi padamu. Bersikaplah adil bahkan untuk dirimu sendiri agar kamu dapat menerima segala bentuk takdir dengan senang hati. Andai saja kamu tahu bagaimana yang kuasa menangani segala urusan-urusanmu , hatimu pasti akan luluh karena begitu mencintainya. Kau hanya perlu berpikir positif karena sejatinya kau hanya sedang di jauhkan dari apa yang sejatinya menyakiti mu. Sabarlah. Badai pasti berlalu. Yasmin masih terduduk di antara doanya, permadani itu masih terbentang indah di depannya, tubuhnya masih terbalut kain putih dan nafasnya masih melirihkan doa untuk satu nama yang sama, Faiz. Yasmin menggigit jari telunjuknya dengan mengepalkan telapak tangannya. Menggigitnya dengan sangat kuat untuk menghalau rasa rindu yang ternyata semakin meracuni hati dan pikiran Yasmin. Bukan rindu atas sosok Faiz yang kini sudah berstatus mantan suaminya melainkan rindu pada bayi laki-laki yang belum sempat dia beri nama namun sudah terpisah dari dirinya. Isak tangis itu tidak juga pecah dari rongga mulut dan bibirnya namun jutaan air mata jatuh tanpa bisa dia artikan untuk apa air itu jatuh jika bibirnya terus mengucap kata ikhlas. Nafasnya mulai tersendat, suaranya mulai menghilang di kegelapan malam tubuh-nya mulai roboh tergantikan sujud namun lukanya tak lekang membaik setelah begitu banyak doa yang dia langit kan pada sang pencipta. "Ya Robby. Kurang ikhlas kah hati ini menerima ujian takdir yang kau beri. Sungguh Aku tidak ingin mengeluh, hanya saja rasanya aku tak kuat lagi. Bukan karena aku pasrah tapi aku hanya ingin berserah. I-ya aku lelah." Bisik Yasmin di kegelapan malam. Ini sudah hari ke lima sejak Yasmin dipisahkan dari putranya. Dia masih belum suci dan masih belum bisa mendirikan sholat, tapi nyaris setiap hembusan nafasnya dia melirihkan doa untuk dua orang yang membuat hatinya dilema karena merindu. Dadanya kembali basah karena air susunya yang berlimpah dan tumpah meski berkali-kali Yasmin memompa dan menampungnya. Sungguh sangat disayangkan jika putranya gagal mendapatkan sumber sari pati dari dalam tubuhnya. Saat sebagian wanita mengharapkan air s**u yang berlimpah , Yasmin justru kesulitan menenangkan hormon itu. "Yasmin. Kau masih belum tidur? Kenapa kau hanya berdiam diri di sana? Ini sudah larut Nak, istirahatlah!" Suara Ambu menyapa Yasmin dari arah belakang punggung Yasmin saat wanita paruh baya itu membuka pintu kamar Yasmin untuk melihat kondisi Yasmin yang belakangan ini terlihat tidak baik-baik saja. "Yasmin tadi sempat terlelap Ambu, tapi Yasmin kembali terjaga karena desakkan dari buah d**a Yasmin!" Jawab Yasmin karena sebelumnya dia memang sempat terlelap di atas permadani itu saat duduk bersimpuh dengan ribuan doa namun lelapnya terusik karena suara tangis bayi laki-laki dalam imajinasi Yasmin. "Apa kau lupa memompanya?" Tanya Ambu saat menekan saklar lampu utama kamar itu di dinding sebelah pintu, dan iya , Ambu langsung melihat jika d**a Yasmin sudah kembali basah. "Sudah Ambu, tapi ini justru semakin menderas!" Jawab Yasmin apa adanya dan Ambu hanya kembali mengangguk. Keluar sebentar untuk mengambil satu botol khusus juga alat pompa asi agar rasa sesak di d**a Yasmin bisa lebih ringan dan Yasmin bisa mendapatkan tidurnya, padahal sebenarnya bukan itu yang membuat Yasmin kesulitan untuk mendapatkan lelapnya. Dia adalah seorang ibu yang baru dipisahkan dari bayinya, dia masih di derasa rasa kehilangan namun seolah bibirnya tak lagi mampu mengadu. Yasmin memang selemah itu, hanya karena rasa cintanya yang begitu besar dan tulus pada sosok Faiz, dia membiarkan jiwanya tersakiti dengan segala keegoisan laki-laki itu. Laki-laki yang bahkan melirik dan menatapnya saja dia tidak pernah sudi, lalu kenapa Yasmin tetap melangit kan doa untuk laki-laki itu? Iya, doa itu bukan untuk dirinya, tapi untuk putrinya, juga putranya. Yasmin kembali menggigit ujung jarinya sambil mengepalkan tangannya, kemudian menyebut nama laki-laki itu berkali-kali berharap Yasmin akan bisa menghapus nama itu karena rasa sakit di ujung jarinya setiap kali dia mengingat nama itu. Yasmin ingin melepasnya, benar-benar melepas semua tentangnya tapi bagaimana dengan Naima, bagaimana dengan putranya? Tentu saja Yasmin tidak bisa melepaskan diri dari dua orang itu seperti cara Faiz yang tidak akan pernah bisa melepas Naima darinya karena Naima adalah nasabnya, dan sampai kapanpun Faiz bertanggung jawab atas Naima, meskipun sampai detik ini Faiz juga tetap menolak untuk melakukan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah itu pada Naima, hanya karena Naima tercipta dan terlahir di luar kehendaknya. "Ini Nak. Lakukanlah. Jangan membuang percuma seperti ini. Ada banyak anak yang membutuhkannya dan jika putramu tidak bisa menikmatinya, setidaknya ada anak lain yang bisa kau bantu dengan air susumu." Ucap Ambu saat menyerahkan perlengkapan untuk mengeluarkan air s**u Yasmin dan Yasmin langsung mengagguk lemah meskipun Ambu juga melihat wajah sembab dan basah Yasmin, namun Ambu pilih diam meskipun sebenarnya Ambu juga merasakan duka yang sama seperti apa yang Yasmin rasakan. "Tegar lah Nak, walaupun perih. Perjalanan takdir memang kadang terasa kejam. Ambu tau kau belum terlalu sembuh, kau masih rapuh, lukamu belum mengering, tapi kau hanya sedang berpura-pura kuat dan tegas meskipun Ambu juga tau, senyummu hanya untuk menutup lukamu, Nak. Ambu tau itu tapi Ambu tidak ingin menyalahkan mu." Batin Ambu Fatimah saat menatap Yasmin yang sedang memompa air susunya dengan Yasmin yang sesekali membagi senyum padanya , senyum yang bahkan membuat seorang Ambu Fatimah tetap terluka dengan kesabaran wanita itu. *** Oeek,,,, oeek,,,, oeek Bayi laki-laki yang kemarin di beri nama King Faaz itu sudah menangis sedari tadi sore. Sudah di beri s**u, sudah di gendong, di ayun, di timang, di bacakan doa dan ayat-ayat suci tapi sampai saat ini bayi itu masih juga belum bisa ditenangkan. Baby sitter Sri benar-benar sudah kewalahan menenangkan tangisnya, bibirnya bahkan sudah membiru karena lamanya menangis. Lia Dharma dari kemarin harus menginap karena sampai detik ini putri menantunya tak kunjung pulang. Kali ini Lily yang bergantian menggendong bayi laki-laki itu, mendekapnya di dadanya lalu menggoyangkan tubuhnya berharap dia akan bisa menenangkan bayi itu namun naaz, tangis itu semakin terdengar menjerit seolah ada yang sengaja mencubit sang bayi. Jam sudah menunjukan angka dua belas malam, tapi seisi rumah itu masih terjaga karena tangis King Faaz, putra Faiz Al-Ghazali dan Lily Putri Anastasia yang terlahir dari rahim seorang Yasmin Ishaq. "Sebenarnya kemana Yasmin pergi. Entah kenapa Mama tidak percaya jika Yasmin meninggalkan anaknya begitu saja. Dan Naima,,, Naima nya Mama bagaimana?" Ucap Lia Dharma sambil menumpu kepalanya dengan sebelah tangannya saat lagi-lagi pikirannya justru tertuju pada Naima dan Yasmin. "Mama. Stop membahas wanita itu. Faiz mulai muak sekarang." Tolak Faiz saat lagi-lagi ibunya menanyakan keberadaan Yasmin dan Naima, cucunya. "Bagaimana Mama tidak akan membahasnya Faiz, dia membawa cucu Mama, cucu perempuan Mama dan,,," "Dia yang memutuskan untuk pergi. Dia yang memutuskan untuk kabur dan meninggalkan putra kami, dan,,," "Mas,,,!" Lirih Lily saat Faiz ingin mengatakan lebih tenang Yasmin karena sama seperti Lia Dharma, ibu mertuanya, sebenarnya Lily juga masih tidak percaya jika Yasmin tega melakukan ini pada mereka, kabur meninggalkan bayinya dengan membawa mobil dan beberapa berkas penting seperti yang Faiz katakan kemarin. Lily baru kembali dari pekerjaannya, dua hari lalu dan langsung di sambut dengan kabar duka jika Yasmin kabur meninggalkan bayi mereka, bayi yang juga akan menjadi anak Lily. Lily tidak tau apa alasan Yasmin melakukan itu, tapi yang pasti mereka saat ini benar-benar di buat kalang kabut. Lia Dharma yang terus membahas cucu perempuannya, dan King Faaz yang terus rewel, padahal sebelumnya, sebelum Lily kembali dari tugasnya, King Faaz cukup tenang di bawah pengawasan baby sitter Sri. "Kenapa kau tidak mencegahnya, Faiz. Kenapa kau membiarkan dia pergi." Lia Dharma mulai terisak tapi baby sitter Sri mencoba menenangkan paruh baya yang rambutnya sedikit memutih di balik jilbab yang biasa menutup kepalanya. "Faiz tidak tau jika dia akan membuat kekacauan seperti ini. Faiz tidak tau jika dia akan kabur dari rumah, dan apa Mama tau, Yasmin tak satupun meninggalkan barangnya di rumah ini kecuali ponselnya. Dan kali ini Faiz tau alasan kenapa dia tidak membawa ponselnya, agar kita tidak bisa menghubungi dia!" Jelas Faiz lagi seolah mengulang penjelasan dia yang kemarin saat ibunya, Lia Dharma mengunjungi rumahnya untuk melihat kedua cucunya saat Faiz sudah berhasil menyingkirkan parasit di rumahnya, Yasmin. "Faiz yakin jika dia sudah mempersiapkan semua ini jauh hari, karena saat kami sampai di rumah setelah kembali dari rumah sakit, semua pakaian Yasmin sudah tidak ada di lemarinya, dan Faiz yakin jika dia juga di bantu Ambu Fatimah untuk meloloskan aksi kaburnya ini, karena hal yang sama juga terjadi pada lemari Ambu Fatimah!" Jelas Faiz seolah ingin memutar balikkan fakta jika dia adalah orang di balik ketidak adaan Yasmin dan Naima di rumah ini. Baby sitter Sri dan beberapa asisten rumah tangga Faiz hanya diam karena sejatinya mereka memang tidak tau hal itu, hanya satu orang yang tau, dia adalah sopir yang mengantar Yasmin dan Ambu ke rumah barunya, dan sopir itu juga yang sebelumnya mengangkut semua barang milik Yasmin dan Ambu, namun sopir itu sangat patuh dengan ikut tutup mulut atas apa yang terjadi, seperti perintah majikannya, Faiz. Perlahan bayi laki-laki itu mulai tenang. Mungkin dia sudah lelah menangis dan akhirnya terlelap setelah hampir dua jam Lily menimang bayi itu dan Lily sampai harus tidur sambil duduk hanya untuk membuat bayi itu tenang seperti ini. Lia Dharma, juga semua asisten rumah tangga rumah besar itu akhirnya bisa tidur karena Faiz mengatakan jika putranya akan tidur di kamar dia dan baby sitter Sri juga langsung bisa bernafas lega dan kembali ke kamarnya di lantai bawah. Perlahan Faiz mengambil alih bayi laki-laki itu dari gendongan Lily, kemudian membaringkannya di box khusus bayi itu lalu mengangkat tubuh ramping Lily untuk dia bawa ke atas ranjangnya agar dia bisa mendapatkan istirahat yang lebih baik, kemudian Faiz menyusul Lily dari lelapnya dengan memeluk wanita itu dari arah belakang dengan penuh kerinduan, rindu untuk di tuntaskan namun dua hari ini rasa itu di halangi karena tangis putra mereka. Baru saja Faiz akan mendapatkan lelapnya saat tiba-tiba dia kembali tersentak karena suara nyaring dari tangis putranya. Oeeekk,,,Oeeekk,,,Oeeekk. Bayi laki-laki yang belum satu jam terlelap itu kembali terjaga dan langsung mengeluarkan suara nyaring dan melengking hingga Lily juga langsung terjaga dari lelapnya, tapi Faiz justru menutup telinganya dengan bantal karena ternyata dia benar-benar sangat mengantuk sekarang. Faiz pilih mengabaikannya sejenak tapi ternyata dia juga tidak tega membiarkan Lily menjaganya seperti ini karena itu artinya istirahat Lily akan kembali terganggu atau mungkin Lily tidak akan bisa tidur sepanjang malam seperti malam sebelumnya, dan jujur Faiz tidak tega. Di tempat lain. Yasmin kembali tersentak dari lelapnya, suara tangis bayi kembali memenuhi pikirannya dan pakaiannya sudah kembali basah. Ini sudah jam tiga dini hari , dan ini adalah kali ketiga Yasmin tersentak dari tidurnya karena suara tangis seorang bayi. Yasmin tau apa artinya ini, ini adalah ikatan batin ibu dan anaknya, tapi Yasmin hanya bisa menghela nafas karena ternyata dia tetap tidak bisa berbuat apa-apa saat rasa rindu, rasa khawatir, dan rasa tidak tenang itu menghampiri hatinya. Yasmin kembali menenangkan hatinya sendiri jika putranya pasti baik-baik. Keesokan harinya. "Mama." Suara lembut itu membangunkan lelap Yasmin yang sedari semalam kesulitan mendapatkan tidurnya lagi setelah terjaga dini hari tadi, dan entah jam berapa tadi Yasmin kembali terlelap karena saat mata itu terbuka hari sudah kembali cerah dan Naima sudah terlihat harum dan rapi. "Buna buat Mama!" Suara cadel dan menggemaskan itu benar-benar membuat senyum Yasmin terbit, apa lagi putri kecilnya saat ini sedang menawarkan dia bunga melati yang dia gendong dengan ujung gaunnya. "Oh apa ini?" Yasmin menunjukkan ekspresi senang dan terkejut dengan kejutan dari putrinya di hari sepagi ini. "Selamat ulang ta'un Mama. Kata Ambu, Mama ulang ta'un ya hali ini!" Ucapnya saat menjatuhkan bunga-bunga itu di pangkuan sang ibu lalu memeluk leher ibunya sembari menciumi pipi ibunya bertubi-tubi, dan entah untuk apa lagi air mata itu harus mengepul di pelupuk matanya saat putrinya mengatakan selamat ulang tahun padanya, karena dia baru sadar jika bulan kelahiran dia dan putranya ternyata jatuh di bulan yang sama. "Terima kasih sayangnya Mama." Balas Yasmin sambil balas tersenyum pada putri cantiknya. "Ayo Mama banun. Ambu udah buatin Mama kue enak. Ada lilinnya juga . Ayo Mama. Ayo!" Pinta bocah itu sembari menarik tangan Yasmin tidak sabaran. "Iya. Mama akan cuci muka dulu boleh!" Seru Yasmin berusaha bersikap seceria mungkin di hadapan putrinya. Dia tidak ingin terlihat bersedih karena bisa jadi itu akan berpengaruh tidak baik untuk bocah cantik itu. "Naima tunggu Mama di sini, Mama ke kamar mandi dulu!" Sambung Yasmin saat menurun kakinya untuk segera bergegas ke kamar mandi dan saat Yasmin membersihkan dirinya dengan mandi, Ambu merapikan kamar itu, membuka korden dan jendela kamar itu agar sirkulasi udara bisa tergantikan. Setelah Yasmin selesai mandi, dan berganti pakaian, mereka, Yasmin dan Naima kembali turun dan menghampiri Ambu yang sudah menyalakan sebatang lilin di atas kue donat kecil di meja makan lalu meminta Yasmin mengucap satu permintaannya pada yang kuasa untuk di kabulkan, dan lagi-lagi permintaan Yasmin masih sama, ingin tuhan melembutkan hati seorang Faiz untuk Naima putrinya, dan setelahnya Yasmin meniup lilinnya dan memotong tiga kue donat yang sudah di tumpuk menjadi satu untuk dia bagi menjadi tiga , satu untuk Ambu Fatimah, satu untuk Naima, dan satu untuk dirinya sendiri. Naima sudah kembali di sibukkan dengan buku gambarnya , duduk di karpet dan mewarnai gambar kupu-kupu di buku mewarnai yang kemarin Ambu belikan di penjual keliling. "Ambu tau jika masalahmu tidak bisa di katakan sederhana, hanya saja Ambu harap kau tidak terlarut dalam keadaan ini. Ingat, Naima sekarang hanya memiliki kamu, dan jika kau terus larut dalam masalah ini, Ambu takut dia akan ikut murung seperti mu!" Ucap Ambu saat mengambil tempat duduk di sebelah Yasmin yang hanya duduk menatap putrinya tapi hati dan pikirannya entah berada dimana. "Iya Ambu!" Jawab Yasmin lirih. "Percayalah Nak, jika engkau merasa kehilangan segalanya dalam hidupmu , maka belajarlah dari pohon. Pohon pun kehilangan daun-daunnya setiap hari tetapi ia tidak pernah membenci pada angin yang membuat daunnya gugur. Meskipun dia berkali-kali di pukul, dia tidak pernah merasa dendam pada parang yang telah membuatnya terluka, dia mampu bertahan dan bertekad akan tetap tumbuh semakin lebat dan kuat." Ucap Ambu sembari menggenggam sebelah tangan Yasmin. Namun percayalah, ini bukan tentang sebuah pohon ini tentang hati seorang wanita terutama untuk wanita yang sudah bergelar ibu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN