Chapter 8

2258 Kata
Ruby mengikuti ke mana Landon pergi hari ini. Kakinya yang bengkak sudah mulai membaik, jadi dia tidak perlu beristirahat lagi. Sebelumnya Mark meminta Landon mengajak pengawal lain karena bermaksud memintanya istirahat, tapi si playboy tetap bersikeras mengajaknya. Dan di sinilah dirinya sekarang. Berada di depan mansion mewah bagaikan istana. Dia yakin Landon ingin memberikan mansion ini untuk kekasihnya seperti yang dikatakan beberapa hari lalu. “Bagaimana menurutmu, Ruby? Mansion-nya menarik atau kurang mewah?” Pertanyaan itu lolos dari mulut Landon yang tersenyum memandangi mansion mewah yang dibeli olehnya. “Mansion-nya sangat mewah dan menarik, Tuan.” “Vika pasti akan menyukainya bukan? Aku tidak sabar memberikan padanya.” Dalam hati, Ruby tidak mengerti. Landon terlihat sangat mencintai Vika namun, lelaki itu memiliki selingkuhan. Jadi sebenarnya Landon mencintai siapa? Sedetik kemudian dia mengusir pertanyaan itu karena bukan urusannya Landon mencintai siapa. “Bagaimana pendapatmu tentang Vika? Aku sering menanyakan hal ini kepada pengawal lain. Berhubung kau yang paling baru, aku ingin tahu pendapatmu,” tanya Landon lagi. “Menurut saya Nona Vika sangat baik, ramah, dan tidak sombong. Dia gadis yang sempurna, Tuan,” jawab Ruby jujur. Landon tersenyum kecil. “Itulah alasanku mencintainya,” gumamnya pelan. Lalu pandangannya beralih melihat Ruby. “Kau pernah memiliki kekasih?” Ruby hanya mengangguk. Landon tidak bertanya lebih jauh dan menurunkan pandangannya pada kaki Ruby. Melihat kaki pengawalnya masih bengkak, mungkin ada benarnya Mark memintanya tidak mengajak Ruby. Apalagi selama lebih dari dua puluh menit mereka berdiri, dan berkeliling. Pasti lelah, begitu pikirnya. “Ayo kita masuk ke dalam. Aku ingin melihat bagaimana keadaan kakimu sekarang,” ajak Landon yang melangkah lebih dulu baru diikuti oleh Ruby di belakangnya. Setelah tiba di ruang tamu, Landon menepuk sisi sampingnya yang kosong. “Ruby, duduk di sini. Aku akan melihat bagaimana kondisi kakimu,” suruhnya. Landon berdiri begitu melihat Ruby tidak bersedia melakukan yang dia suruh.  Segera dirinya menarik lengan gadis itu sampai terduduk di tempat yang dia katakan. Landon membuka sepatu yang Ruby pakai untuk memeriksa kondisi kaki yang terkilir. “Benar kata Mark, seharusnya aku tidak mengajakmu.” “Kaki saya baik-baik saja, Tuan.” Ruby menarik kakinya tapi, Landon melakukan hal yang sama. “Ini tidak baik, Ruby. Bagaimana bisa kau menyebutnya baik kalau bengkak seperti ini?” Landon memijat kaki Ruby dengan hati-hati. Sambil memijat, dia menatap Ruby yang menahan sakit. “Setelah ini kita akan pergi ke suatu tempat.” Ruby mengangguk sambil berkata ‘baiklah’ sementara itu, semua pengawal yang semuanya adalah lelaki hanya bisa memperhatikan. Ruby sebagai satu-satunya pengawal perempuan pasti diperlakukan lebih spesial. Meskipun sebenarnya keluarga Constantine akan memberi dispensasi jika ada pengawal atau pekerja mereka yang sakit. Selesai memijat kaki yang bengkak, Landon mengajak Ruby ke suatu tempat yang digemari anak-anak. Tidak ada orang lain selain mereka. Landon sengaja meminta si pemilik toko menutup tokonya demi dirinya menikmati menu yang tersedia. “Kau menyukainya?” tanya Landon sesaat memandangi Ruby yang menikmati es krim rasa stroberi. “Iya, Tuan. Terima kasih sudah membelikan untuk saya,” jawab Ruby pelan. Di belakang sana para pengawal seperti menjaga Landon dengan kekasihnya. Ruby bukan seperti pengawal melainkan sosok yang dikencani Landon. Menurut mereka semua, ini namanya diskriminasi karena Ruby sangat dispesialkan oleh Landon. “Ini traktiran untukmu. Anggap saja permintaan maafku karena sudah mengajakmu pergi dan atas perbuatan Roger padamu kemarin,” ucap Landon. Sedetik kemudian dia melirik pengawal lainnya. “Kalian boleh duduk dan memesan es krim yang kalian inginkan.” Mendengar perintah Landon, para pengawal langsung berlari senang. Mereka memesan es krim yang menggiurkan selama memperhatikan Ruby dan majikannya menikmati es krim itu. “Aku tidak tahu apa yang terjadi dua hari lalu, tapi kuharap kau tidak menganggap serius semua ucapan dan tindakannya. Roger seperti itu karena tidak punya seseorang yang bisa dia kerjai. Kalau ada Lizzy, maka Lizzy sasarannya,” ujar Landon. “Saya sudah memaafkannya, Tuan. Anda tidak perlu khawatir dan saya sangat mengerti dengan semua sikap Tuan Roger,” balas Ruby sambil menyunggingkan senyum palsu. Dalam hati, dia kesal karena sampai detik ini Roger belum minta maaf atau merasa bersalah sudah melakukan dua hal buruk padanya. “Aku lega mendengarnya. Oh ya, sebelum bekerja menjadi pengawal, apa kau pernah menggeluti profesi lain, Ruby?” tanya Landon sambil melahap es krim cokelat dalam cup berukuran kecil. “Tidak pernah, Tuan,” jawab Ruby. Tiba-tiba tangan Landon terulur ke depan wajah Ruby. Spontan Ruby memundurkan tubuhnya sedikit sehingga Landon tertawa kecil. “Aku hanya ingin memberitahu jika es krimnya tersisa di sini, Ruby.” Landon menjelaskan sembari mengusap ujung bibir Ruby dengan ibu jarinya. Ruby tertegun. Cara Landon tersenyum lebar menampilkan tiap baris giginya yang putih, menyentuhnya dengan lembut, ya ampun… dia sampai terpaku. Dari sini dia menyadari kenapa Landon dapat dengan mudahnya memikat perempuan di luar sana. Kalimat dan perlakuannya memang manis. Bahkan rasa es krim stroberi yang dicicipinya kalah manis dengan perlakuan Landon tadi. “Kuharap kau tidak menikah dalam waktu dekat, Ruby.” Ruby bertanya, “Maaf, memangnya kenapa, Tuan?” Landon menarik senyum lalu menjawab, “Aku tidak punya teman mengobrol lagi nanti. Aku tidak bisa menanyakan apa pun seputar apa yang perempuan suka. Pengawal keluargaku semuanya lelaki, mereka tidak bisa memberi jawaban dari sudut pandang perempuan. Sementara kau bisa.” “Maaf sebelumnya, tapi saya rasa pendapat pengawal di sini dapat membantu Anda mengatasi masalah,” pikir Ruby. “Benar mereka bisa membantuku tapi, ada beberapa yang memberikan saran buruk. Kau terlihat tulus dan jujur saat mengutarakan pendapat.” “Saya ikut senang dapat memberikan komentar, Tuan.” “Bicara kembali soal adikku, kau tidak perlu mengkhawatirkanya, tapi khawatirkan dirimu sendiri. Aku takut kau stress dan berhenti karena mengurus kami semua,” kekeh Landon setengah meledek. “Saya bukan tipe yang mudah menyerah, Tuan. Anda tidak perlu khawatir.” Ruby menegaskan dengan wajah seriusnya. “Tekad yang bagus. Semoga kau betah bekerja di mansion keluargaku, Ruby.” Tangan Landon mendarat di puncak kepala Ruby yang jarak duduknya tidak terlalu jauh. Lalu dia mengacak-acak rambut Ruby masih mempertahankan senyumnya. “Jika kau memang ingin menikah, maka menikahlah dengan lelaki yang mencintaimu. Pastikan kau satu-satunya perempuan yang bersamanya.” Ruby kembali tertegun. Kalimat itu menjadi akhir perbincangan mereka karena Landon sudah pergi dari hadapannya menghampiri si pemilik toko yang tersenyum lebar. Dia tidak mengerti. Meskipun Landon playboy, tapi nasihat sebelumnya sungguh diluar pemikirannya. Memang benar, dia tidak boleh menerka-nerka sifat anak Fred. Baru beberapa hari tapi dia sudah dikejutkan oleh hal-hal tidak terduga. * * * * * “Aku tidak mengerti kenapa Tuan Roger mengizinkan kekasihnya datang ke London untuk menghampirinya. Padahal perempuan itu sudah berselingkuh berkali-kali tapi Tuan Roger tidak pernah sadar,” ucap Carlos berbisik ke telinga Ruby yang bersampingan dengannya. Beberapa langkah di depan mereka, terdapat Roger dan Delilah yang berpelukan, atau lebih tepatnya Delilah baru saja duduk di atas pangkuan Roger. Ruby baru bergabung, tapi gosip di mansion khusus pengawal dan pelayan terus menyeruak. Kebanyakan membahas Roger yang dibutakan oleh cinta. Sungguh ironi. Tingkah laku Delilah membuat Ruby muak. Lihat saja bagaimana perempuan itu menggoyangkan tubuhnya di atas pangkuan Roger, tapi matanya melirik kemana-mana saat Roger memeluknya. Kasihan Roger. Lelaki menyebalkan itu terlalu tunduk terhadap apa saja yang Delilah katakan. “Kau dapat berita darimana Nona Delilah berselingkuh?” tanya Ruby mulai menanggapi setelah diam memandangi tingkah laku Delilah di depan sana. “Kau pasti sudah mendengar berita itu di telingamu hanya saja belum percaya bukan?” Carlos berbisik. “Dari desas-desus yang beredar dan semua memang fakta. Setiap kami menemani Tuan Roger pergi dengan Nona Delilah, pasti ada saja masalah yang muncul. Alasan Hans keluar juga karena Nona Delilah,” lanjutnya. Sebenarnya Ruby tidak tertarik membahas gosip, tapi kalimat terakhir Carlos menarik untuk disimak. “Hans keluar karena Nona Delilah? Ada masalah apa di antara mereka?” Nick yang kebetulan berada di belakang Ruby dan Carlos langsung menginterupsi, “Carlos! Tutup mulutmu. Kalau Tuan Roger mendengarnya, bisa tamat riwayatmu.” Carlos mengatup rapat bibirnya lalu berdiri tegap dan memberi jarak antara dirinya dengan Ruby. Mulutnya memang sering kelepasan dan senang sekali menggosipkan sesuatu. Baik gosip yang sudah nyata keasliannya atau sekadar kabar burung. Bersama Nick, dan Dave, para pekerja di mansion Fred menyebut mereka tiga serangkai. Julukan itu diberikan karena mereka sering memberitakan, dan menyebarkan gosip. “Nona Delilah tertarik dengan Hans,” beber Dave yang kebetulan ikut mendengar percakapan Ruby dan Carlos. Carlos dan Nick langsung memelototi Dave. “Dave! Tutup mulutmu!” pekik keduanya dengan nada berbisik-bisik. “Tertarik?” Ruby tambah penasaran. “Kau tidak ingin memberitahuku cerita detailnya?” Dave tidak sempat menjawab karena suara keributan lebih mendominasi. Mereka berempat melihat ke depan, menyadari dua pengawal yang berjaga di dekat Roger sedang menahan tubuh Roger yang memukuli seorang lelaki. Keempatnya segera berlari menghampiri tuan mereka. Ruby membantu lelaki yang sudah babak belur akibat ulah Roger sedangkan Nick, Carlos, dan Dave menahan Roger yang meledak-ledak. Dua pengawal lainnya mengamankan Delilah yang ketakutan. “Kekasihmu yang menggodaku lebih dulu! Dasar bodoh!” teriak lelaki itu sambil menepis tangan Ruby dan menyentuh darah yang keluar dari sudut bibirnya. “Kau b*****h sialan! Beraninya menuduh kekasihku! Mataku melihat kau mencoba menyentuh bokongnya!” balas Roger dengan tatapan menyalak. Ruby berkata kepada lelaki itu, “Sebaiknya Anda pergi, Tuan. Anda pasti akan menyesal kalau masalah ini sampai ke telinga polisi. Aku yakin Anda tidak ingin merasakan dinginnya jeruji besi.” Lelaki itu membela diri. “Untuk apa aku takut? Perempuan sialan itu yang salah!” Ruby tidak kehabisan akal. Dia menyadari sesuatu jatuh dari saku celana lelaki itu ketika dirinya membantu lelaki itu berdiri. Dia menunjuk plastik kecil yang masih berada di lantai. “Kurasa ada banyak kokain di mobilmu. Aku bisa memanggil polisi untuk menggeledah mobilmu, Tuan.” Wajah lelaki itu mendadak pucat pasi. Sambil memungut barang terlarang miliknya, lelaki itu berlari terbirit-b***t. Ruby hanya menggertak. Bukan urusannya lelaki itu memiliki barang ilegal sebanyak apa karena urusannya hanya menjaga Roger. Tapi kalau memang lelaki itu bersikeras menetap di sana, dia akan benar-benar melaporkannya. Bukan takut lelaki itu memukul tuannya, tapi melawan Roger sama sulitnya seperti melawan monster jahat di film superhero. Kalau Roger marah, tingkat amarah lelaki itu di atas rata-rata manusia normal. “Kenapa kau menyuruhnya pergi?! Kau sudah gila??!” bentak Roger setelah tubuhnya terlepas dari pengawalnya. “Seperti yang saya katakan kemarin, di sini ada CCTV jadi Anda tidak perlu repot memukul orang lain. Ini bukan insiden pertama, seharusnya Anda tahu hal itu, Tuan.” Ruby berucap santai. Dia tidak gentar ataupun takut menghadapi amarah Roger. “Cih! Jangan ikut campur. Seharusnya Mark tidak perlu menolongmu jadi kau mati tenggelam saja di danau,” sahut Roger sinis. “Tuan Fred meminta saya menyuruh Anda pulang kalau terjadi insiden pemukulan seperti tadi. Anda harus pulang, Tuan.” Roger menatap sinis, dan berdecak kasar. Wajah marahnya masih terlihat jelas dan tangan kokohnya melayang bersiap menampar wajah cantik Ruby. Sebelum hal itu terjadi, Ruby sudah lebih cepat menahan tangannya. “Kita bertaruh saja. Kalau Anda dapat mengalahkanku dalam adu panco, maka aku bersedia pulang bersama semua pengawal. Jika Anda kalah, kita kembali ke mansion. Bagaimana?” tantang Ruby berani. Dia sudah menanyakan kepada Fred apakah dia boleh menggunakan siasatnya jika Roger sulit ditangani, dan jawaban Fred sangat memuaskan. Pria itu mengizinkannya menggunakan cara apa saja selama tidak membahayakan putranya. Walaupun dia tidak menjelaskan dengan detail apa rencananya, tapi secara tidak langsung Fred sudah memberi izin. “Cih! Kau menantangku? Memangnya sehebat apa dirimu?” Roger berdecak angkuh lalu menarik tangannya. Semenit kemudian, dia menjawab kembali, “Baiklah. Aku setuju. Kita adu panco. Kau akan kalah, Tengkorak.” Carlos, Dave, dan Nick saling melempar pandang. Mereka baru bertemu pengawal seberani Ruby yang menantang tuannya. Entah diizinkan Fred atau tidak, tapi mereka saja yang sudah bekerja selama bertahun-tahun lamanya masih tidak berani melawan Roger. Biasanya kalau terjadi pertengkaran mereka akan melerai, tapi tidak sampai memaksa Roger pulang. “Kau jadi wasitnya, Dave.” Roger berkata sambil mengambil posisi duduk yang nyaman. Delilah bergidik ke sampingnya sambil berbisik, “Sayang, lebih baik kita keluar dari sini, jangan menghiraukan tantangan bodoh pengawalmu.” “Tidak, aku harus memberinya pelajaran. Dia pasti kalah. Kau tenang saja,” balas Roger sambil mencium punggung tangan Delilah lalu mempersiapkan tangan kakaknya ke atas meja yang ada. Dave menatap Ruby dan Roger bergantian. Dia meletakkan tangannya di atas kedua tangan yang sudah saling menggenggam, dan menunjukkan tatapan tidak mau kalah. Dalam hitungan detik, Dave memulai adu panco. Dia mengawasi kedua tangan yang berusaha untuk menjatuhkan tangan lawannya dengan saksama. Dia tidak boleh lengah dan harus teliti karena tidak boleh ada yang bermain curang. Tidak sampai hitungan menit, Ruby mampu menjatuhkan tangan Roger. Para pengawal sudah tidak kaget kalau Ruby berhasil mengalahkan Roger. Lihat saja otot lengannya yang kuat. Meskipun tubuhnya seperti model, tapi kekuatannya tidak boleh diremehkan. Ketika kemenangan itu berada di tangan Ruby, mereka hampir bersorak senang kalau tidak ingat masih ada Roger. “Kita pulang sekarang, Tuan Roger.” Roger merasa harga dirinya jatuh sampai dasar bumi. Kalau boleh jujur, dia malu. Padahal tubuhnya tidak kurus, dan cukup berotot. Tapi kenapa kalah? Apa jangan-jangan Ruby berbuat curang? “Kau pasti curang.” Ruby menjawab santai, “Seorang lelaki sejati akan mengakui kekalahannya dan menepati janjinya. Apakah Anda termasuk lelaki sejati itu, Tuan?” Shit! Roger mengumpat kasar. Ruby benar-benar membuat harga dirinya semakin terinjak dengan kalimat seperti itu. Masih kesal atas kekalahannya, Roger pergi berlalu tanpa Delilah. Kekasihnya menyusul sambil meneriakkan namanya. Semua pengawal langsung mengikuti Roger dari belakang. Dave yang kebetulan berada di barisan belakang bersama Ruby langsung menyelamatinya. “Selamat! Kau hebat, Ruby!” * * * * *  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN