Tata lekas berkemas mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus. Dia sudah selesai berdandan ala kadarnya, mengemas buku-buku, menyiapkan sarapan dan bersiap untuk pergi. Namun begitu sampai di depan pintu, Tata kembali menengok ke lantai atas. Dengan gusar dia pun kembali menaiki anak tangga itu dan masuk ke kamarnya.
“Kamu nggak masuk kuliah?” tanya Tata.
Arga diam tidak menjawab. Tubuhnya yang dibalut selimut tidak bergerak sama sekali.
“Kalo Mama sama Papa kamu sampai tau kamu bolos ... aku nggak ikutan tanggung jawab,” ucap Tata lagi.
Arga tetap diam tak merespon sama sekali.
“Bangun Ga! Semalam kan, kamu sendiri yang minta aku buat bangunin kamu biar nggak telat ke kampus,” ujar Tata lagi.
Tata mulai merasa gerah. Dia meniup wajahnya sendiri sambil berkacak pinggang. Tata menatap Arga yang tetap membatu di balik selimutnya itu. Arga tidak menjawab dan juga tidak bergerak sama sekali.
“Okey kalo kamu emang nggak mau bangun ... tapi nanti jangan sampai kamu ngamuk-ngamuk dan marah sama aku! Karena aku udah ngebangunin kamu.” Tata berucap ketus lalu segera pergi meninggalkan kamar itu.
***
Setiba di kampus, Tata menyadari ada keanehan yang terjadi pagi ini. Tata kembali memeriksa penampilannya. Dia melihat wajahnya di cermin, memeriksa pakaiannya dan meraba punggungnya karena barangkali ada sesuatu yang menempel di sana. Tata mengernyit heran. Tidak ada yang aneh pada dirinya. Namun kenapa tiba-tiba semua mata kini tertuju padanya.
Tata segera mempercepat langkahnya menuju lorong. Siapa pun yang berpapasan dengannya masih saja menatap ganjil. Telapak tangannya kini mulai berkeringat. Tata tidak tau apa yang sudah terjadi. Namun yang pasti perasaannya kini mulai terasa tidak enak.
“Tata ...!” panggil Windi dan Helena di ujung sana.
Tata tersenyum lega melihat kedua sahabatnya. Dia langsung berlari menemui mereka. Kemudian Tata mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Tata meraih pundak Windi dan Helena dengan kedua tangannya.
“Tau nggak sih, hari ini semua orang pada ngeliatin aku. Aneh banget tau nggak,” ucap Tata kemudian.
Windi dan Helena saling pandang lalu kompak menggelengkan kepala.
“Ke-napa?” tanya Tata.
“Wajarlah Ta, kalau semua warga kampus ngeliatin kamu,” jawab Windi.
“Bahkan mungkin sekarang ini Se-Indonesia Raya juga lagi ngomongin kamu,” Sambung Helena.
“M-maksudnya?” Tata sama sekali tidak mengerti maksud keduanya.
Helena segera mengeluarkan handphonenya lalu sibuk mencari sesuatu di sana. Setelah menemukan apa yang di cari, dia segera mengarahkan layar handphone itu ke wajah Tata.
Tata langsung terbelalak kaget dan merebut handphone itu. Pupilnya tersentak saat melihat layar itu dengan seksama. Wajah Tata langsung berubah pucat. Dia menatap Windi dan Helena dengan wajah memelas.
“Jadi si penulis terkenal itu nge-upload foto kamu ke twitternya dia,” ujar Windi.
“Kamu cantik banget lo, Ta ... di foto itu. Apa kalian nge-date?” Helena menatap Tata dengan wajah usil.
“Wah, sepertinya akan ada yang melepas masa jomblonya.” Windi terkikik menahan tawa.
Tata hanya diam dan segera melangkah pergi.
“Ta ... kamu mau kemana?” tanya Helena.
“Tata ...!” panggil Windi.
Keduanya merasa heran dengan sikap Tata. Mereka mencoba memanggil Tata kembali, namun dia tidak menghiraukannya. Tata terus melangkah dengan wajah masam. Dia merasa marah. Selain itu Tata lebih merasa takut. Dia segera masuk ke dalam toilet dan langsung mengirim sebuah pesan kepada Hamdi.
Tata : Maaf sebelumnya, tapi tolong hapus foto aku yang kamu unggah!
Hamdi : Emangnya kenapa, Ta?
Tata : Tolong hapus aja!
Hamdi : Kamu marah ya, Ta?
Jemari Tata terhenti saat mengetuk layar handphone itu. Dia kemudian menyapu wajahnya dengan telapak tangan. Tata tidak tahu harus membalas pesan itu seperti apa. Tiba-tiba sebuah pesan dari Hamdi kembali masuk.
Hamdi : Ya udah, aku hapus fotonya.
Maafin aku.
Tata terdiam membaca pesan itu. Dia kini mulai merasa bersalah terhadap Hamdi. Seharusnya dia bisa lebih bijak dalam bersikap. Hamdi tidak tahu apa-apa. Dia tidak tahu situasi Tata. Dia tidak paham apa yang ditakutkan Tata. Dia tidak tahu rahasia besar yang disembunyikan Tata.
***
Tata memasuki rumah dengan wajah loyo. Hari ini dia merasa lelah yang teramat sangat. Dia penat karena seharian dihujami tatapan sangsi semua orang. Dia lelah karena harus menjawab setiap pertanyaan tentang foto yang di unggah Hamdi. Dia penat karena rasa bersalahnya pada Hamdi yang masih mengganggu pikiran.
Tata melangkah gontai menaiki anak tangga. Dia bermaksud ingin langsung tidur untuk mengistirahatkan fisik dan pikirannya. Namun begitu membuka pintu kamar, Tata terkejut karena Arga masih diam di sana.
“Ga! Arga!” panggil Tata pelan.
Arga tetap membeku dibalik selimutnya.
Tanpa pikir panjang Tata langsung menarik selimut itu. Terlihat Arga dengan wajah yang kini sudah memucat. Sekujur tubuh dan lehernya basah oleh keringat. Arga kemudian membuka matanya pelan menatap Tata. Bibirnya bergerak-gerak pelan seperti hendak mengatakan sesuatu.
“Ya Tuhan ... kamu kenapa?” Tata langsung memekik cemas.
Dia langsung menyentuh kening Arga yang terasa sangat panas.
“Kamu sakit ...? kenapa nggak bilang ke aku? kamu cuma tiduran di sini dari tadi pagi? berarti kamu belum makan apa-apa?” Tata meracau panik.
Setelah itu Tata berlari ke dapur dan mengambilkan segelas air putih. Setiba kembali di kamar, dia membantu Arga untuk duduk dengan diberi ganjal sebuah bantal dipunggungnya. Tata lalu meminumkan air itu secara perlahan. Rona wajah Arga pun terlihat lebih baik setelah meminum air itu.
“Kamu harus ke dokter,” ucap Tata.
Arga langsung menggeleng pelan. “aku cuma butuh istirahat.” Arga kembali membaringkan tubuhnya.
“Tapi Ga, kalau nggak ke dokter sakit kamu bisa makin parah,” ucap Tata.
Arga membalikkan badannya dan menaikkan selimutnya kembali. Tata pun tidak bisa berbuat banyak. Arga memang selalu keras kepala. Arga memang selalu tidak pernah mendengarkannya. Arga memang selalu tidak pernah menuruti kata-katanya.
***
Tata baru selesai mengkompres kening Arga agar panas tubuhnya lekas turun. Saat ini Arga sudah tertidur lelap. Tata meregangkan kedua tangannya sebentar. Dia juga ingin beristirahat karena sudah sangat kelelahan. Sebelum beranjak dari tempatnya, Tata kembali menatap Arga. Raut wajahnya terlihat lembut. Sebenarnya Arga memang memiliki tatapan dan senyuman yang hangat. Hanya saja dia lebih sering menampakkan sisi sangarnya.
Tata segera bangkit berdiri. Namun tiba-tiba saja Arga meringis dan menjadi gelisah. Kepalanya terus bergerak ke kiri dan ke kanan. Wajahnya terus mengernyit. Tata kembali duduk ke tempatnya semula. Sepertinya Arga sedang bermimpi buruk. Semakin lama, desahan napasnya makin memburu dan seketika itu juga matanya langsung terbuka lebar.
Arga langsung duduk dan menatap liar ke semua penjuru. Dia juga menutupi kedua telinganya seperti orang yang kesakitan. Tata menatap Arga dengan raut cemas. Dia mencoba menenangkan Arga dengan mencoba menyadarkannya.
“Arga ...! Lihat aku Ga!” ucap Tata.
Tatapan Arga terhenti begitu melihat Tata. Seketika itu juga dia langsung memeluk Tata. Arga bahkan kini menangis sembari memeluk Tata lebih erat. Tata yang terkejut pun hanya bisa diam dalam pelukan Arga. Untuk sesaat dia bahkan berhenti bernapas.
“Jangan pergi ...!” rintih Arga.
“Aku mohon jangan pergi ...!”
“Jangan pergi!”
“Hani ... kamu jangan pergi!”
***