Evelyn memasang raut wajah tak suka, saat Kevin memasangkan belenggu di sebelah kakinya.
"Kau bukan tandingannya..." cecar Evelyn, saat jemari Kevin lagi-lagi mencengkram kuat pipinya, Evelyn meludahi wajah Kevin.
Pria itu hanya tertawa kecil, seraya mengelap wajahnya dengan sapu tangan dari dalam sakunya.
"Benar, tapi aku punya rencana lain untuknya." bisik Kevin di telinga Eve seraya menjilat daun telinga gadis itu dan membuat Evelyn sedikit risih.
"Aku akan segera kembali membawa sesuatu untukmu, Manis...." tambah Kevin, lalu meninggalkan Evelyn di sebuah kamar yang ia duga adalah kamar Kevin.
Karena terdapat banyak sekali rak buku dan juga meja kerja di samping ranjang dan lemari.
Evelyn segera mencari sesuatu, meski borgol di kakinya menyulitkan dia untuk melangkah. Namun Evelyn tetap berusaha mencari sesuatu di antara tumpukan barang-barang Kevin yang tidak tertata rapi.
"Menjijikan...." bisik Eve dengan pelan, Kevin seperti hidup di tumpukan sampah. Bau pakaian kotor bercampur aroma parfum yang menyengat membuatnya hampir mual. Kevin seperti makhluk yang paling rendah di muka bumi, berbandik terbalik dengan penampilannya yang selalu modis dan wajahnya yang lumayan.
Ketika Evelyn berusaha berjalan, pintu tiba-tiba terbuka. Kevin yang melihatnya melototkan kedua matanya kearah Eve, Evelyn sontak kembali duduk di bawah lantai kembali.
Eve berpikir bahwa Kevin sudah benar-benar gila menyekapnya di sini dan berharap Adam Rig menyelamatkan hidupnya layaknya pahlawan kesiangan, bahkan jika Kevin membunuh Eve, mustahil sekali Adam akan muncul dengan tiba-tiba. Evelyn hanya gadis biasa, dia sama sekali tak berarti bagi Adam dan hanya wadah bagi Adam guna mencari kesempatan untuk melancarkan aksinya.
Setidaknya, itulah yang Evelyn pikirkan...
Sampai pada akhirnya, kedua netra indah Evelyn tertuju pada beberapa peralatan yang dibawa oleh Kevin. Jemari Eve mendadak bergetar, sebuah perkakas yang berisikan bor listrik dan sebuah palu. Seketika pikiran Eve melayang, memikirkan sesuatu yang mungkin akan menyakitinya, dan itukah yang disebut 'umpan' oleh Kevin?
"Apa yang akan kau lakukan dengan itu?" Tanya Eve, tubuhnya beringsut mundur, tapi Kevin segera menarik kedua tangannya dan memborgolnya ke samping ranjang. Tentu dengan sedikit paksaan dan jeritan Evelyn.
"Kau Gila!!!" Cecar Evelyn, berusaha membuka borgol di kedua tangan dan sesekali berteriak meminta pertolongan.
Sementara Kevin, hanya menggeleng lemah. Teriakan Evelyn tidak akan didengar oleh siapapun meski rumah Kevin berada di sebuah perumahan yang padat.
Evelyn mulai panik,
Ia terus berusaha melepaskan borgol meski itu menyakiti pergelangan tangannya sendiri dan mulai berdarah karena gesekan besi tajam dari borgol tersebut.
Melihat Kevin sedang bersiul ria, mencolokan sebuah kabel bor listrik. Jantung Eve berpacu lebih cepat, apalagi saat Kevin menyalakan bor listrik tersebut memastikan bahwa alat itu masih berfungsi dengan baik. Kevin berbalik badan, menatap Evelyn sambil menyeringai. Kevin tak ubahnya seorang Psikopat, dan seharusnya yang berada di penjara adalah Kevin.
"Ayo kita mulai permainannya...." ujar Kevin berjalan pelan ke arah Evelyn, gadis itu langsung berteriak histeris. Menarik-narik borgol dan belenggu yang ada di sebelah kakinya yang tak kunjung terbuka. Seolah Kevin mengajak dirinya bermain sebuah permainan yang melubangi sesuatu, dan Evelyn sadar betapa gilanya Kevin yang berusaha melubangi sesuatu darinya dengan bor listrik itu.
Namun suasana histeris itu tiba-tiba menjadi tenang...
Hanya deru nafas berat Evelyn dan dengusan kesal dari Kevin...
Kabel yang melintang cukup jauh itu tak cukup panjang untuk bor listrik milik Kevin, pria itu lalu mengambil sebuah terminal lain untuk menyambung kabelnya. Dan Evelyn merasa itulah kesempatannya melepaskan borgol.
Evelyn yang terlalu panik, hal itu tentu saja tidak dapat membuka borgol itu dengan mudah. Ia kembali menjerit histeris, saat bor kembali menyala dan berputar seperti ingin segera mengoyak Evelyn. Kevin mendekati Eve, menduduki kedua kaki Evelyn agar gadis itu tak bergerak banyak.
"Menjeritlah! Adam Rig pasti sangat menyukai jeritan gadisnya ini." kata Kevin, suaranya meninggi, menyetarakan dengan suara bor yang juga sedikit mengganggu telinga.
Evelyn terus menjerit, kini posisi tubuhnya menjadi berbaring di atas lantai dengan kedua kakinya yang ditahan oleh borgol dan kedua kaki Kevin.
Pria itu buru-buru merobek celana training milik Eve di bagian paha, membuat sebuah lubang yang cukup besar di sana dan melesatkan mata bor listrik itu ke paha Evelyn dengan perlahan.
Evelyn berteriak dan membuang muka, tak ingin menyaksikan perbuatan Kevin yang mungkin akan membuatnya sakit seribu kali sakit dari pada terkena ledakan kemarin. Meskipun begitu, Evelyn sama sekali tidak menangis. Ia hanya menyiapkaj tubuhnya akan rasa sakit yang akan menimpa tubuhnya.
Evelyn menutup kedua mata, mengenggam kedua tangannya dengan erat saat mata bor runcing itu mengenai paha mulusnya dan menyebabkan cipratan darah di wajah Kevin. Saat itu juga Kevin menyeringai senang mendengar jeritan pilu Evelyn.
Kevin ikut berteriak, menyerukan agar Eve menjerit lebih keras lagi agar Adam Rig dapat merasakan bahwa gadisnya saat ini sedang menahan rasa sakit di bagian sebelah pahanya.
Eve menggigit bibirnya, menahan sakit saat bor itu perlahan memasuki bagian daging paha dan hampir menusuk tulangnya.
Tapi, lagi-lagi bor berhenti. Kali ini bukan karena masalah kabel atau ganguan teknis lainnya.
Tapi karena Kevin menghentikan aksinya, perlahan Evelyn membuka mata. Melihat Kevin yang sedang menoleh ke kanan dan kiri layaknya orang yang benar-benar tidak waras.
"Tidak ada apapun..." ujar Kevin, Eve menghela nafas kasar. Bodoh, tentu saja Adam tidak akan mendengar hal ini dan belum tentu pria itu akan datang menolongnya.
Kevin mencabut bor tersebut dari daging Evelyn, dan hal itu menimbulkan rasa sakit yang sangat sakit dan darah mengucur dari sana. Evelyn meringis menahan sakit, namun Kevin malah menutup bekas luka tersebut dan mengikatnya dengan kuat agar darah tidak terus keluar dari sana.
"Sudah, aku ingin menyisakannya untuk besok lagi." ujar Kevin.
Sakit jiwa...
Kevin lalu membereskan peralatannya kembali, lalu pergi dari kamar itu meninggalkan Evelyn yang masih merintih kesakitan di atas lantai.
Kedua mata Evelyn menatap langit-langit kamar, benarkah ia sama sekali tak berharga bagi Adam?
Jika iya, maka Evelyn harus menyiapakan dirinya yang perlahan kehabisan darah oleh Kevin.
Evelyn menghembuskan nafas kasar, dengan kedua tangan masih tergantung oleh borgol di samping ranjang.
...
"Terakhir kali kami melihat Miss Hunter bersama detektif Kevin, itu dua hari yang lalu. Saat detektif berkata bahwa ia akan mengantar Miss Hunter pulang ke rumahnya. Semenjak saat itu, Miss Hunter tidak pernah hadir lagi ke kantor polisi..."
"...dan rumahnya pun kosong." ujar seorang petugas arsip di kantor polisi.
Adrian mengepalkan kedua tangannya saat mendengar penjelasan petugas itu barusan.