Perkenalkan penghuni rumah kami :
Ellisa ( Aku ) 16tahun
Ellisa adalah gadis pendiam dan pemalu. Ia bersekolah di SMA swasta dan prestasinya biasa-biasa saja.
Ia merupakan anak rumahan sejati, hobi marathon drakor/anime, dan doyan banget apload quotes disosmed.
RENATA 39tahun
Renatha adalah Ibu Ellisa, Ia merupakan single parents.
tidak ada yang menyangka bahwa Renatha hampir berusia kepala empat, karena perawatan yang superduper ketat, Renatha lebih terlihat 10tahun lebih muda.
jangan pernah mengatakan bahwa Ia gendutan atau ada kerutan dimatanya, sebab kalian akan menyesalinya.
JULLYA 23tahun
keluarganya yang broken home membuat Jullya dititipkan ditempat tantenya, Renata.
Gayanya cuek, amburadul dan bertingkah sesuka hati. pecinta musik metal tapi hatinya mellow total.
hobinya adalah bangun siang dan berantakin rumah.
cita-citanya menjadi musisi Rock, Metal dan sejenisnya, dan cita-cita ke duanya adalah segera pindah dari rumah tantenya.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Senin pagi..
Aku berlari dengan semangat menuruni anak tangga, ibuku sudah berada dimeja makan mengoles beberapa lembar roti tawar dengan selai nanas favoritku.
Ia tersenyum simpul padaku, kemudian melanjutkan mengoles roti dan menaruhnya dipiringku saat aku duduk.
“cepat makan sarapanmu” ujar Ibu sambil duduk melahap rotinya
“huh... roti lagi” keluhku, karena setiap pagi aku selalu dijejali dengan roti tawar yang sudah pasti praktis, instant dan tentu saja hemat. Padahal Aku ingin sarapan masakan rumah.
“udah makan, Mamah nggak sempet masak” tandasnya
“lagian kapan Mamah pernah masak” keluhku kesal
Segera mulai kulahap roti isi selai ditanganku, sedikit tidak berselera dengan pandangan ruang makan yang super duper berantakan.
Menurutku ruangan ini baru saja terkena gempa dahsyat ataupun bahkan tsunami, bagaimana tidak, didekat meja makan kami bungkus snack ataupun kaleng softdrink dimana-mana, baju kotor yang tertumpuk dikursi, ember yang berisi air bekas menampung hujan semalam karena bocor, televisi yang masih menyala dari entah kapan, tempat sampah yang penuh karena belum dibuang, ataupun asbak dan puntung rokoknya yang penuh. Aku hanya bisa melenguh dengan keadaan rumah, sementara ibuku cuek-cuek saja karena Dia di rumah hanya pagi dan malam.
“Jullya mana? masih tidur? kalian dirumah setiap hari tapi rumah sudah seperti kapal pecah begini” tanya ibuku menanyakan tanteku yang hobinya tidur
“kalau dia nyium bau makanan juga bangun mah” celetukku
“mah sewa ART dong mah, kan Aku capek mah pulang sekolah, Mamah tahu sendiri Jullya hobinya ngeluyur” rengekku kesekian kalinya
“itu tugas kamu dan Jullya buat ngurusin rumah, lagian rumah segini dan kalian waktunya luang sok sokan pake ART” jawabnya pula kesekian kalinya nyaris setiap pagi
Ibuku berusia 39tahun, namanya Renata Wijayanto, sepanjang hidupnya Ia bekerja sebagai Hairstylist disebuah Salon ternama dikota kami, wajahnya putih nyaris tidak ada kerutan seperti wanita-wanita seusianya, tubuhnya ramping, tak ada yang menduga bahwa Ibuku sudah hampir kepala empat. Hobinya olahraga dan perawatan, seisi rumah akan dibuat heboh jika Ia mendapati perutnya mengendur ataupun ada kerutan diwajahnya sedikit saja. Ia single parent sejak Aku dilahirkan, alasannya entahlah, aku juga tidak ingin tahu alasan kenapa ibuku memilih jadi single parent sampai detik ini.
Seorang gadis dengan rambutnya yang sebahu dan acak-acakan mengenakan tanktop hitam dengan malas menuruni tangga menuju ke arah kami.
Dia adalah tanteku, namanya Jullya, umurnya 23 tahun, orangnya cuek, jutek, ngeselin, dan berantakan. Cita-cita utamanya ialah menjadi musisi band rock, metal dan sejenisnya. Ia anak dari kakaknya Ibuku, tinggal bersama kami sejak 2tahun terakhir karena keluarganya yang broken home. sedangkan cita-cita ke duanya ialah Ia segera pindah dari rumah kami dan tinggal di apartemen. Jullya selalu disibukkan dengan bandnya yang menurut kami amburadul dan tidak jelas, karena kehidupan Jullya yang mementingkan bandnya, cuek dan berantakan, Jullyapun terkena penyakit jomblo menahun dan juga pengangguran.
Jullya duduk didepanku, wajahnya sama sekali tidak sedap untuk dipandang karena Ia selalu absen cuci muka setelah bangun tidur. Dengan mata yang masih mengantuk ia mulai menyentuh beberapa lembar roti tawar dipiringnya, merabanya, dan mengangkatnya untuk diterawang, kemudian menggaruk-garuk rambutnya dengan kukunya yang berkutek hitam dan beberapa gelang yang menghiasi pergelangan tangannya.
“udah makan, dibolak-balik seratus kali juga nggak akan berubah jadi nasi” celetukku
“ini beneran roti?” tanyanya
“bukan itu nasi uduk” sindirku
“iyadeh mentang-mentang gue numpang jadi tiap hari dikasih makan roti” ungkap Jullya yang berpenampilan metal tapi hatinya melow total
“tante kan nggak sempet masak jul, coba deh kamu daripada ngalor-ngidul sama teman-temanmu yang nggak jelas itu mending beres-beres rumah. Tuh kamu lihat rumah udah kayak kapal pecah begitu, atau masak kek, atau ikut tante kerja atau cari kerja” papar ibuku yang sudah beratus-ratus kali ceramah tentang hal yang sama didepan Jullya
“iyaaaa iyaaaa” ucap Jullya sambil memasukan satu lembar roti yang digulung-gulung masuk ke dalam mulutnya, sekejap Jullya memperhatikan sekitar, ruangan yang benar-benar super berantakan, Ia merasa sedikit bersalah
“besok gue masak deh ngus, kasian gue lihat kalian kurang gizi begini” Jullya selalu saja memanggilku ‘ingus’ karena aku yang terkesan polos dan ingusan, padahal tidak seburuk itu!
“ih” geramku
“Tante pegang ya kata-katanya! Sekalian hari ini beresin rumah, nggak kemana-mana kan hari ini” pinta Renata, ibuku
“sampai dunia kiamat juga sebenarnya rumah ini nggak bakalan rapih, rumah ini udah dikutuk berantakan, tapi yaudahlah nanti Jully beresin, udah kalian pada berangkat sana ruangan mau gue bersihin” ketus Jullya
“iya ayo berangkat El udah siang” ajak ibuku
Aku mengangguk sambil menjulurkan lidahku mengejek Jullya
“beresin yang bersih biar calon suamimu nanti ganteng” ledek ibuku sambil menepuk pipi kemenakannya itu
“huu awas ya Tante kalau aku pulang rumah belom bersih” celotehku sambil berlari takut-takut karena Jullya paling benci dipanggil dengan sebutan ‘tante’
“udah dibilang jangan panggil gue tante!” geram Jullya melemparku dengan sendal jepitnya
Aku dan ibuku sudah berlari keluar sambil terkekeh
“begitu gue punya duit gue pindah dari sini” teriak Jullya dari dalam rumah
Aku dan ibuku hanya menahan geli
“sikap tantemu itu makin hari makin parah, sepertinya tantemu itu butuh pencerahan” canda ibuku saat kami berjalan keluar rumah
“mungkin gara-gara kelamaan jomblo mah jadi hatinya berkarat mudah tersinggung” ujarku
Ibuku mengernyitkan keningnya kemudian mengangguk mengiyakan
Kami berpisah digerbang rumah, ibuku berangkat dengan mobil VW new beetle keluaran 2006 dari hasil jerih payahnya, sedangkan Aku harus berjalan beberapa puluh meter lagi untuk menunggu Bus kesekolah.
Oh iya,kalau namaku hampir 100% menjiplak nama dari ibuku. Namaku Fhellisa Farenata Wijayanto, biasa dipanggil ell ataupun Ellisa, Umurku 16tahun, Aku kelas 2 SMA disebuah SMA swasta dan prestasiku biasa-biasa saja, kata ibuku, tidak ada yang bisa dibanggakan dalam diriku saat mendapati bahwa aku gagal masuk SMA Negeri. Aku tidak pernah mempermasalahkannya karena Aku masih muda dan masih banyak hal yang bisa kukerjakan dan aku raih meskipun otakku pas-pasan.
Dikelas, aku terbilang kalem dan pendiam, selalu menguncir kuda rambutku dan tidak pernah lepas dari kacamata.
Ah ya, kaca mata ini sebenarnya bukan kacamata rabun, dengan memakai kaca mata Aku menjadi lebih percaya diri, aku yakin ini adalah efek dari keluargaku yang broken home sejak Aku kecil, secara psikologis aku tumbuh menjadi gadis pendiam dan susah berteman, juga kurang pecaya diri saat aku mulai keluar dari rumah,
segera kukenakan kacamata beningku dan melambaikan tangan saat Bus sudah berada didepan mataku.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ