BAB 13

960 Kata
Author Pov. Emily mendapati dirinya tanpa sehelai benangpun yang melekat di tubuh mungilnya. Sudah hampir larut malam tapi ia belum mengenakan apa pun. Emily mengumpulkan nyawanya dan melihat sekeliling kamar, Ia melihat Dylan dengan baju handuknya sedang duduk di samping kanan ranjang di kursi dekat jendela dengan menggenggam gelas berisi wine, yang kini sedang menatapnya. "Kau-- " Emily hendak beranjak dari tempat tidur tapi ia baru menyadari jika dia hanya di balut selimut. "Ada apa? Kenapa kau bangun?" tanya Dylan. "A-anu, i-itu-- " Emily begitu gugup apalagi harus mengingat kejadian panas pagi tadi, tapi anehnya Ia tidur sampai selarut saat ini. "Tidurlah, kau pasti lelah." "Lelah ? Emangnya--- " "Kau lupa?" "Lupa apa?" "Sejak siang kau mabuk," jawab Dylan. "Apa? Aku? Tidak mungkin, jangan ngarang kamu," ujar Emily mencoba menepis pikiran jeleknya. "Terserah jika kau tak percaya," ujar Dylan sambil beranjak dari duduknya dan berjalan keluar kamar. "Setelah ia menjamah dan menikmati tubuhku? Ia tak mengatakan apa pun? Trus aku ini apa? Aishh...aku merasa seperti Jalang kesepian, aku hanya menambah beban pikiranku saja, masalah Jean saja sudah membuatku stress sedangkan aku menambahnya dengan menyerahkan tubuhku ? " gumam Emily sambil mengacak-ngacak rambutnya yang sedikit berantakan. Dylan tersenyum karena mendengar perkataan Emily dan melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti. "Lantas dia mau kemana? Kenapa keluar kamar di jam segini? Ya ampun.. aku lupa Jean bagaimana? Seharian ini dia tak melihatku," ujar Emily berjalan memasuki kamar mandi hanya mengenakan handuk paling pendek. Ia menuju wastafel dan membasuh wajah kusutnya karena baru bangun. Sesekali ia mencoba mengingat apa yang di katakan Dylan jika dia mabuk seharian. Ingatan itu tiba-tiba timbul begitu saja ketika Emily menindih tubuh Dylan dalam keadaan tak sadar. "Apa yang ku lakukan?" tanya Emily kepada dirinya sendiri dan melihat wajahnya di cermin besar depan wastafel. Emily mengacak-ngacak rambutnya yang sudah ia ikat asal, Ia tak menyangka jika seharian ini dia menjadi jalang di depan Dylan. "OMG... Tuhan apa yang ku lakukan? Kenapa aku sampai tak sadarkan diri? Pria menyebalkan itu pasti menganggapku murahan," ujar Emily. "Ingat, Emily, ini hanya pernikahan kontrak dan setelah 1 tahun kau harus angkat kaki dari hidup Pria menyebalkan itu. Aku harus bicara dengan pria menyebalkan itu jangan sampai kejadian ini terulang. Aku harus membuat kontrak baru agar ia tak menyentuhku sama sekali. Karena dalam kontrak yang kami buat kami hanya tak boleh tidur seranjang. Emily berjalan keluar kamar dan mampir ke kamar jean, ia melihat jean sudah lelap tertidur. Ia Hanya memperbaiki selimut Jean dan berjalan kembali mencari keberadaan Dylan. "Apa kau melihat pria menye-- oh maksudku Dylan, apa kau melihatnya?" tanya Emily kepada salah satu maid yang lewat depan kamar Jean. "Iya, Mrs.Maxwell, beliau tadi sempat saya lihat sedang di perpustakaan." "Perpustakaan?" Emily berpikir sejenak. "Dimana perpustakaannya?" tanya Emily. "Biarkan saya mengantarkan anda, Mrs." "Tidak perlu katakan saja di mana letaknya?" "Di Gedung arah Timur, Mrs. Anda jalan lurus saja, anda akan mendapati tangga dan naiklah ke atas, 10 meter dari tangga itu anda akan melihat pintu besar di sebelah kiri, itulah perpustakaannya dan di Pintu sebelahnya adalah ruangan kerja beliau," ujar Maid. "Gedung sebelah? Gedung sebelah itu rumah juga?" "Tidak, Mrs, itu gedung khusus kantor pribadi Mr.Maxwell, beliau suka bekerja di sana jika beliau tak ke kantor, beliau juga sering melakukan meeting di sana." Emily berjalan sesuai petunjuk Maid. Ia mendapati tangga yang dimaksud Maid. "Kenapa sih di rumah ini terlalu banyak tangganya," gumam Emily. Emily mendapati pintu besar dan membukanya. Emily tertegun melihat perpustakaan pribadi milik Dylan yang di tata rapi sesuai urutan. Terlihat sederhana ketika pertama kali masuk karena temboknya hanya di design warna dan model kayu tapi di bagian kiri benar-benar indah dan mewah. Di design seperti bangunan tua. "Apa di perpustakaan ini tak kebanyakan kursi?" gumam Emily. Dylan terlihat sedang duduk di meja kerjanya di dekat perapian sambil membaca buku dengan kaca mata bacanya. "OMG..He is very handsome. Aku barusan mengatakan apa? Handsome? Ya ampun.. Sadarlah Emily." Gumammya sambil menepuk wajahnya. Emily langsung menghampiri Dylan dengan kesal. "Aku mau bicara," ujar Emily. Dylan memandangi Emily yany hanya mengenakan T-shirt berwarna putih dan celana Jeans yang sangat pendek. "Silahkan," ujar Dylan. "Aku ingin membuat kontrak baru." "Untuk?" "Aku ingin kita tak saling menyentuh satu sama lain, bukankah di isi kontrak itu tak tertulis?" tanya Emily. Dylan masih fokus membaca dan memilih mengabaikan Emily yang banyak bicara. "Tolong, dngarkan aku," ujar Emily. "Aku-- " Belum juga emily menyelesaikan kata-katanya. Cup... Dylan menarik lengan Emily agar wanita cantik itu menunduk dan ia bisa leluasa mencium bibir seksi emily yang bisa menjadi candu baginya bukan bisa tapi sudah. Emily mencoba mendorong Dylan agar melepas pagutannya tapi Dylan semakin memagutnya tampa memperdulikan pukulan Emily di dadanya. "Le-lepaskan," ujar Emily di sela pagutan Dylan. Emily seperti akan berhenti bernapas karena sikap Dylan yang selalu saja tiba-tiba mengejutkannya. Dylan melepas pagutannya dan membiarkan Emily bisa bernafas lega. "Apa yang kau lakukan?" tanya Emily kesal. "Itulah caraku untuk membuatmu diam," ujar Dylan. "Kau--" "Ada apa? Kau mau tambah?" "You're a jerk!" umpat Emily kesal. Dylan beranjak dari duduknya dan menatap Emily, kali ini tatapan segelap malam itu sudah tak terlihat. Ia menaikkan Emily di atas meja kerjanya dengan menggenggam b****g istrinya. Dylan seperti tergerak. Satu kata yang di keluarkan Emily seperti candu buatnya. "Kamu apa-apaan. Ingat aku hanya istrimu di atas kertas, jangan becanda," ujar Emily hendak turun dari meja kerja Dylan dan keluar dari perpustakaan. Tapi, usahanya sia-sia, Dylan mengunci tubuhnya dengan kedua tangan ia tumpu di atas meja kerjanya agar Emily tak kemana-mana. Dylan mengelus lembut pipi kanan Emily. Emily tergerak, Ia seakan senang dengan sentuhan Dylan di pipinya. Emily mencegah tangan Dylan agar tak melanjutkan sentuhannya. "Please, cukup buatku seharian ini mempermalukan diriku sendiri di hadapanmu, jadi aku mohon jangan lagi melakukannya," ujar Emily. Tatapan Dylan seakan tak menerima. Ia sudah terlanjur tergerak. BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN