Keesokan harinya, Anthony bersiap-siap dengan pakaian rapi dan sedang memasang dasinya sendiri. Biasanya ia akan dibantu oleh Grizelle tapi hari ini, Anthony bersiap lebih pagi. Ia tidak ingin dilihat terlalu antusias, tapi kenyataannya berbeda.
“Qin, kamu sudah rapi?” tegur Grizelle pada Anthony yang sedikit terkesiap menoleh ke belakang.
“Oh, ini. Iya, aku ada pekerjaan sebentar.” Anthony memberikan alasan. Grizelle langsung cemberut. Ia mendekat lalu membantu Anthony merapikan kemejanya.
“Kamu marah ya?” ujar Grizelle seraya mengerucutkan bibir merahnya pada Anthony. Anthony malah tersenyum dan balas mengekeh pelan.
“Enggak, kenapa aku harus marah? Memangnya ada apa?”
“Kamu sepertinya gak senang dengan pernikahan ini. Aku tahu sih kamu pasti kecewa harus menikah lagi tapi kan ....”
Anthony menghela napas lalu menggeleng. Kedua tangannya lantas memegang sisi lengan Grizelle dan mengusapnya pelan.
“Sudah jangan dibahas lagi. Aku sudah mau menikah kok kamu masih mengira aku kecewa. Aku gak kecewa, aku hanya harus lebih siap saja. Tidak mudah menjalani hal seperti ini, Grizelle. Aku bahkan belum tahu apa aku bisa,” jawab Anthony dengan raut serius.
Di balik ketenangan dan rasa gembira yang tersimpan karena bisa menikah dengan Tantria, Anthony sebenarnya menyimpan kegelisahan. Banyak hal yang ia pikirkan semalaman termasuk status Tantria nantinya. Tantria sedang hamil dan hanya dirinya yang mengetahui. Apakah dirinya siap menjadi ayah dari bayi yang dikandung Tantria? Jika anak itu laki-laki, apa Anthony akan menjadikannya penerus?
“Kalau aku bisa melahirkan lagi, aku gak akan mau melakukan ini. Aku gak mau berbagi kamu dengan wanita lain. Itulah mengapa aku meminta kamu cuma sekali saja sama dia,” ujar Grizelle ikut menumpahkan rasa gelisahnya. Anthony mengangguk pelan lalu memeluk Grizelle. Ia bisa merasakan jika Grizelle pasti berat merelakannya menikahi wanita lain.
“Apa sebaiknya dibatalkan saja?” gumam Anthony menghela napas panjang. Meski bahagia, nyatanya Anthony tidak sanggup menyakiti hati Grizelle. Grizelle lantas menjarakkan sedikit pelukan mereka dan menggeleng.
“Hanya satu malam, aku gak apa-apa kok,” ucap Grizelle dengan mata berkaca-kaca. Anthony tertegun menatap istrinya. Hati Grizelle begitu baik dan setia. Anthony berat di satu sisi tapi tidak punya banyak pilihan di sisi lain.
“Maafkan aku, Grizelle. Aku bukan Suami yang baik,” balas Anthony separuh berbisik dengan suara baritonnya. Grizelle tersenyum lalu memegang kedua pipi Anthony dan mencumbunya mesra.
“Qin, kamu adalah yang terbaik.”
Anthony sedikit tersenyum lalu memperdalam kulumannya. Keduanya baru keluar dari kamar setelah lima belas menit kemudian sambil bergandengan tangan.
Kaki tangan Anthony yaitu Hendri datang dan mendekat. Ia sedikit memberikan kode pada Anthony.
“Sudah beres, Bos. Kita gak perlu repot-repot bikin kecelakaan,” bisik Hendri pada Anthony.
“Maksud kamu?”
Hendri mendekat lalu berbisik lagi.
“Pesawat yang ditumpangi Frans Walinka dan istrinya hilang setelah lepas landas. Kabarnya jatuh di laut Jawa, sekarang masih dilakukan evakuasi. Semua penumpang tewas.”
***
Rombongan Anthony dan Grizelle berhenti di ujung jalan sebuah kampung. Jalannya masih separuh teraspal dan banyak kebun-kebun yang ditanami singkong juga pisang. Meski demikian, ujung jalan itu mengarah ke jalan yang lebih besar.
“Ini rumahnya?” tanya Grizelle pada Anthony yang masih pura-pura tidak tahu.
“Sepertinya iya, menurut alamat yang kamu kasih,” jawab Anthony diberi anggukan oleh Grizelle. Grizelle dan Anthony dikawal oleh beberapa orang anggota Golden Dragon yang membawa seserahan dan hadiah untuk melamar Tantria Purnama. Keduanya bergandengan tangan berjalan masuk menelusuri jalan setapak yang membelah kebun pisang menuju rumah Tantria.
Para tetangga mulai kasak-kusuk melihat ada orang kaya yang datang bergerombol masuk. Penampilan Grizelle dan Anthony layaknya pasangan bintang film Hongkong yang sedang booming tahun itu. Berbanding terbalik dengan jalan tanpa batu yang keras di musim hujan dan lembek saat tersiram hujan. Sepatu Anthony jadi berdebu karena masuk ke lorong menuju rumah petak Tantria.
“Permisi, selamat siang!” salah satu anggota Golden Dragon mengetuk pintu rumah Tantria yang tertutup. Tak berapa lama pintu sederhana dari tripleks itu pun terbuka. Wajah Tantria yang muncul. Ia sudah rapi dengan pakaian sederhana yang merupakan pakaian terbaik yang ia miliki.
“Silakan masuk,” jawab Tantria lemah lembut seperti biasanya.
Dua pengawal Anthony yang pertama masuk dengan sepatu mereka dan Anthony yang di belakang lalu mendehem keras. Keduanya menoleh, “Buka sepatu kalian!” perintah Anthony pada dua anak buahnya.
“Maaf, Bos Lin!”
“Tidak apa-apa. Pakai sepatu saja,” ujar Tantria memotong. Anthony hanya diam lalu Grizelle yang menyela.
“Boleh kami duduk?”
Tantria langsung mengangguk.
“Silakan, Nyonya.”
Tantria masih berdiri saat Anthony dan Grizelle masuk ke rumahnya yang kecil dan sempit serta sedikit kumuh.
“Saya panggilkan Ibu saya dulu, Nyonya.”
Grizelle mengangguk pada Tantria yang buru-buru berbalik masuk ke salah satu kamar.
Anthony melihat ke sekeliling lalu menarik napasnya. Tangannya masih digenggam oleh Grizelle tampak tak nyaman dengan kursi tamu yang mereka duduki.
“Kamu gak pa-pa?” tegur Anthony pelan. Grizelle tersenyum seadanya dan menggeleng.
“Bu, Tuan Anthony dan Nyonya Grizelle sudah datang,” ujar Tantria pada Ibunya.
Ria yang terlihat cemas dan masih kurang sehat hanya bisa menarik napas panjang. Ia berjalan keluar kamar untuk menemui seorang pria tampan berambut hitam pekat, berpakaian rapi dan wangi. Ibu kandung Tantria lantas menungkupkan tangan memberikan salam pada pasangan suami istri itu sebelum duduk di salah satu kursi. Sementara Tantria berdiri di samping Ibunya.
“Ambilkan minum untuk tamu kita, Nak,” ujar Ria memberikan perintahnya dengan lembut pada Tantria. Anthony bisa melihat jika sifat Tantria hampir tidak jauh berbeda dari ibunya.
“Tidak usah repot-repot, Bu. Kami datang kemari ingin bicara sebentar dengan Ibu,” ujar Anthony berbasa-basi dengan sikap yang sopan.
“Tidak apa. Semua sudah disiapkan oleh Tantria.”
Tak lama Tantria datang membawakan teh dalam cangkir keramik sederhana yang mungkin menjadi salah satu barang paling berharga di rumah itu. Anthony memperhatikan gerak gerik Tantria dengan baik. Gadis itu begitu sopan kala menyajikan teh di atas meja. Dengan pakaian sederhana dan rambut terkepang menyamping, kepolosannya sangat menarik mata.
“Terima kasih,” ucap Anthony tersenyum pada Tantria yang hanya menunduk saja. Ia sedikit terhenyak kala lengannya sedikit ditarik oleh Grizelle agar segera bicara. Anthony menoleh pada istrinya lalu mendeham pelan.
“Begini, Ibu. Nama saya Anthony Lin dan ini Grizelle, istri saya. Saya datang ingin melakukan lamaran untuk putri Ibu yang bernama Tantria Purnama untuk menjadi ....” Anthony terdiam lalu sedikit mengulum bibirnya. Ia seperti kehilangan kata-katanya tapi harus bicara.
“Itu ... untuk ....”
“Anthony ingin melamar Tantria untuk menjadi istri, Bu,” sahut Grizelle menyelesaikan kalimat Anthony. Betapa terkejutnya Ria saat mendengar hal tersebut. Semula ia mengira jika Tantria akan dilamar oleh keluarga calon mempelai, tapi ternyata yang datang adalah yang ingin menikah langsung.