Tantria masih menundukkan wajahnya kala berhadapan dengan Anthony. Di ruang kantor sebuah gedung pencakar langit di Jakarta, Tantria merasa kecil. Lebih dari itu, sesungguhnya ia ketakutan. Anthony mengetahui rahasia kehamilan Tantria dan ayah biologis dari bayi yang dikandungnya. Maka, Tantria pasrah pada apa yang terjadi di depan. Jika Anthony membuka semuanya, memang itulah yang harus dialami Tantria.
“Aku kan sudah menjanjikan kamu soal pernikahan itu. Makanya aku bawa Tantri kemari,” ujar Grizelle tanpa kecurigaan apa-apa. Anthony menelan ludah berkali-kali saat menatap Tantria. Apa salah jika hatinya bersorak saat mengetahui bila Tantria adalah calon pengantinnya?
Akan tetapi yang ditunjukkan Anthony adalah sebaliknya. Ia masih sedingin gunung es dengan melipat kakinya dan duduk tegak bersandar di kursi dengan elegan.
“Apa kamu kenal dia? Siapa namanya tadi?” Anthony pura-pura bertanya sedikit melirik tanpa senyuman pada Tantria. Tantria makin tidak mau mengangkat wajahnya yang pucat. Kulitnya yang kuning langsat dengan percampuran Eropa yang terang, membuat ia makin pucat.
“Tantria Purnama. Panggilannya Tantri.” Grizelle menjawab lalu tersenyum. Anthony melirik pada Tantria dengan ujung mata padahal jantungnya sudah melompat-lompat.
“Berapa umurnya? Kok lusuh begini!” tunjuk Anthony dengan sikap angkuhnya.
Tangan Tantria mengepal di atas ujung roknya yang sedikit terangkat di pertengahan lutut. Menundukkan kepala ada tindakan yang paling benar saat ini.
“Qin, jangan begitu!” tegur Grizelle memegang lengan Anthony yang berlapis kemeja putih. Anthony hanya mengenakan vest abu-abu senada dengan celana dan jasnya yang tergantung rapi di balik kursi kerja.
“Aku kan cuma bertanya.” Anthony masih bersikap ketus dan dingin. Grizelle lalu sedikit mencondongkan tubuhnya untuk bicara pada Tantria.
“Jangan diambil hati ya, Tantri. Anthony memang seperti ini orangnya. Kamu angkat dong wajah kamu biar Anthony bisa melihat,” ujar Grizelle membujuk Tantria. Tantria melirik pada Grizelle lalu perlahan mengangkat wajahnya takut-takut menatap Anthony.
Mata Anthony terpaku tak berkedip memandang wajah gadis yang sudah memporak-porandakan hatinya beberapa minggu belakangan. Pada pernikahannya, Anthony sudah bersumpah setia untuk terus bersama dan saling mencintai hingga maut memisahkan. Namun siapa sangka, Tuhan memberikan cobaan yang sesungguhnya pada hati Anthony yang tidak pernah jatuh cinta.
Tantria menunduk lagi setelah beberapa detik memandang mata Anthony. Belum ada sepatah kata pun yang diucapkan oleh Tantria dari semenjak ia datang.
“Perkenalkan diri kamu, Tantria,” pinta Grizelle separuh memerintah. Jantungnya Tantria rasanya mau meledak. Mengapa Anthony masih diam saja seakan tidak mengenalnya?
“N-Nama saya ... Tantria Purnama, Pak,” ucap Tantria terbata-bata. Anthony sangat ingin tersenyum. Gurat-gurat senyuman di ujung bibirnya ditahan dan yang terlihat hanyalah dengusan kecil dengan bibir sedikit menyeringai. Terkesan sinis dan tidak suka. Tantria bisa merasakannya.
“Apa? Tantria Purnama?” Anthony kembali menekankan. Meski ia tahu tapi rasanya sangat bahagia bisa menakuti Tantria untuk mengerjainya. Gadis itu begitu polos dan lugu.
“I-Iya, Pak,” jawab Tantria takut-takut.
“Jangan panggil, Pak! Aku tidak menikah sama Ibu kamu,” balas Anthony dengan nada ketus. Tantria makin menunduk dan rasanya ingin menangis. Ia bisa menahan maki-makian orang-orang di jalan atau tak dikenal pada kehidupan miskinnya. Akan tetapi, Anthony membuat Tantria jadi merasa makin nelangsa karena sikap dinginnya. Padahal beberapa hari lalu, sikap Anthony masih sangat baik mau mengantarkan Tantria pulang.
“Qin,” tegur Grizelle lembut. Anthony hanya menaikkan kedua alisnya bersamaan lalu membuang muka tapi ekor matanya masih melirik Tantria.
“Maaf.” Suara Tantria makin mengecil.
“Qin, dua minggu lagi kita baru bisa lakukan upacara pernikahannya. Bagaimana?” tanya Grizelle pada Anthony yang masih tampak cuek. Anthony mendengkus kesal dan pasrah. Meski hatinya bersorak dan ingin langsung mengiyakan tapi Anthony tidak boleh membiarkan Grizelle curiga.
“Terserah kamu saja,” jawab Anthony singkat dan masih ketus. Grizelle tersenyum lalu meraih tangan Anthony dan menggenggamnya.
“Kalau kamu sudah setuju, berarti besok kamu datang untuk melamar ya?”
Kening Anthony mengernyit dan melirik pada Grizelle lagi. Sedangkan Tantria hanya mendengar saja perintah dengan pasrah.
“Kok aku?”
“Lho kan kamu yang mau menikah, Qin!”
“Maksudku ....” Anthony kembali menengok pada Tantria. Tantria pastilah seorang gadis yang menginginkan lamaran yang indah serta pernikahan yang meriah. Tetapi bagaimana caranya Anthony bisa melakukannya?
“Semuanya sudah aku atur. Yang jelas besok, kita datang ke rumah Tantria untuk melamar.” Grizelle langsung memutuskan. Anthony menarik napas sekali dan mengangguk pelan.
Usai pertemuan itu, Anthony tidak bisa tenang apalagi melanjutkan pekerjaannya. Ia malah mondar-mandir di ruangannya memikirkan Tantri.
“Tantri akan menjadi istriku. Aduh, bagaimana caranya aku bicara sama dia? Apa dia marah sama sikapku tadi ya? Ah, kacau ini!” Anthony berujar berulang kali dengan kedua tangan berkacak pinggang. Masih mondar-mandir, salah satu tangan kanannya masuk.
“Maaf, Bos. Panggil saya?” Anthony menoleh pada Hendri dan mengangguk.
“Sini, Hen. Bantu aku.”
Hendri mengangguk dengan sopan menghampiri Anthony.
“Aku punya dua tugas buat kamu. Yang pertama, aku mau kamu belanja kebutuhan seserahan buat besok. Aku akan melamar calon istri keduaku ....” Hendri kaget membesarkan matanya. Ia mengira jika Anthony menolak rencana tersebut.
“Maaf, Bos. Bos Lin benar mau menikah lagi?”
Anthony mengangguk cepat.
“Iya. Aku sudah setuju dengan rencana Grizelle dan keluargaku. Aku tidak bisa membiarkan Golden Dragon dipimpin oleh keluarga lain. Aku gak sudi!” ucap Anthony tegas. Hendri masih ragu tapi ia tetap mengangguk.
“Siapa calonnya, Bos?”
Anthony diam sesaat dan tak sadar menggigit bibir bawahnya, “Calonnya ....” Anthony menjeda lagi.
“Mantan kekasihnya Frans, Tantria Purnama. Kamu tahu kan?”
Betapa terkejutnya Hendri saat mendengar hal tersebut. Dari awal dia mengira jika Anthony hanya iseng saja menguntit gadis itu. Ternyata takdir malah mempersatukan mereka dalam sebuah pernikahan meski statusnya menjadi yang kedua.
“Grizelle yang memilih. Aku gak tahu bagaimana mereka bisa bertemu. Yang jelas sekarang aku harus menikah dengan Tantria. Dia akan ... melahirkan anakku.” Anthony terpaku sesaat sembari memandang ke arah lain. Ia baru menyadari jika Tantria sedang hamil. Namun mengapa rasanya biasa saja. Seolah itu bukan masalah.
“Saya mengerti, Bos. Kalau begitu saya akan siapkan hadiah seserahan yang bagus dan mewah,” ujar Hendri mengenyakkan lamunan Anthony. Anthony mengangguk.
“Satu lagi, pastikan Frans Walinka tidak kembali.”
Kening Hendri agak sedikit mengernyit pada perintah Anthony tersebut, “Maksud Bos Lin?”
“Cari cara untuk menghabisi dia. Aku gak mau dia mengganggu Tantria lagi suatu saat. Laki-laki b******k seperti itu gak pantas untuk hidup,” ujar Anthony lagi memperjelas perintahnya. Hendri mengangguk paham.
“Baik, Bos. Apa ada permintaan khusus?”
Anthony berpikir sejenak lalu tersenyum mengangguk, “Buat seperti kecelakaan. Yang rapi.”
“Siap, Bos Lin!”