Chapter 10
broken Heart
Beck menggeram seraya menutup laptopnya dengan kasar, ia konsentrasinya benar-benar payah hingga ia tidak bisa bekerja dengan benar. Padahal semua pekerjaannya harus selesai hari ini karena ia akan menikah besok kemudian berbulan madu.
Masalahnya dengan Sophie belum selesai karena tadi malam saat Charlotte memberikan kesempatan untuk berbicara berdua dengan Sophie, mantan kekasihnya tidak mengambil kesempatan itu untuk menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sophie justru berbalik dan melarikan diri dan membuat Beck semakin yakin jika ia adalah korban permainan Sophie.
Beck bersumpah ia akan membuka kedok Sophie dengan tangannya sendiri, akan ia buktikan kepada Charlotte jika janin di dalam kandungan Sophie bukan miliknya bagaimanapun caranya.
Sophie pernah bersamanya lebih dari lima tahun, Sophie kehilangan pekerjaan juga karena Lucy, ibunya. Jika Sophie berbicara baik-baik meninta bantuan dalam bentuk materi selama belum mendapatkan pekerjaan, Beck akan membantu. Anggap saja kompensasi dari berakhirnya hubungan mereka.
Tidak perlu bersandiwara jika sedang mengandung anaknya. Apa lagi setelah Beck mendengar penjelasan Charlotte jika Nena adalah seorang m*******i, kemudian melihat bukti di ponsel Charlotte di mana saat itu Sophie menghabiskan waktu bersama Charlie, menggunakan narkotika hingga nyaris overdosis dan semua kebohongan Sophie yang sangat rapi, membuatnya benar-benar murka.
Mantan tunangannya benar-benar licik, pantas saja Vanilla selalu menilai Sophie dengan cara sangat sinis. Ibunya juga telah berulang kali memperingatkan jika Sophie bukan gadis yang tepat untuknya. Tetapi, Beck terjerat dalam kecantikan Sophie.
Entah bagaimana para wanita di sekitarnya bisa memiliki naluri yang sangat tajam. Tetapi, ia tidak memedulikan semua peringatan itu karena ia terlalu dibutakan oleh kecantikan dan juga logika. Logika karena selama bersama Sophie, sikap mantan kekasihnya sangat baik.
Namun, sekarang semuanya penilaian baiknya pada Sophie lenyap tak berbekas setelah Sophie sukses memorak-porandakan hubungannya dengan Charlotte.
"Terkutuklah kalian!" umpat Beck kesal. Ia mengutuk Sophie dan Nena yang dirasa telah menipunya bertahun-tahun.
Ia meraih map di atas meja kerjanya. Map itu yang membuat konsentrasinya buyar hingga menjadi kepingan-kepingan kecil yang nyaris menyerupai debu. Di dalamnya berisi perjanjian pranikah yang telah diperbaharui oleh pengacara Charlotte.
Calon istrinya telah merombak beberapa poin perjanjian pranikah mereka, salah satunya adalah jika anak yang dikandung Sophie nantinya terbukti adalah miliknya, mau tidak mau ia harus menandatangani perceraian.
Tidak masuk akal. Menurut Beck begitu karena ia bisa tetap memberikan nafkah kepada anak Sophie tanpa harus menikahinya. Apa pun alasan Charlotte, baginya semua tidak masuk akal. Ia memang melakukan kesalahan. Tetapi, bukanlah terlalu kejam jika ia harus membayar dengan perceraian?
Ia tidak ingin anaknya dibesarkan tanpa orang tua yang lengkap. Ia ingin anaknya dibesarkan seperti dirinya yang memiliki dua orang tua yang bahagia.
Sebagai pria sejati, ia tidak akan membiarkan anak yang dilahirkan wanita yang dicintai tumbuh tanpa dirinya.
Tidak semudah itu, Beck tidak akan membiarkan Charlotte menekannya.
Beck tidak peduli dengan semua pekerjaannya. Ia memilih membiarkannya terbengkalai. Ia hanya ingin bertemu Charlotte dan membicarakan hubungan mereka sekali lagi.
Di tempat tinggal mereka, Beck mendapati Charlotte sedang meringkuk di atas tempat tidur. Sepenuhnya ia sadar jika Charlotte sangat terluka karena perbuatannya. Setelah menjelaskan semua yang diketahui, Charlotte mendiamkannya.
Menghela napasnya yang terasa berat, Beck melangkah mendekati tempat tidur setelah meletakkan map di tangannya ke atas meja. Tanpa melepas sepatu ia naik ke atas tempat tidur dan memeluk Charlotte dari belakang dan mengecup rambut di kepala Charlotte beberapa kali.
Beck tahu jika Charlotte tidak tidur, calon istrinya hanya berpura-pura tidur. Wanita yang akan ia nikahi besok masih belum puas mengabaikannya.
"Aku tahu kau sangat marah padaku. Aku tahu, aku salah karena menghianatimu," ucap Beck dengan nada sangat pelan juga nada sabar. Ia mungkin belum pernah berbicara dengan nada sabar yang luar biasa seperti itu. Bisa dibilang ini adalah pertama kalinya. "Katakan apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku?"
Besok adalah pernikahan mereka, situasi canggung si antara mereka harus segera diakhiri. Bagaimana pun caranya.
"Aku hanya perlu waktu sendiri untuk beberapa saat," ucap Charlotte parau.
Beck mengerti ia tidak bisa memaksakan Charlotte untuk bersikap biasa sedangkan batin wanita itu tergores. "Aku akan melakukan apa pun untukmu asal kau tidak mendiamkanku."
"Apa kau sudah menandatangani perubahan perjanjian pranikah?"
"Sayangku." Tenggorokan Beck terasa tersekat. Belum pernah ia merasa kalah telak hingga nyaris tidak berdaya.
Ketika sahabatnya memenangkan hati Vanilla, ia masih memiliki kekuatan karena asa Charlotte di sisinya. Tetapi, ketika ia berada di bibir jurang yang bisa memisahkannya dari Charlotte, ia merasa jika hidupnya akan berakhir.
"Bisakah kita berbicara dengan terbuka? Maksudku, tidak ada emosi di antara kita."
"Mudah bagimu mengatakan hal itu, kau tidak tahu bagaimana rasanya orang yang kau cintai menghamili wanita lain."
"Dia bukan anakku." Beck sangat yakin. Melebihi keyakinannya kepada Tuhan.
"Itu hanya belum pasti. Belum ada bukti yang valid jika janin itu milik kakakku atau bukan." Atau milik pria lain.
Beck kembali menghela napas. Ia memang telah terpojok, ucapan Charlotte benar. "Aku tidak akan menceraikanmu, aku ingin hidup bersamamu, membesarkan anak-anak kita bersama, selamanya."
"Kau hanya cukup berdoa semoga janin itu bukan milikmu."
Beck merasa jika dirinya benar-benar hancur. Charlotte seperti tidak memiliki belas kasihan. "Baiklah, aku akan tandatangani dokumen itu." Ia menjauhkan lengannya dari Charlotte dan bangkit untuk menandatangani dokumen pranikah sesuai keinginan Charlotte meski perasaannya benar-benar hancur.
***
Sunshine memilih menghabiskan waktu dengan mencoret-coret buku sketsanya dengan gambar apa saja yang terlintas di dalam pikirannya, yang jelas ia terlalu enggan untuk mendekati ranjang pasien apalagi berbicara dengan Lexy. Hubungannya dengan Lexy selama ini tidak bisa dikatakan baik dan dekat. Seharusnya ia biasa saja saat tahu jika Lexy dan Poppy menjalin hubungan.
Sementara Nick duduk tidak jauh dari tempatnya seraya membuka laptopnya, tampaknya pria itu memilih bekerja dari pada berbicara dengannya sembari menunggu waktu berakhirnya sandiwara mereka dan bias keluar dari rumah sakit.
Sunshine tidak mempermasalahkan itu, ia juga tidak memiliki topic yang bias dibahas bersama Nick. Lagi pula saat ini, pikirannya kacau dan sangat marah pada Lexy dan Poppy. Mereka berdua keterlaluan kerena menusuknya dari belakang.
Bersambung.