Halu sambil Rebahan

997 Kata
Pura-Pura Rebahan Part 3 : Halu sambil Rebahan Menjelang siang, aku sudah selesai mengerjakan pekerjaan rumah juga menyuapi dua putriku makan. Sebelum menghalu, sholat zuhur dulu biar makin tamvan, eh! Aku memukul pelan bibir sexi ini, karena berpura-pura jadi cowok tampan di sss, aku jadi terbawa-bawa ke dunia nyata istilah itu. Abang Tamvan, itulah gelaran para fansku yang dari golongan emak-emak berdater itu. Aku sih enjoy aja mau dipanggil apa aja, asalkan mereka tetap menyukai cerita yang kubuat dengan tema-tema ringan itu. Beberapa judul cerbungku yang mendapat like ribuan yaitu Suamiku Pelit Na’adzubillah, Ibu Mertuaku Masyaallah, Ipar Tukang Minta, Tetangga Istimewa, Resiko Orang Tampan, Istri Ke-7 Ceo Tampan. Nah, dua judul terakhir itu yang paling laris, likenya 10k membuatku jungkir-balik kesenangan dan pas aku pindahin ke aplikasi, yang buka gembok sehari bisa 1k. Uwoww ... banget ‘kan, dari dua cerbung terakhir itulah para readers menganggapku benaran tampan. Bukan mauku menipu para fans dengan berkedok menjadi cowok tampan, cuma mau gimana lagi, karena tanpa melihat wajah asliku saja, mereka langsung tahu kalau aku ini tampan, masyallah banget ‘kan. Sebagai emak-emak baik hati, aku takkan tega mematahkan hati sesama emak-emak. Setelah selesai menyapa Ilahi dan curhat tentang Mas Nizar yang suka main sumpah setiap hari, aku kembali rebahan dengan sambil menatap ponsel. Oh iya, di dalam sholat, aku itu selalu berdoa agar suamiku yang kasar itu bisa berubah jadi baik dan peyayang, seperti karakter ciptaanku di dalam n****+. Kalau dia tak bisa berubah menjadi baik, maka aku memohon agar Allah memberikan azab kepadanya atau juga diambil cepat-cepat saja. Apakah aku istri durhaka karena mendoakan suami cepat mati? Semoga saja tidak, walau bagaimana pun dia Papa dari dua putriku yang imut. Setelah scrol status para teman dunia maya, aku jadi kepikiran untuk membuat adem cuaca panas di luaran sana yaitu dengan upload foto tangan Mas Nizar yang kuakui sebagai tangan ‘Samuel Ataya' dengan caption : Selamat siang, all. Siang-siang begini enaknya rebahan di lengan sang kekasih kali, ya. Baru sepuluh menit posting tuh foto, likenya sudah 500an dengan komentar 143 biji. Aku mengulum senyum, inilah hiburan dari emak-emak berdaster yang hoby menghalu kayak aku sebab komentar dari para fansnya akun ‘Samuel Ataya’ ini bisa bikin awet muda karena aku tak hentinya menahan tawa. [Ya ampun, Bwang, lengannya aja dah tamvan, apalagi orangnya.] [Mau dung rebahan di lengan Abang, aww ... awww ] [Aku makin yakin kalau Bang Sam ini memang full tamvan, lihat aja tangannya kekar gitu.] [Uwooww ... mau dong digendong tangannya si Babang Tamvan.] [Bang, kapan-kapan posting wajahnya dung, gue penasaran setengah mati ama lu.] [Bang Sam, balas dung chatan aku. Tega amit ama fans.] [Bwang tamvan, aku ngidam lihat wajah aslimu, kirim diinbox fotonya!] [Bang, aku tresno karo koe.] ‘Pletakkk!!!’ Aku serasa mau pingsan baca komentar yang terakhir. Oh, no! Ada-ada saja mereka. Sebenarnya aku tak pernah mengaku berjenis kelamin cowok, mereka saja yang menebak-nebak sendiri dari nama penaku juga foto profil, jadi aku tak menipu mereka, ya, gaes. Wkwkkw .... Ya udah, lanjut ngehalu lagi deh, biar saldo semakin bertambah dan bisa hidup mandiri jika Mas Nizar menendangku dari rumahnya ini. Hingga detik ini, aku masih belum bisa memahami dirinya yang paling hoby mengumpat itu, entah apa sebabnya atau mungkin bawaan dari orok dikarenakan Mama mertua ngidam ngemut mercon kali sehingga mulut putra bungsung itu kayak petasan, meladak sana dan sini. Masalah cinta, entahlah, aku tak tahu apakah aku mencintai dia atau tidak? Tapi aku benci mulut kasarnya dan masih mengumpulkan segenap kesabaran untuk bertahan hingga anak-anakku besar nanti.. **** Sore hari, kuakhir masa rebahan, karena dua putriku mengajak main ke halaman rumah. Yeah, aku malas sebenarnya tapi kasihan juga sama mereka karena sudah seharian kukurung main di dalam rumah saja. “Hay, Vio,” sapa Bu RT yang tiba-tiba sudah nongol di sampingku. “Eh, hay juga, Bu RT,” jawabku dengan perasaan yang mulai terasa tak enak karena ibu-ibu di kompeks ini hobynya menggerogoti wanita lemah lembut yang nggak tegaan seperti aku, tapi itu dulu, ketika masih polos. Kalo sekarang sih sudah agar berwarna-warni, hihiii “Hmm ... Vio, saya jualan parfum loh ... barangkali aja kamu mau beli,” ujarnya dengan mengeluarkan beberapa botol Parfum dari tasnya. “Hmm ... makasih, Bu Rt, tawarannya, cuma saya yang kerjaannya cuma rebahan aja ... kagak pantas pakai parfum mahal begini, lagipula ... uangnya juga nggak ada,” tolakku dengan nada lemah lembut. “Ya sudah kalau gitu. Hhmm ... saya itu mau jualan ke desa sebelah, cuma motor saya habis bensinnya, bisa gak pinjam uangmu buat beli bensin, Vio? Kalau parfum udah laku, langsung tak bayar hari ini juga deh .... “ Mata Bu RT merem melek kayak kelilipan. Asyem dah, aku menghela napas panjang. ‘Kan, ‘kan ... benar, sepertinya selain jadi penulis dan kaum rebahan, aku juga bisa jadi dukun deh. Heran, satu kompek hobynya bisa sama begini, sama-sama suka mencari mangsa untuk diperdaya. “Gimana, Vi, 50ribu aja kok,” todong Bu RT yang tubuhnya padat berisi, mirip pesumo. Alhasil, aku hanya bisa menggeleng manja sebab kalau melotot, takut dipiting dengan lengannya yang segede kaki gajah. “Ah, pelit kamu sekarang, ya!” ketusnya sambil bangkit dari kursi kayu di halaman rumah. “Maaf, Bu RT, saya ini cuma kaum rebahan yang uang buat belanja aja pakai dijatah ama suami. Sekali lagi maaf, Bu RT yang bohai,” ujarku dengan lemah lembut dan penuh kepura-puraan. Tanpa menjawab pujianku, dia naik ke motor dan tancap gas. Eh, itu hidup kok motornya, katanya habis bensin. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala. 'Kan, 'kan, 'kan .... Taklama kemudian, Mas Nizar sudah pulang dari kantor. Aku menghampiri dia dan hendak salin kepadanya. Dia hanya melengos lalu masuk ke dalam rumah, sedang aku masih membujuk anak-anak buat udahan mainnya karena Papanya udah pulang. “Viooo ... ponsel siapa di atas bantal lecekmu ini?!!!” Suara Mas Nizar terdengar menggelegar. Oh, no! Ponsel mahalku yang seharga sepuluh juta itu, kok bisa seteledor ini? Dengan gelagapan, aku memutar otak untuk mengarang kebohongan. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN