Bab 5. Terbuai

1115 Kata
Kondangan Minggu ini spesial. Naomi yang biasanya tidak ikut, kali ini dia sudah duduk rapi di jok mobil bagian tengah di samping Nathalie. Wajahnya? tentu saja cemberut. Malam tadi, dia diomelin Bu Denok. "Naomi. Ini yang ngundang tetangga. Ada nama Nathalie, juga nama kamu. Ini undangannya spesial. Ibu ya nggak enak kalo kamu nggak hadir. Soalnya ini yang ngundang bukan sembarang orang...," "Trus kalo orang sembarang yang ngundang, kita nggak perlu datang gitu, Bu?," sergah Naomi. "Kamu ini. Kalo ibu minta kamu ikut ya kamu harus ikut! Kamu apa nggak sadar selama ini nggak pernah mau ikut kondangan atau acara keluarga. Apa sih yang ada di pikiran kamu, Omi?," ketus Bu Denok. "Soalnya aku bete, Bu. Bisa mules-mules perut ketemu sama orang-orang aneh," "Siapa yang aneh? Kamu yang aneh! Dinasehatin malah ngelunjak. Ini ada nama kamu, Omi. Kalo nggak ada nama kamu ya Ibu juga nggak bakal maksa kegini," Dan Naomi hanya bisa duduk termangu. Hari Minggu kali ini pasti sangat membosankan baginya. Undangan dari tetangga sebelah ke keluarga Pak Tirta Adnan itu terkesan aneh. Pak Tirta mendapat dua undangan. Yang satu untuk Pak Tirta dan istri, satu lagi untuk Naomi dan Nathalie. Tidak tahu juga kenapa keluarga mereka mendapatkan undangan terpisah begitu. Naomi dan Nathalie sempat merasa heran, karena selama ini mereka sama sekali tidak mengenal keluarga kaya raya itu. Kok bisa tahu nama-nama mereka berdua. "Ibu yang kasih tau nama anak-anak ke mereka? Perasaan Bapak mereka nggak saling kenal?," tanya Pak Tirta ke istrinya saat mendapat undangan dari Pak RT setempat. Pak RT saja undangannya cuma satu. Padahal anaknya ada tiga. Hanya tertera Pak RT dan keluarga. "Nggak ah, Pak. Aku memang memperkenalkan Nat ke tamu-tamu malam pertunangan itu. Tapi malam itu aku yo mana ketemu dengan yang punya rumah. Kelasnya ya beda. Kalo Nathalie mungkin karena aku kenalin. Tapi Naomi? Aku malah mbuh nyebut bocah itu. Bocah males," "Tapi kok bisa tau ya? Undangannya malah ada dua. Aneh-aneh kelakuan orang sugih," ______ Pesta pernikahan anak tetangga Pak Tirta berlangsung di sebuah gedung yang sangat mewah. Maklum, orang berduit. Yang hadir saja rata-rata pejabat dan pengusaha kelas atas. Terlihat dari deretan mobil-mobil mewah dan penampilan glamour mereka. Naomi sedikit sinis melihat orang-orang kaya tersebut. Kembali teringat kejadian saat dia kecipratan air lumpur yang dilewati mobil mewah ketika pergi menuju sekolah. Sempat juga matanya mengecek apa ada mobil yang mencipratnya beberapa hari lalu itu di parkiran khusus para tamu undangan. Kalo ada mau gue bakar, batin Naomi penuh dendam. Selama acara berlangsung wajahnya terlihat murung. Nathalie sih membujuknya, tapi sepertinya bujuk rayunya benar-benar dianggap angin lalu oleh Naomi. Nathalie pun akhirnya sibuk bermain ponselnya, chatting dengan pacarnya, Riko. "Kamu mau kakak ambilin makanan?," tawar Nathalie yang sudah siap berdiri. Naomi menggeleng. Nathalie yang tergiur dengan aneka ragam makanan yang tersedia, langsung melangkah menuju stan makanan. Tiba-tiba ada yang menawarkan puding ke arah Naomi yang sedang duduk melamun. "Ayo. Buat kamu. Spesial lo. Ambil." Seorang ibu-ibu tua menyodorkan piring kecil ke Naomi. Ibu itu sedikit memaksa. Diraihnya tangan Naomi. Naomi hanya terdiam, dia tidak menyangka ada ibu-ibu tua memberinya puding coklat. "Ayo. Dimakan. Kamu pasti suka," Ibu-ibu itu pun berlalu. "Siapa sih?," rutuk Naomi yang merasa aneh. Tapi dimakannya juga puding coklat itu. Sejenak dia mengangguk-angguk. Sepertinya rasa pudingnya memang sangat enak. Wajah Naomi pun sedikit berubah cerah. Nathalie heran dengan piring kecil yang ada di tangan Naomi. "Katanya nggak mau...," "Ye..., tadi ada oma-oma nawarin, ya aku ambil," "Ada yang bawain kamu?," "Iya. Ini spesial katanya, ya aku makan," "Siapa?," "Nggak tau. Nggak kenal," Nathalie tergelak mendengar cerita Naomi. Lalu dia pun menikmati makanan yang dia ambil tadi. Ada-ada saja kejadian, batinnya. Sementara tampak Pak Tirta dan istrinya sedang bercakap-cakap dengan para tamu undangan yang mereka kenal di sudut lain gedung acara. ____ "Yuk, kita pamit pulang," Bu Denok sepertinya kelelahan. Ada peluh mengucur dari dahinya, padahal ruangan itu cukup dingin. Naomi dan Nathalie menurut. Mereka berempat lalu melangkah menuju ke pelaminan. ____ Kedua mempelai tampak serasi. Banyak yang memuji keduanya. Apalagi mempelai pria, Sahasika Nandana. Pria yang berusia dua puluh delapan tahun itu memang sangat tampan. Wajahnya memang terlihat tidak tersenyum saat pernikahan berlangsung, tapi tetap saja banyak yang memujinya. Dia mahasiswa yang sangat cerdas. Begitu pula mempelai perempuan, Gertrude Anjani, 24 tahun, adalah mahasiswa kedokteran di salah satu perguruan tinggi terkenal di Jakarta. Dia cantik sekali, gaun mewah yang dipakainya sangat pas sekali dengan bentuk tubuhnya yang tinggi semampai. "Cakep banget...," gumam Nathalie saat antri menuju pelaminan. Ada banyak tamu yang juga antri di depannya. Naomi yang di belakangnya sedikit terkesiap mendengar pujian dari mulut Nathalie. Kakaknya itu tidak pernah memuji lelaki seperti itu. Tapi memang Nanda sangat tampan. Mau gimana lagi? "Heh..., ingat Riko, Kak...," ujar Naomi mengingatkan. Nathalie tertawa kecil. "Beda kelas ya, Om. Ini berkelas...," "Idih, Kakak. Nyesel? Ntar aku bilang ke Riko nih...," ancam Naomi. Dia juga ikut tertawa melihat ulah kakaknya. Tiba saat Nathalie menyalami tangan Nanda. Dia terlihat gugup. "Selamat, Mas...," ucapnya. Nanda hanya melihatnya sekilas dengan senyum tipis. Dan Nathalie yang tersenyum kecut lalu menyalami Gertrude yang penuh senyum lebar menyambutnya. "Terima kasih sudah datang," ucap Gertrude. Dia manis sekali. Nathalie sedikit lega. Dia pun melangkah menjauh dari pelaminan. Naomi? Apa kabar anak kucel itu? Saat menyalami Nanda, Naomi sama sekali tidak berniat berucap apapun. Dia hanya menunduk dan menyerahkan tangannya. Tapi apa yang terjadi? tangan Nanda menahannya. Deg. Jantung Naomi berdegup kencang. Kepalanya mendongak menatap pria tampan itu yang tengah tersenyum manis ke arahnya. "Terima kasih, Naomi. Sudah datang ke pernikahan Mas Nanda. Mas Nanda senang banget bisa lihat kamu di sini," ucap Nanda penuh penyesalan. Tangan Naomi cukup lama dijabat erat Nanda. Bahkan tangannya digenggam dengan dua tangan Nanda. Naomi benar-benar terkejut. Dia terdiam. Tidak membalas ucapan Nanda. Dia syok. Lalu dia menyalami Gertrude tanpa berucap sepatah katapun. Lemas sekali Naomi. Pikirannya entah ke mana. Apalagi sempat didengarnya seorang tamu tepat di belakangnya bertanya ke Nanda tentang siapa dirinya yang membuat Nanda tersenyum lebar. "Mantan gue," jawab Nanda tegas. Naomi lalu menoleh sekali lagi ke arah Nanda, Nanda tersenyum lagi ke arah Naomi. Senyum penuh misteri. Naomi bergidik. Nanda tahu namanya? Nanda tersenyum manis ke dirinya? Nanda berucap terima kasih yang sangat mendalam dengan nada penuh penyesalan? Apa arti ini semua? Dirinya saja baru saja bertemu. Mantan? Oh My God? Naomi merasakan seluruh tubuhnya gemetar. Langkahnya pun terasa amat berat. _____ Naomi merasa kondangan ini penuh misteri. Selama perjalanan menuju pulang dia diam seribu bahasa. Belum lagi dia juga mendapat perlakuan aneh karena tiba-tiba ditawari puding coklat oleh seorang ibu tua saat acara pernikahan itu berlangsung. Naomi merasa ada yang tidak beres. Dirinyakah? Nandakah? Atau Ibu tua itukah? Dan sisa hari Minggu itu Naomi lewati dengan perasaan yang sangat ganjil. ______
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN