Ranti menginformasikan hal itu pada Ario, "Pa Ario, maaf, ada tamu. Saya tutup dulu teleponnya, nanti mungkin bisa berlanjut setelah urusan Pa Ario selesai.”
Bel apartemen pun kembali berbunyi.
Ario terdiam sesaat, "Boleh saya telepon lagi nanti?"
Ranti menjawab, "Ok." Lalu menutupnya.
Ranti menuju pintu apartemen dan melihat siapa yang membunyikan bel, ternyata Cica. Ranti pun membuka pintu.
"Tadi di kantor lihat si ganteng bareng si seksi Mirna. Kayanya dinner batal ya?" Tanpa basa basi Cica mengatakan apa yang ia lihat. "Aduh ca, bete. Ario barusan telepon. Dari sore dia bareng Mirna, masa baru kirim kabar barusan, katanya ada urusan mendadak. Kesal," Ranti meluapkan perasaannya.
"Apalagi tadi pagi Mirna cerita dia pergi bareng Ario meet up klien. Cuma berdua di mobil. Jujur, ini kesal setengah mati. Mungkin aku jealous. Mungkin karena mood swing datang bulan. Aku tidak tahu, tapi aku kesal," Ranti mulai mengeluarkan air mata.
Cica yang paham sahabatnya ini tahu, kalau Ranti marah, pasti ujungnya menangis. Cica membiarkannya mengeluarkan air mata dan emosinya. "Tapi Ario kontak kan?" Tanya Cica. "Iya tapi jam segini coba," Ranti tersedu-sedu. "Kaya tidak serius ngajak Ca."
"Aku pikir, kasih second chance ti.. Coba tenangin diri dulu. Kasih dia kesempatan menjelaskan dulu soal urusan mendadaknya apa, jangan dulu berpikir yang tidak-tidak soal dia sama Mirna. Mana ini lagi mens, mood swing kan.." jelas Cica. "Coba tenang dulu, terus pakai logika. Ya tidak mungkin juga kalau dia niat jahat. Sudah bagus dia kasih tahu batal kan? Nanti tanya, kenapa baru kirim kabar malam? Aku pikir ada alasannya," Cica menenangkan Ranti.
Cica betul, Ranti harus menenangkan diri dulu. "Ok Ca. Ario tadi info mau telepon lagi. Kita lihat, apa dia kontak atau tidak," Ranti mulai tenang.
Cica melihat jam tangannya, "Ti, aku janji sama Yoga. Nanti kita sambung ya. Aku niat mampir bentar, gara-gara tahu pasti dirimu bete batal dinner. Ini aku sekalian bawa coklat kesukaanmu. Tenang ok!" Cica berdiri dan berjalan menuju pintu. "Thanks Ca. Ok," Ranti mengikuti Cica menuju pintu.
Cica pun pergi. Ranti terdiam. Ia mengecek ponselnya, ada pesan dari Ario.
Ario: Maaf ya. Janji tidak marah? 19.35
Ranti bingung harus membalas apa, hanya menatap ponselnya. Akhirnya Ranti memutuskan untuk mandi dan mendinginkan kepalanya. Selesai mandi, ia makan coklat yang Cica bawa dan menghabiskan tiga butir, lalu menghela nafas.
Ranti mengambil ponselnya, ternyata ada tiga misscall.
1 ARIO 19.50
2 ARIO 20.11
3 ARIO 20.23
Tiba-tiba hatinya tersentuh, Ario mungkin merasa tidak enak. Sekarang pukul 20.52, tadi ia lama di kamar mandi, jadi tidak sadar kalau ada telepon masuk.
Ranti pun memutuskan untuk menelepon balik. Bagaimanapun, jauh di lubuk hatinya, Ranti paham ia marah karena ada rasa pada Ario dan tidak mau emosinya saat ini membuatnya menyesal. Cica betul, ia harus tenang dan meminta penjelasan dari Ario. Lagipula, Ario mungkin tidak paham bahwa yang membuatnya kesal bukan soal batal janji, tapi soal cemburu. Ya, bayangan Ario dan Mirna, itu yang membuat emosinya naik.
Deringan pertama, Ario langsung mengangkatnya.
Ario, "Halo..”
Ranti, "Halo."
Ario, "Marah?"
Ranti, "Tidak ada alasan untuk marah." Ranti menjawab apa adanya.
Ario terdiam sesaat lalu mulai berbicara, "Tadi sebelum pergi meeting ke Blue, hp saya charge dan tertinggal ruang Pa Wira. Selesai meeting, lalu kembali ke kantor untuk membereskan beberapa dokumen hasil meeting. Hp tidak bisa langsung diambil karena ternyata ruang Pa Wira sudah terkunci. Sambil menunggu, ternyata Pa Wira datang bersama Pa Ridwan, akhirnya Pa Ridwan mengajak rapat terkait pertemuan tadi. Selesai rapat, baru saya bisa mengambil hp," jelas Ario panjang lebar.
Ranti diam.
Ario, "Maaf saya telat kirim kabar, mau memaafkan saya?" Terdengar kalau ia memang merasa bersalah.
Ranti tiba-tiba merasa bersalah. Penjelasan Ario membuatnya mengerti, semua ini hanya gara-gara emosinya. Ia cemburu soal Mirna. Tapi tentu saja, ia tidak bisa menjelaskan itu pada Ario. Kalau menjelaskan, sama saja dengan mengakui perasaannya.
Ranti, "Pa Ario.”
Ario, "Ya," Ario menjawab lembut, ada kelegaan dalam nada suaranya.
Ranti, "Mmm.. maaf kalau saya terkesan seperti marah. Saya tidak marah pada Pa Ario.”
Ario, "Sungguh? Tidak marah?" Ario terdengar sumringah dengan jawaban Ranti.
Ranti, "Iya.”
Ario, "Lalu.. Mmm... Boleh tahu, kenapa tidak balas pesan saya?" Ario terdengar bertanya dengan hati-hati.
Ranti, "Bukan tidak balas, tapi belum balas. Habis ada yang membatalkan janji mendadak. Sejujurnya ingin marah, tapi tidak mau marahan." Ranti mencoba mencairkan suasana, tidak mau Ario bertanya lebih lanjut yang akhirnya bisa membuatnya mengungkapkan kecemburuannya.
Ario tertawa.
Tertawanya menggemaskan. Ranti mendadak lupa semua rasa cemburunya. Ia kembali merasa kangen. Duh, besok Hari Sabtu. Artinya dua hari, Sabtu Minggu tidak akan bertemu. Ingin rasanya mengungkapkan rasa kangen itu. Apa Ario merasakan hal yang sama?
Ario, "Boleh beri saya kesempatan lagi?”
Ranti, "Kesempatan apa?"
Ario, "Besok saya jemput makan siang, apa bisa? Semoga tidak ada acara.”
Ranti langsung tersenyum lebar, "Besok bisa tidak yaa? Ada yang membatalkan lagi tidak yaa?" canda Ranti. "Mmm.. Tapi... Ok."
Ario, "Ok... Bisa?" Ario bertanya memastikan.
Ranti, "Iya.”
Ario, "Besok saya jemput pukul 1, tidak apa-apa?"
Ranti, "Ok.”
Ario, "Sampai besok ya..” Ario terdengar senang.
Ranti, "Iya.. saya tunggu."
Ario, "Iya pasti. Mmm... sudah mau tidur?"
Ranti, "Belum, Pa Ario mau tidur?"
Ario, "Belum, masih ingin ngobrol sama seseorang. Perutnya masih sakit?"
Ranti, "Ngobrol sama siapa?" Ranti pura-pura tidak tahu. "Perut sudah enakan.”
Ario, "Ok good. Tadi siang makan apa?"
Ranti, "Bubur.”
Ario, "Bubur beli dimana?"
Ranti, "Tidak tahu, Wira yang kirim. Tadi makan di ruangan.”
Ario, "Oh.." Ario terdiam, lama.
Ranti, "Halo? Pa Ario?" Ranti bertanya-tanya kenapa tidak ada suara.
Ario, "Mmm..." Menggumam.
Ranti, "Kenapa?"
Ario, "Sepertinya, saya cemburu.”
Ranti, "Hah? Karena?" dengan polosnya Ranti bertanya.
Ario, "Lupakan saja. Sudah malam, sampai besok," Ario seperti ingin segera menutup telepon.
Ranti, "Oh ok.." Ranti menutup telepon meskipun mendadak bingung dan penuh tanda tanya.
Tapi ia mengingat kalau besok akan "date" dengan Ario. Akhirnya Ranti mengabaikan kebingungannya dan segera tidur.
***