Minggu yang cerah. Hari ini ia akan kembali bertemu Ario, hatinya berbunga-bunga. Ranti memilih rok selutut warna merah muda dan atasan kaos loose putih polos, lalu kardigan berwarna putih dengan motif bunga. Rambutnya ia ikat ekor kuda dan mengenakan lipstik warna coral yang membuat bibirnya terlihat segar.
Ario meneleponnya.
Ranti mengangkat telepon itu, "Ya.."
Ario, "Sudah dekat.”
Ranti, "Ini sudah di depan.”
Ario, "Wahhh sepertinya ada yang tidak sabar buat ketemu?" Candanya.
Ranti menggodanya, "Iya.. tidak boleh?"
Ario, "Aku ngebut ya.."
Ranti, "Ah.. Jangan. Hati-hati.”
Dua menit kemudian, mobil besar hitam itu berhenti di depan Ranti. "Hai.." Ario menyapanya. Ranti merasa hatinya berdebar tiada henti, "Hai juga..." Ario menyinari harinya. Ario, my sunshine.
Ario tak bisa menahan rasa gemasnya, Ranti terlihat cute sekali hari ini. Ario merasa hatinya makin terpikat lebih dalam setiap harinya. Apalagi saat melihat bibir Ranti dengan warna lipstiknya yang entah apa, ingin rasanya memegang dan mengecupnya. Tapi, Ario mencoba menghilangkan imajinasinya.
Ranti pun duduk di mobil. Ario membantunya memasang sabuk pengaman. Hidungnya mencium harumnya parfum yang Ranti gunakan. Mukanya terlihat berseri-seri. Ario memandangnya. Ranti balas memandangnya, "Kenapa?" Ario tidak menjawab, hanya tersenyum, lalu memberanikan diri mengusap lembut kepala Ranti.
Jantung Ranti berdegup kencang, "Mau kemana kita?" Ranti mengalihkan perhatian. "Nonton nomor 2, nomor 1 kita ke pantai," Ario tersenyum lebar. "Seruuu... Pantai mana?" tanya Ranti. "Andara," jawab Ario. "Tapi ini tidak bawa baju ganti," Ranti kebingungan. "Tidak masalah, nanti kita pikirkan," Ario mulai menggerakkan mobilnya.
Mereka menempuh sekitar 2 jam perjalanan untuk sampai di Pantai Andara. Pantainya kecil, tapi bersih dan segar. Pasirnya putih, dengan airnya yang berwarna jernih. "Wah bagusss..." Ranti merasa semangat melihat keindahannya. "Baru pertama kali ke sini?" Ario bertanya.
"Iya," jawabnya. Teman SMA-nya Dina dan Nisa seringkali mengajaknya ke pantai ini, tapi karena kesibukan, akhirnya sering batal ikut. "Suka?" tanya Ario. "Iya suka..." Ranti menjawab sambil tersenyum lebar.
Ario tersenyum melihatnya. Rasanya mulai hari ini, akan sulit baginya untuk bisa menghindar dari pesona Ranti. Ario tidak lagi bisa berpura-pura tidak menyukainya. Ranti harus tahu ceritanya dan perasaannya. "Kita jalan yu, memutari pantai ke ujung sana," Ranti mengajaknya. Ario yang sedang duduk di pinggir pantai lalu berdiri, membersihkan celananya dari serpihan pasir.
Ranti mendekatinya, lalu menyentuh area mata kanannya, "Ario diam, ada pasir." Ranti membersihkan pasir di sekitar dahi dan matanya, lalu menyentuh rambutnya lembut, "Banyak pasir.” Ario merasakan debaran tak berhenti, sentuhan itu membuat jantungnya berdegup kencang. Gadis cantik di depan matanya ini begitu menyihirnya. Ario menjadi patuh di hadapan Ranti.
Mereka pun berjalan mengitari pantai. Ario ingin memegang erat tangan Ranti, tapi keberaniannya belum timbul. Tiba-tiba ada sekelompok anak muda bermain air. Ario melihat Ranti hampir terkena siraman airnya dan segera memegang tangan Ranti dan menariknya. "Ahh," Ranti berteriak.
Air pun mengalir tanpa mengenai Ranti. Rombongan anak muda itu pun meminta maaf, Ario dan Ranti tidak mempermasalahkan, mereka pun pergi.
"Sori, kaget ya?" ujar Ario. "Iya kaget, tapi tidak apa-apa," Ranti melihat kalau tangannya dalam genggaman Ario. Ranti tak ingin genggaman itu lepas, Ario pun tidak berniat melepaskannya, Mereka saling menatap, lalu tersenyum. Ranti dan Ario berjalan sambil berpegangan tangan.
Ario melihat jam tangannya, "Kita cari makan dulu mau? Lapar?" Ranti pun baru ingat kalau dia belum makan, mendadak lapar terasa,"Iya mau, lapar.” Mereka berdua mencari tempat makan sepanjang pantai dan menemukan restoran yang suasananya nyaman. Ternyata makanan pun enak.
"Kita mesti ke sini lagi," Ranti senang melihat suasana pantai. "Mau ke sini lagi?" Ario menatapnya dengan lembut. Ranti menganggukkan kepalanya. Ario tersenyum dan terus memperhatikannya. Panasnya cuaca membuat kulit muka Ranti berubah kemerahan. Cute.
Ario melihat sekeliling, tidak jauh ada kios yang menjual topi. Akhirnya beranjak dan membeli satu, lalu mengenakannya di kepala Ranti. "Panas ya?" Ario bertanya. Ranti cuma bisa menganggukkan kepala, terlalu grogi untuk berkata-kata dan merasa kalau mukanya makin memerah, tidak menyangka Ario perhatian padanya.
"Sudah kenyang? Ini sudah mau sore, kita harus segera pulang," ajak Ario. "Tidak terasa ya.. Tahu-tahu sudah sore lagi," Ranti sedikit kecewa. "Nanti kita bisa ke sini lagi, kalau mau?!" canda Ario sambil berdiri dari kursinya. "Mauu.. Aku mau Ario.." ucap Ranti sambil ikut berdiri dan merapikan topinya. "Iya..." Ario menjawab singkat. Rasanya apapun untuk Ranti akan ia lakukan, apalagi hanya sekedar pergi ke pantai. "Kapanpun Ranti mau," ucapnya sambil mendekat ke arah Ranti.
Ranti merasa mukanya bertambah merah, jantungnya bertambah dag dig dug. Ario... Ini gara-gara kamu. "Sungguh? Bisa kapan saja ke sini?" tanya Ranti. "Iya, kapanpun kamu mau," Ario terdiam, menatap Ranti. Ia tak bisa lagi menahan perasaannya, lalu melangkah mendekati Ranti dan memeluknya. "Maaf kalau aku berani seperti ini," bisiknya di telinga Ranti. Meski kaget, tapi tangan Ranti bergerak membalas pelukan Ario dan menyentuh punggungnya. "Hangat," Ranti membalas dengan berbisik di telinga Ario.
Keduanya saat itu tahu, hati mereka saling memiliki, meski tidak ada ucapan apapun.
***
Mobil memasuki area basement apartemen Ranti, dan Ario memarkirkan mobilnya. Ranti lalu melepas sabuk pengamannya, dan menatap Ario yang sedang melepas sabuk pengamannya. Terlihat sisa-sisa pasir ada di rambutnya. Ranti heran, kenapa bisa ada pasir di rambutnya?
Ranti menggeser posisi tubuhnya agak condong ke arah Ario untuk membersihkan pasir-pasir itu. Ternyata, ada juga yang menempel di lehernya.
Ario tampak kaget, tapi terdiam dan membiarkan Ranti menyentuh rambutnya, lehernya dan punggungnya. Ia hanya bisa tersenyum, merasa lucu, Ranti sudah memperlakukannya sebebas itu dan tidak lagi meminta izinnya untuk menyentuh tubuhnya. Meski Ario tentu saja dengan senang hati membiarkannya.
"Kenapa senyum sendiri?" Ranti heran dengan sikap Ario. "Tidak apa-apa," Ario tetap tersenyum. "Ihh.. aku turun ya," Ranti merajuk sambil pura-pura mau membuka pintu mobil. Ario bergerak cepat menguncinya dari central lock, Ranti tidak bisa membuka pintu mobil itu sekarang.
"Ario.. bukaa.." Ranti mengucap manja. Ario cuma bisa tertawa. "Ihh.." Ranti terdiam.
"Marah?" Ario menatapnya dan menunjukkan senyumnya yang menawan. "Tidak.." Ranti menjawab sambil bergerak ke sisi Ario untuk membuka central lock-nya. Tapi ia kalah cepat, Ario memegang tangan Ranti, lalu mendekat dan mengecup keningnya.
Ranti kaget dan membelalakkan matanya. Ario melihat itu sebagai hal yang menggemaskan. Tangannya bergerak memegang pipi Ranti lalu menyentuh bibirnya. Hal yang ingin ia lakukan sejak lama. Ranti terdiam, seakan menjadi patung, tak bisa bergerak.
Tiba-tiba, ada yang melekat pada bibirnya. Ario mengecup bibirnya, lama dan panjang. Ranti hanya bisa diam, lalu menutup matanya.
***