CANTIK

521 Kata
"Cemburu kenapa? Kenapa cemburu? Siapa? Sama siapa?" Ranti tampak gelagapan kaget dan mengucapkan tanya berderet. "Bingung?" Ario tiba-tiba menyadari kalau sikapnya membuat Ranti kebingungan. "Iya," jawab Ranti. "Sudahlah lupakan," ucap Ario dengan nada agak tinggi. "Marah?" Ranti bertanya dengan nada lemah. Ario menoleh padanya. Ranti hanya tertunduk, tidak mengerti apa yang harus ia lakukan. Melihat Ranti seperti itu, Ario tiba-tiba merasa bersalah. "Saya tidak marah," ucap Ario lembut. Ranti menoleh padanya. Ario tersenyum dan Ranti membalas senyumannya. Ario bergetar, ingin rasanya memeluk perempuan cantik didepannya ini. "Saya cemburu, tapi saya tidak marah," ujarnya. "Iya, jangan marah ya," Ranti memandang Ario dengan tatapan memelas. Lama.. Menunggu jawaban. Ario membalas tatapannya. Lama… Terdiam. Mereka saling menatap, diam. "Kamu cantik," Ario memecah kesunyian.. Ranti tersipu. "Besok jadi nonton ya? Temani saya?" Ario bertanya memastikan. "Iya," jawab Ranti lalu memegang bagian atas tangan Ario, "Tidak marah ya?" Ario menatapnya, "Tidak," sambil perlahan menyentuh tangan Ranti yang berada di bagian atas tangannya, mengelusnya, kemudian menariknya perlahan dan menggenggamnya. Ranti tiba-tiba bergetar, Ario memegang erat tangannya, "Cemburu itu ada, tentu beralasan.” "Iya.. Tapi tadi itu cuma Wira," jelas Ranti. Mmm... Ario menunduk. Ia menyadari, Ranti tidak tahu ketertarikannya selama ini. Awalnya Ario selalu menahan diri karena keberadaan Wira. Kecemburuannya beralasan, tapi Ranti tidak tahu. Tidak, bukan tidak, tapi belum. Ario memutuskan untuk tidak mengungkapkan apa-apa. Ia tidak mau merusak hari ini. Hari yang ia tunggu-tunggu. "Kalau Ario, apa juga "cuma" Ario?" tanyanya. Secara tidak langsung, Ario mengungkapkan perasaannya. Ia tidak mau Ranti menganggapnya "cuma" seseorang biasa saja, ingin lebih dari itu. Ranti bingung, "Mmm, maksudnya?" Ario merasa tidak tega membuat Ranti kebingungan. Ia memutuskan untuk menunda pembicaraan ini. "Lupakan," ujarnya tersenyum. Ranti merajuk, manyun, "Maksudnya?" Ario tertawa, "Ya lupakan.” "Ya sudah, kelamaan di parkiran. Aku pulang ya.. Naik dulu ke atas," Ranti melihat suasana parkiran basement yang terlihat gelap dan sepi. "Boleh," ujarnya, tapi Ario masih memegang tangannya. "Terus ini bagaimana?" Ranti menunjuk tangannya yang susah ia lepaskan. Ario memegangnya erat. "Yang ini punya Ario," katanya tersenyum jahil dan makin erat memegang tangannya. Ranti menunduk, tersipu malu. Ario merasa perasaannya bersambut. Meski belum lama mengenal, tapi hatinya seakan terikat. Ario pun tak kuasa menahan perasaannya. Ranti, berhasil memikat hatinya. Sosok yang membuatnya bergetar, ada di depan matanya, tangannya dalam genggamannya. Ingin rasanya mencium bibir merahnya, tapi Ario menahan diri. "Jadi? Boleh pulang atau tidak?" tanya Ranti greget. Ario tersenyum dan ingin menjawab, TIDAK. Kalau Ranti pergi dari hadapannya, hatinya pasti kembali sepi dan merindukannya. Tapi waktu sudah malam, akhirnya ia menjawab, "Boleh," lalu perlahan melepas tangan Ranti. Ranti sedikit kecewa, tapi ia tahu besok akan bertemu lagi. Ranti menenangkan diri, "Naik dulu ya.” Ario turun dari mobil dan mendekati pintu penumpang, lalu membukakan pintu untuk Ranti. Ranti pun turun, menatap Ario, terpesona. Ario merasa luluh saat melihat tatapan Ranti. Tatapan itu membuatnya ingin menjaga dan melindunginya. "Bye," ujar Ranti. "Sampai besok ya." "Bye. Besok saya jemput," Ario membalasnya. Matanya terus menatap sampai Ranti memasuki lift apartemen. Ranti memasuki lift. Hatinya terasa hangat. Sosok Ario masih berdiri melihatnya, sampai pintu lift pun tertutup. Ario tiba-tiba merasa sepi. Belum hitungan menit, tapi ia kangen Ranti. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN