Menolong

1210 Kata
“Lina…” lirihnya. Mata dokter itu tidak berkedip, terpaku memandang gadis itu tiba hingga tiba di hadapannya. “Hai, Dokter juga fitness di sini?” sapa gadis cantik itu. “Halo, iya. Aku senang kau ternyata memperhatikan kesehatan tubuhmu,” sahut Rizal. “Iya, kebetulan aku dari dulu memang suka olah raga. Tempat ini juga punya temanku, jadinya aku lebih sering menghabiskan waktu di sini.” Lina tersenyum, Walaupun hanya seperti warna alami yang menyatu di wajahnya yang indah, semburat merah di wajahnya tidak bisa ia tutupi. Entah Rizal menyadarinya atau tidak. Rizal membalas senyumannya. “Yah, pokoknya tetap semangat, ya. Jangan lupa besok sore jadwal terapi rutinmu, harus datang tepat waktu. Silakan lanjut, aku juga baru mau mulai. Sampai jumpa lagi,” Rizal sekali lagi menebarkan senyum hangatnya lalu melangkah meninggalkan Lina yang berdiri terpaku memandangi punggung lebar dokter Rizal. Lina memegang dadanya yang sejak tadi berdegup kencang. Menutup mulutnya menahan suaranya agar tidak meledak keluar. “Dia tidak dengar suara jantungku yang rusuh ini, kan? Ah, dia kenapa dia semakin mempesona saja? Kapan coba aku bisa berhenti menyukainya kalau dia selalu tampan seperti itu. Hu..hu hatiku sadarlah, dia bukan milikmu…” gumannya, ia berjalan dengan lemas meninggalkan tempat itu. Lina sudah berada di dalam mobilnya, menjalankan mesin dan menyalakan pendingin udara, tapi mobilnya tidak bergerak. Mata gadis it terus saja terpaku pada sosok yang sedang melakukan olah raga di balik ruangan kaca di dalam sana. Matanya terus terfokus pada sosok tampan nan rupawan itu. Berkali-kali ia menghela nafas sambil merutuk dirinya sendiri kenapa ia masih berada di tempat ini? pikiran logisnya sudah memerintahkan untuk bergerak melajukan mobilnya pergi tapi hatinya berkata lain. Dan kekuatan hati lebih besar dari pada pikiran logis sehingga di sinilah ia berada, sejak tadi memandangi sosok indah yang selalu membuatnya berbunga-bunga. “Aku mungkin tidak bisa memilikimu, dokter. Tapi setidaknya hatiku bahagia bisa mencintaimu. Mengagumi sosokmu dalam diam membuatku bahagia,” Gumannya dengan mata sendu. Di tengah perasaanya sibuk mengagumi pria yang ia cintai, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia melihat nama Leo di layar ponsel. “Mau apa lagi orang ini?” gerutunya kesal. Sebelum menerima panggilan. “Iya, Pak CEO. Ada apa?” sapanya terdengar ketus. “Aku… Lina, apakah kita bisa bertemu malam ini, sebentar saja. aku hanya ingin melihatmu. Aku tidak yakin akan bisa tertidur malam ini kalau tidak melihatmu sehari saja, aku mohon,” pinta Leo. Mendengar hal itu Lina menghembuskan nafas panjang. Bagaimana caranya agar pria ini bisa mengerti? “Pak Leo, aku kira kita sudah memperjelas semuanya di restoran kemarin. Aku tidak bisa menerimamu karena kau sudah bertunangan, aku tidak mau membuat tunanganmu sakit hati dengan merebutmu darinya. Lagipula, hubungan yang kau inginkan ini tidak akan bisa membuat kita bahagia. Begini saja, kau lupakan apapun menyangkut diriku, anggap kita tidak pernah bertemu. Yah, dengan begitu kau bisa fokus kepada tuangangamu saja agar tidak ada hati terskiti, kau mengerti kan maksudku?” ucap Lina. ia sudah ingin melupakan dan mengakhiri semua tentang Leo. Lagipula sejak awal ia memang tidak pernah memberinya harapan. Saat ia menemui Cindy dan menanyakan perihal tunangan yang dimiliki Leo, sahabatnya itu terkejut. Ternyata ia juga tidak tahu. Ia hanya menerima pesan dari sekretaris Leo jika untuk mengatur kencan untuknya, Cindy pun teringat oleh Lina, ia langsung mempertemukan Lina tanpa tahu apa-apa tentang CEO itu. Cindy juga sudah berulang kali minta maag menyesali perbuatannya. Tapi sekarang, masalahnya semakin rumit saja. “Lina, kau tidak bisa memutuskan secara sepihak. Apa kau tahu, aku sudah terlanjur jatuh cinta padamu. Aku ingin memilikimu. Aku tahu aku memiliki tunangan, tapi hubungan kami tidak lebih dari sebuah kontrak kerja. Nanti jika kami menikah pun tetap tidak akan menggangu privasi masing-masing. Dan juga a…” “Apa katamu, pak CEO? Kalau kalian menikah nanti tidak akan mengganggu privasi kalian masing-masing? Jadi maksudmu, jika kalian menikah, kau akan menjadikanku simpanan begitu? kalian menikah dengan penuh kemewahan, diliput berbagai media dan televisi lalu aku hanya akan kau simpan di ranjangmu sebagai mainan karena kau mencintaiku, begitu? hah… dasar kau pria b***t!” hardik Lina penuh emosi. Bisa-bisanya ia tetap berpikir untuk memilikiku meskipun ia sudah menikah nanti. Hatinya mejadi panas. “Bukan itu maksudku, Lina. Kau salah paham. Mari kita bertemu dan meluruskan masalah ini. Aku tidak mau kau menjadi salah paham,” ucap Leo panik, sepertinya dia salah bicara dan membuat Lina marah. “Tidak! kau tidak akan pernah bertemu denganku lagi. Sekarang aku kembali perjelas tuan CEO, aku tidak bisa menerima perasaanmu. Silakan cari perempuan yang bisa kau jadikan simpanan. Karena aku bukan wanita seperti itu!” Lina memutuskan sambungan telepon dan mematikan ponsel. Ia sangat emosi, ia benar-benar geram dengan sikap Leo yang menganggapnya sebagai w**************n. Akhhh…!!!” ia memekik keras sambil memukul-muku setir mobilnya. Seketika dadanya sesak, ia tersentak. Tidak, ia tidak boleh kambuh di tempat ini. Ia harus mengontrol emosinya. Sebelum ia benar-benar hilang kendali di tempat ini. Di saat yang sama, pintu kacanya di ketuk dari luar. Ia menoleh dan melihat Rizal berdiri di luar. Tentu saja Lina semakin terkejut. belum sempat ia menormalkan emosi, Rizal malah datang menambah rasa tegangnya. Alhasil nafasnya semakin tersengal. Ia tidak mampu lagi menggerakkan tangannya untuk membuka pintu padahal pintu mobil itu sedang terkunci. Rizal kembali mengetuk kaca jendela mobil Lina memastikan jika Lina baik-baik saja di dalam sana. Karena tidak kunjung di bukakan, Rizal pun nekat mengintip ke dalam. Ia terkejut melihat Lina tampak sedang kesusahan di dalam sana. “Lina, buka pintunya, apakah kau baik-baik saja?” teriak Rizal sambil mengedor-ngedor kaca pintu mobilnya itu. Tapi lama ia menunggu, Lina tak kunjung membuka pintu. Ia pun menjadi semkin khawatir lagi Lina tampak menujukkan gejala penyakitnya kambuh di dalam mobilnya yang terkunci. “Dokter, to-to…lo…ng aku…!? Lina berusaha untuk meminta tolong dengan suara yang serak. Ia harus keluar dari mobilnya tapi tangannya tidak bisa ia gerakkan. Ia merasa begitu lemah, keringat mulai bercucuran, dadanya semakin sesak dan terasa sakit. “Lina, dengarkan aku. Coba gerakkan tanganmu perlahan, lalu buka pintunya…” teriak Rizal berusaha membuat Lina kembali tersadar. Teriakan Rizal mengundang perhatian pengunjung, beberapa di antara mereka berlari ke arah mobil Lina untuk melihat apa yang sedang terjadi. “Apa yang terjadi, dokter?” tanya salah satu pelanggan tempat gym yang kebetulan mengenal Rizal. “Tolong, cari alat untuk membuka kunci mobil ini, dia terjebak di dalam karena penyakit dan penyakit asmanya kambuh,” ucap Rizal sambil berusaha membuka paksa mobil Lina. Di dalam mobil, Lina semakin lemah. Ia hampir tidak bisa lagi bernafas. Tubuhnya seakan membantu. Wajahnya pucat pasi. Orang-orang terus berdatangan berusaha menolong. Mereka mencoba membuka pintu mobil dengan memecahkan karena kaca jendela , tapi karena mobil Lina adalah mobil mewah, kacanya sudah untuk di pecahkan. Baru setelah beberapa kali mencoba, akhirnya kaca mobil itu pun pecah. Rizal dengan cepat membuka kunci mobil itu dari dalam, ia sampai tidak sadar jika tangannya terluka akibat goresan kaca mobil Dengan cepat ia mengeluarkan Lina yang sudah hampir tidak sadarkan diri. Menyelimutinya dengan jas yang ia pakai lalu membawanya masuk ke dalam mobilnya. Ia menyalakan penghangat di dalam mobil dan menutup pintu dengan rapat. Lina kau bisa mendengarku?” panggilnya sambil mengguncang lembut bahu gadis itu. “Aku dingin se—sekali …” Lina menggigil lemah, ia meringis dengan suara lirih. Dokter itu pun memeluk tubuh Lina untuk memberinya kehangatan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN