Masih tentang Leo

1213 Kata
“Apa itu?” jawab Lina dengan santainya. Ia tidak curiga sama sekali karena ia memang tak mengharapkan apa-apa dari Leo. Ia hanya menganggap pria itu sebagai seseorang yang membantunya untuk melupakan Rizal. Dengan terus bersama Leo, ia berharap bayangan Rizal akan hilang. Leo memandang wajah Lina dengan dalam, ia begitu tertarik dengan gadis yang ada di depannya ini. Sangat ingin memilikinya sampai-sampai, ia jadi tidak sabar untuk mengungkapkan perasaannya. “Loh, kenapa kamu hanya menatap ku seperti itu? aku tahu aku cantik dan enak dipandang, Pak. Tapi aku risih jika kau terus menatapku seperti itu. Aku jadi berpikir kau ingin mengungkapkan cinta.” Leo tertegun, gadis itu ternyata bisa membaca pikirannya, atau sikapnya yang terlalu tampak? tapi mau bagaimana lagi, dari pada ia tersiksa dengan perasaannya, atau yang lebih parah, orang lain yang mendahuluinya. Akan Lebih baik kalau ia ungkapkan saja. Jika ditolak pun setidaknya hatinya sudah merasa lega dan Lina jadi tahu kalau dirinya mencitainya. ‘’Bagaimana kau tahu? Ah, kau membuat persiapan mentalku jadi berantakan. Padahal aku susah payah membangunnya. Aku jadi harus memulainya dari awal lagi, sial… baru kali ini aku gugup di hadapan wanita,” ucap Leo. Ia sungguh tidak berdaya di hadapan Lina saat ini. “Benarkah? pak CEO yang tampan dan terhormat ini mau mengungkapkan perasaannya kepada gadis pengangguran sepertiku? Apa itu mungkin? tapi bukannya masih terlaku dini? Kita masih belum tahu satu sama lain. Cindy yang mengenalkan kita juga mengajakmu sebatas profilmu yang terlihat dipermukaan saja, dia juga bukan teman akrabmu yang bisa mengetahui semua detail tentangmu, kan? apakah kau benar-benar masih lajang, aku tidak tahu. Apakah mungkin seorang CEO tampan dan kaya sepertimu tidak punya pasangan? Dan justru mengejar gadis yang hanya lulus SMA, itu mustahil. Asal kau tahu saja, Pak Leo yang terhormat, aku tidak percaya jika kau tidak punya kekasih. Kau pria yang cukup terkenal, berita tentangmu ada di mana-mana. Bagaimana bisa kau melupakan itu?” ungkap Lina. Sudah cukup ia menyimpan semua kekhawatiran hatinya di depan pria ini, ia mungkin terlalu berlebihan menilai, tapi sebelum memulai menjalin sebuah hubungan yang menyangkut masalah hati, kali ia tidak akan main-main. Leo terdiam, apa yang Lina katakan itu memang benar adanya. Bagaimana bisa ia melupakan wanita yang sudah bertunangan dengannya selama 3 tahun, bahkan mereka berniat menikah. Yah, ia memiliki tunangan, tapi sejak bertemu dengan Lina, Leo jadi melupakan semuanya. Itu terjadi karena pertunangan mereka hanya sebatas persyaratan dan hubungan bisnis antar konglomerat. Mereka tidak saling mencintai. Mereka masing-masing memiliki tambatan hati, mereka bebas menyukai siapapun sepanjang mereka bisa saling menjaga privasi. Selama ini ia berkencan dengan banyak wanita tanpa batas, skandal demi skandal selalu mencuat di media akibat perbuatannya, selama itu pula ia tidak pernah sekalipun kesulitan menaklukkan hati para wanita itu karena kelebihannya, tapi gadis yang ada di hadapannya ini seperti tembok tinggi yang harus ia panjat dulu sebelum bisa masuk ke dalamnya. “Yang kau katakan itu memang benar, aku memiliki tunangan, tapi ka…” “Oke, cukup sampai di situ saja pak CEO. Kau sudah memiliki tunangan. Apapun alasan di balik hubungan kalian, kau tidak boleh berhubungan dengan wanita lain lagi. Apalagi wanita itu aku, titik. Baiklah, makanan sudah habis, tolong antar aku pulang. Wah, sayangnya aku harus meninggalkan tempat seindah ini. Oh ya, bukankah kau janji untuk memotretku di sini. Ayo…ayooo kita keluar sekarang. Sudah bayar makannya, kan. ayo…!” Tanpa memberi Kesempatan Leo untuk menjelaskan, Lina menarik tangan pria itu keluar dari restoran menuju ke taman. Ia meminta Leo untuk menjadi fotografer dadakan. Leo pun patuh, ia memotret gadis itu sebanyak yang ia mau. Lina dengan girangnya berpose di berbagai sudut taman yang memang sangat cocok untuk dijadikan spot foto. “Pak CEO, tolong kemarilah,” panggil Lina. Leo berjalan kearahnya, “Sini mendekat…” panggil Lina lagi. Leo pun kembali melangkah menghampiri Lina. “Coba senyum biar gantengnya bertambah.” Saat Leo mendekat, Lina pun memotret pria itu bersama dirinya. Leo terkejut tidak menyangka jika Lina mengambil gambarnya. “Ini akan menjadi foto kenangan bersamamu, Pak. Coba lihat, sangat serasi bukan? Kita seperti pasangan saja. Ha,..ha… aku akan menyimpannya,” seloroh Lina sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas. Tapi tiba-tiba gerakan tangan Lina terhenti, Leo memegang pergelangan tangan Lina dan mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu. “Pa-Pak CEO, ini terlalu dekat loh kau mau menciumku di tempat ini…?” ucap Lina dengan santainya. Gadis itu bahkan seakan sengaja memprovokasi perasanan Leo yang sedang terombang-ambing itu. Tatapan mata Leo tajam menusuk. Ia menatap Lina seakan ingin menerkamnya saja. Sungguh wanita ini telah mengacaukan navigasi hatinya menjadi tak tentu arah. Menarik ulur perasaannya dan membuatnya semakin tergila-gila. “Lina, aku tidak akan melepaskanmu. Aku sungguh menyukaimu, aku akan melakukan apapun untuk membuatmu takluk di hadapanku, kau ingat itu baik-baik, gadis nakal!” ucap Leo. Giginya gemeretak menahan perasaan yang berkecamuk, ia semakin mendekatkan wajahnya seolah ingin mencium bibir indah gadis itu, ia ingin sekali. Sedangkan Lina hanya bisa terdiam sambil mengedipkan matanya berkali-kali. Pikirannya jadi kosong. Jarak wajah mereka sangat dekat, Leo terpaksa hanya bisa memejamkan mata rapat-rapat menahan gejolak hatinya sebelum melepas Lina dan berjalan menuju mobil. “Ayo kita pulang!” ucapnya lalu masuk ke dalam mobil. *** Lina tertegun di balkon kamarnya, ia menatap kosong. Hatinya gamang, pikirannya melayang. Ia kembali teringat sikap Leo kepadanya, bagaimana pria itu mengungkapkan kesungguhan perasannya dan Lina tahu jika pria itu tidak main-main. Hampir saja ia ketahuan jika sikap santainya itu hanya akting belaka, kenyataannya adalah, ia tegang setengah mati. Ia hanya berusaha sekuat tenaga untuk menutupinya dengan bersikap seolah-olah hal yang Leo lakukan padanya itu adalah hal yang biasa. Padahal saat Leo mendekat tadi, jantungnya seperti mau melompat keluar. Ia harus terus bersikap seperti itu di hadapan Leo, karena hubungan yang pria itu inginkan tidak akan pernah terjadi. Ia harus mengakhirinya sebelum bertambah pelik. “Hah.. kenapa melupakan Rizal menjadi semakin rumit begini? apa aku jangan menemui keduanya saja selamanya. Tapi itu tidak mungkin, aku tetap harus bertemu dengan dokter itu dan pasti jika melihatnya, hatiku pasti akan goyah lagi. Dan Leo pasti tidak akan memebiarkanku hidup dengan tenang mulai sekarang. Pria itu sudah tergila-gila. Apa aku cari pria lain lagi? aakhhh… gak tahu lagi deh…!!” Lina jadi frustrasi sendiri. “Ting…” Sebuah pesan masuk. Ia memeriksa ponselnya, ternyata itu dari Leo. Sudah ia duga, pria itu pasti akan terus mengganggunya. “Aku terus memikirkanmu, Lina. aku tidak bisa tenang. Bolehkan aku menelpon sekarang?” isi chat Leo. “Duh orang ini, sudah ditolak mentah-mentah juga…” gerutunya kesal. “Tidak bisa, aku sibuk sekarang…!” balasnya. Hening, lama ia menunggu balasan chat dari Leo tapi ternyata pria itu tidak mengirim chat balasan lagi. Lina bernafas lega. Pria itu lumayan penurut, baguslah. Tapi baru saja ia hendak merebahkan tubuhnya untuk beristirahat, tiba-tiba ponselnya berdering. Lina tersentak, ia melihat nama Leo di layar ponsel. “Apa? kukira di a sudah menyerah…!’ Sekali, dua kali, ia membiarkan ponselnya terus berdering. Ponsel itu kembali berdering untuk ketiga kalinya. Lina menghembuskan nafas gusar sebelum menjawab panggilan itu. “Iya, ada apa Pak CEO?” sapanya mencoba bersikap sesantai mungkin. “Terima kasih, kau menjawab teleponku, Lina. “ “Aduh, Pak, sudah aku bilang aku sibuk. Bapak mau bicara apa memangnya?” “Aku hanya mau mendengar suaramu saja, ya sudah. Aku tutup telponnya, tidur yang nyenyak, ya. selamat malam,”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN