BAB 6

1057 Kata
Pagi ini Raven tampak bersemangat sekali, membuat Anggi gatal sekali rasanya jika tidak menggodanya. "Tumben mas rambutnya dipakaiin minyak rambut sampai klimis gitu?" Ucap Anggi sambil mengulum senyum geli. Raka menoleh dan memang putranya sedikit berbeda. Biasanya jika hanya rapat dengan staf saja Raven akan terlihat santai. Raven sendiri sudah sangat peka bahawa ibunya sedang menggoda sehingga dia memilih diam saja. Anggi semakin ingin menggoda tentu saja. "Mas Raven suka pura-pura gak denger ahh. Padahal kan tinggal bilang aja pulang meeting langsung kencan." Ucap Anggi lagi seketika membuat Raven tersedak makanannya. Raka ikut tersenyum melihat putranya tampak salah tingkah. "Ahh jadi udah mulai cinta-cintaan mah? tumben mamah panggil dia mas?" Raka menimpali. Dan Raven merasa harus segera kabur dari sana atau dia akan jadi bulan-bulanan orang tuanya. "Ihh si papah ketinggalan info nih makanya jangan kerja aja dong. Harus peka dong pah jadi orang tua. Ya kalau gak cinta mana mau anak papah yang keras kepala ini suruh nikah. Mama yakin di kamar gak terjadi apa-apa." Raven diam saja. Menghabiskan sisa makanannya dengan buru-buru. Karena jika tidak di habiskan maka ibunya akan mengamuk dan itu menyebalkan. Raka terlihat tersenyum sambil memandang putranya geli. "Dan kenapa mama panggil mas, itu loh pah si Nana manggil Raven pakai mas. Gemes kan pah?" Tambah Anggi lagi. Raka tertawa terlebih melihat wajah Raven tampak memerah. Langsung berdiri dan bersiap berangkat kantor padahal masih terlalu pagi. Raka tahu putranya akan kabur karena menjadi bahan ledekan seperti ini. "Raven berangkat mah, pah." Ucap anak itu kemudian mencium tangan kedua orangtuanya. "Nanti jemput Nananya jangan telat loh Ven, anterinnya juga jangan telat. Kamu harus kasih kesan yang baik sebagai calon suami. Dan jangan kasih Nana makanan pedas dia punya lambung. Terus selai itu eehhh Ravennn udah pergi aja mama belum selesai ngomong." Anggi berteriak di kalimat terakhirnya tapi Raven sudah melipir pergi membuat dia cemberut. Raka tertawa geli. "Punya anak kok ngomong aja pelit." Gumam Anggi. Raka semakin tertawa. "Mirip siapa kaya gitu mah?" "Mirip papanya lah, siapa lagi." Jawab Anggi kesal. Tapi kemudian menoleh ke arah Raka dengan penasaran. "Eh pah menurut papa kenapa yah kok bisa malam itu Raven ada di kamarnya Nana? Mama penasaran ihh." "Papa belum dapet info mah, orang-orang papah lagi selidiki." Jawab Raka tidak memuaskan Anggi sama sekali. "Papa gak seru." Gerutunya. Raka kembali tertawa hanya seperti itu jika didekat istrinya. Dan dia selalu berharap Raven mendapatkan pendamping yang melengkapi kehidupannya seperti Anggi yang melengkapi Raka diantara berjuta-juta kekurangannya. "Katanya sih Raven di jebak gitu sama orang. Tapi dia berhasil kabur dan masuk kamar Nana untuk sembunyi. Tapi ketauan sama ayahnya Nana pas posisi dia lagi diatas tubuh Nana karena gadis itu akan berteriak. Tapi papah belum dapet info detai mengenai kejadiannya mah. Dan siapa yang berani bermain-main dengan anak kita. Tapi papa setuju, sepertinya Raven menyukai Nana sejak pandangan pertamanya. Sehingga dia tidak menolak sedikitpun ketika di cecar pernikahan. Dia bahkan tampak tenang saat itu. Papa rasa Nana gadis baik-baik, keluarganya juga keluarga baik biarpun bukan yang bergelimang harta. Nana juga memiliki reputasi yang bagus dimata teman-teman dan sekolahnya. Anak itu juga masih lugu soal lelaki jadi dia tidak akan mempermainkan Raven. Karena itu papa makin setuju dengan pernikahan mereka." Raka menjelaskan dengan panjang lebar yang diangguki oleh Anggi sambil tersenyum. "Papa menyelidiki Nana?" Cecar Anggi, Raka terkekeh. "Itu perlu loh mah buat memastikan lagi apakah firasat papah yang mengatakan Nana itu baik sebuah kebenaran atau bukan. Mengingat dari banyakanya orang yang hendak memanfaatkan Raven." Jawaban Raka diangguki Anggi sambil tersenyum. "Iya mama setuju, jadi gak sabar liat mereka nikah. Gemes banget loh pah masa Raven malah jadi keliatan genit gitu kalau sama Nana. Padahal kan biasanya anak papah itu cenderung tidak bergerak." Anggi melaporkan. "Benarkah seperti itu?" Anggi mengangguk. "Mereka mau kencan nanti dan Raven yang ajakin loh pah." *** Raven menyelesaikan meeting dengan cepat, entah kenapa dia sudah tidak sabar untuk menjemput Nana dan mengajaknya pergi. Semalam dia sudah membuat kesepakatan dengan Miko untuk mengajak adik kesayangannya itu pergi. "Oke sekian untuk Meeting kali ini. Jangan lupa untuk terus meningkatkan kinerja kita bersama agar minggu besok hasilnya lebih baik." Ucap laki-laki itu mengakhiri sesi Meeting kali ini. Raven keluar dari ruang Meeting setelah para karyawannya keluar dan menemukan Fitri tampak sedang menunggunya. "Mbak Bunga menunggu bapak di ruangan bapak. Tadi saya sudah bilang kalau bapak ada urusan setelah Meeting tapi beliau bersikeras mau menunggu bapak di dalam." Ucap Fitri melaporkan. Raven mengangguk saja kemudian masuk ke ruangannya dan memang benar Bunga sudah duduk di sofa, menunggunya sambil nonton Tv. "Raveennn, akhirnya kamu selesai Meeting juga. Aku udah nunggu dari tadi loh." Ucapnya manja. Raven menghampiri kemudian duduk di sebrang tempat Bunga duduk. Raven memang selalu seperti itu, dia tidak pernah sekalipun mendekati posisi duduk Bunga atau bahkan berusaha untuk bersikap lebih intim. Padahal Bunga sangat tahu laki-laki dihadapannya ini menyukainya tapi tampak sangat jauh. Sehingga sering membuatnya kesal. "Ada apa Nga? aku ada janji sama seseorang." Ucap Raven to the point. Bunga merengut. "Dengan gadis kecil kemarin itu? Demi Tuhan Raven dia keliatan kaya anak SMA gak cocok buat kamu. Pasti tante Anggi yang paksa-paksa kamu yah?" Ucap Bunga yang membuat Raven membatin tidak suka. "Nggak kok, aku emang suka Nana. Karena itu aku akan menikahinya." Jawaban Raven membuat Bunga sakit hati tapi dia tetap bertahan. Raven mana peka dengan perasaannya sekarang. Laki-laki itu selalu saja terlihat dingin, cuek dan bicara seperlunya. "Jadi selera kamu yang kaya gitu Ven?" Pertanyaan Bunga membuat Raven tidak suka. Seolah dia menghina Nana. Tapi Raven pasti sudah di tunggu Nana sekarang, dan mendebat Bunga maka akan memperlama waktu. "Kalau kamu gak ada yang penting aku tinggal yah? Soalnya aku udah ditunggu gak enak." Ucap laki-laki itu. Bunga semakin kesal. "Apa bagusnya dia sih Ven? sampai kamu mengabaikan aku kaya gini?" Cecar Bunga tidak terima. "Udah yah Nga, kita gak perlu debat kaya gini. Ini udah keputusan aku dan kalau aku mengabaikanmu aku udah dari tadi langsung pergi tanpa temuin kamu dulu." Jawab Raven masih sabar. Tapi Bunga belum mau melepaskan Raven. Dia datang ke sini berencana mengungkapkan perasaannya agar Raven membatalkan menikahi Nana. Dia tidak mau kehilanga Ravennya yang dulu perhatiannya hanya fokus kearahnya. "Tapi aku suka kamu Ven. Selama ini aku pacaran sama cowok lain itu karena aku mau buat kamu cemburu. Tapi kamu gak peka." Ucap Bunga. Matanya berkaca-kaca dan Raven kaget sampai tidak sanggup berbicara. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN