“Assalamu’alaikum!” Suara bariton seorang lelaki membuat aku yang masih bengong terkesiap dan lekas melepaskan pegangan tangan pada gagang kain pel. Aku dan Kenzo bersama-sama menoleh, ternyata yang datang adalah Mas Iqbal. Dia menatapku dan Kenzo bergantian dengan sorot penuh pertanyaan. “W--Waa’alaikumsalam ….” Aku lengah ketika mengucap salam sehingga gagang kain pel yang tadi sama-sama kami pegang sudah beralih ke tangan Kenzo. Dia mulai membersihkan tumpahan dari botol green tea yang tercecer. Mas Iqbal masuk tanpa bertanya apa-apa. Dia langsung mendudukkan tubuhnya pada salah satu sofa yang ada. “M--Mas, tadi saya ke sini nganter skincare punya Ibu. Ini sudah saya titip Kenzo. Pamit pulang, ya.” Rasanya aku malah kikuk ketika dia gak bertanya. Akhirnya aku menjelaskan sendi