Bab 3. Lamaran yang Tiba-tiba

1254 Kata
"Dari mana saja kamu tidak pulang semalaman?'' Olivia disambut oleh amarah Johan-ayahnya saat baru memasuki rumah di hari menjelang siang itu. Sementara ibu tirinya hanya memandang sinis dan dibalas Olivia dengan mendelikkan mata. Tak peduli jika sang ayah masih mengomelinya. "Sudah aku bilang Papa nggak perlu mengkhawatirkan aku. Bukannya sekarang Papa sudah memiliki Belinda yang bisa Papa banggakan," jawab Olivia dengan nada sarkas. "Anak ini rupanya merasa besar kepala karena sudah dapat menghidupi dirinya sendiri. Kalau begitu mulai sekarang urus saja hidup kamu sendiri, Papa nggak mau ikut campur lagi." Olivia tersentak saat mendengarnya, tak menyangka jika sang ayah akan membuangnya demi wanita yang baru dinikahinya 7 tahun terakhir itu. Tangan kirinya otomatis mengepal menahan amarah, Olivia tidak boleh mengamuk layaknya orang gila jika ingin membalas semua perlakuan buruk yang terjadi pada dirinya. "Jadi sekarang Papa mengusirku dari rumah ini? Rumah yang sebenarnya adalah peninggalan kakek untuk Mama. Sungguh luar biasa sekali pengaruh perempuan itu dalam hidup Papa," sindir Olivia kepada sang ayah. "Itu semua karena kamu yang membangkang dan tidak bisa diberitahu. Sekarang lebih baik kamu tinggalkan rumah ini, Papa sudah tidak mau mengurusi kamu lagi." Betapa sakitnya hati Olivia saat pria yang seharusnya menjadi penolong utamanya malah bertindak semena-mena kepada dirinya. "Baiklah jika itu mau Papa. Aku akan pergi dari rumah ini hari ini juga,'' ucap Olivia sambil menatap tajam sang ayah. Gadis itu segera mengemasi barang-barangnya ke dalam 2 buah koper lalu memanggil taxi daring untuk membawanya keluar dari rumah yang telah memberi kenangan selama 25 tahun ini. *** Olivia akhirnya memutuskan tinggal di sebuah kamar kontrakan yang memiliki fasilitas lengkap di dalamnya. Dan yang terpenting lokasinya dekat dengan halte Transjakarta, Olivia hanya tinggal naik bis sebanyak satu kali dan berhenti tepat 100 meter dari gedung kantornya. Saat merebahkan tubuhnya, bunyi notifikasi pesan grupnya terus berbunyi. Olivia mengernyit saat menyadari jika pesan yang tertera pada grup kantornya ramai pada akhir pekan. Karena penasaran gadis itu membuka pesan grup tersebut, dan setelah membaca beberapa menit barulah dia mengerti apa yang telah membuat grup kantornya menjadi ramai. Ternyata isu perusahaan tempatnya bekerja yang akan diakuisisi oleh Mahendra Grup yang berhembus sejak 2 pekan lalu kini terbukti. Baru saja para petinggi perusahaannya mengirimkan MOU yang terkait akan proses akuisisi itu, serta penggantian posisi manajerial dari CEO sampai ke posisi kepala bagian. Tak tanggung-tanggung bahkan nama perusahaan pun juga ikut berganti menjadi Mahendra Corp, yang artinya perusahaan itu adalah anak perusahaan dari Mahendra Grup. Seketika Olivia merasa resah, pergantian pucuk pimpinan perusahaan tentu akan berdampak dengan nasib promosi kenaikan jabatan untuk beberapa bagian. Termasuk promosi untuk dirinya. "Bisa celaka gua kalau tahun ini gagal naik jabatan. Bokap dan 2 nenek lampir itu pasti akan menertawakan gua," gerutu Olivia. Ini tidak dapat dibiarkan begitu saja! Olivia harus melakukan sesuatu agar jabatan manajer keuangan itu aman di tangannya. Nampaknya Senin besok dia harus mencari tahu siapa CEO Mahendra Grup, setidaknya Olivia harus memberikan kesan bagus agar pemegang tahta tertinggi itu dapat mempertimbangkan kenaikan jabatannya. *** "Oliv, akhirnya lo datang juga. Di grup dipanggilin nggak nyahut-nyahut. Lo udah tahu siapa CEO Mahendra Grup?" Tentu saja Olivia hanya menggelengkan kepalanya. CEO Mahendra Grup yang baru menjabat selama setahun terakhir itu tidak pernah mau menampilkan wajahnya di muka umum. Jadi kabar jika sang CEO misterius yang akan memimpin di perusahaan ini tentu saja menggemparkan seluruh gedung perkantoran ini. "Terus ada kabar kapan 'dia' akan datang ke mari?'' tanya Olivia yang semakin merasa resah untuk alasan yang tidak dia ketahui sebabnya. "Katanya sih hari ini cuma belum tahu pasti datangnya jam berapa. Nanti kita disuruh nyambut di lobi pas Pak CEO datang." Bukannya merasa tenang yang ada Olivia malah semakin resah dan galau. Entah mengapa dia merasa harinya akan semakin bertambah buruk dengan adanya sang CEO baru. Tentu saja kelakuan Olivia membuat sang teman berdecak kesal dan menyuruh gadis itu pantry untuk menenangkan pikirannya dengan meminum secangkir kopi hangat. Tepat pada jam 10.00 pagi saat semua karyawan sedang sibuk, tiba-tiba ada pemberitahuan melalui pengeras suara jika sang CEO Mahendra Grup yang baru sudah tiba. Semua langsung bergegas menuju lobi untuk menyambut sang atasan baru. Termasuk Olivia yang berusaha untuk mendapatkan barisan terdepan. Dia bermaksud untuk mencari muka agar mendapatkan pesan yang baik. "Oliv kenapa sekarang ngebet banget buat menyambut Pak Bos kita yang baru? Ada udang dibalik bakwan ini pasti." Godaan sang teman tak Olivia gubris, fokusnya hanya satu yaitu mencari keberadaan orang yang dapat menyelamatkan masa depannya. 10 menit menanti, Olivia semakin merasa resah. Pendingin ruangan yang ada di gedung ini juga tak mampu memadamkan panas yang terasa pada tubuhnya. Peluh sebesar biji jagung mulai mengucur deras dari pori-pori kulit Olivia. Celaka! Dia malah tegang di waktu yang tak tepat. Bisa gagal rencananya kalau seperti ini kondisi tubuhnya. Akhirnya di tengah rasa panik yang semakin menguasai dirinya, terdengar hiruk pikuk para karyawan wanita. Sejenak Olivia mendongak untuk mengetahui alasan para kaum hawa dapat bertindak seperti kucing betina yang sedang birahi itu. Matanya terbelalak saat mengenali jika sang CEO adalah pria yang pada akhir pekan kemarin menghabiskan malam panas nan membara. "Mampus gua!" Teriakan Olivia yang menggelegar itu menjadikan suasana hening seketika. Semua pandangan mengarah pada Olivia yang kini menutup mulutnya. Tidak dapat dipercaya oleh akal sehatnya. Bagaimana mungkin Rexy itu adalah CEO Mahendra Grup yang sialnya adalah atasannya sekarang. "Olivia Ferdinand. Jaga omongan kamu, saat ini ada Bapak Panji Mahendra, bagaimana mungkin kamu dapat mengeluarkan umpatan kasar seperti itu?'' Teguran dari seorang pria seumur sang ayah yang memiliki jabatan sebagai Manajer HRD membuat Olivia mencelos dalam hati. Pupus sudah harapannya untuk mendapatkan promosi kenaikan jabatan. Rexy atau lebih tepatnya Panji Mahendra pun tersenyum sinis ke arahnya seakan berkata 'Tamat sudah riwayat kamu'. "Maafkan saya, Pak. Lain kali saya akan lebih berhati-hati," ucap Olivia dengan lemas. Hilang sudah kepercayaan diri yang dia bangun sejak Sabtu kemarin. Bayangan sang ayah dan ibu tirinya sudah memenuhi pelupuk mata, membuat Olivia seketika merasa lemas. *** "Hey, ada apa dengan lo? Bisa-bisanya biasanya Olivia yang gua kenal bisa bertindak sembrono seperti ini?'' tanya salah seorang rekan sesama divisi keuangan pada Olivia yang kini mengetuk-ngetukkan kepalanya pada meja kerja. "Gua udah tamat ini!'' jawab Olivia dengan setengah berteriak. Bisa-bisanya dia salah mengira jika Panji adalah Rexy, pria yang disewanya. Tapi tunggu dulu ... Jika dia adalah Panji maka ke manakah Rexy yang asli? Dengan cepat Olivia mengirim pesan kepada pria itu dan membuang napas kasar. Centang satu dan saat Olivia melihat status terakhir onlinenya adalah pada 2 jam sebelum pesta pernikahan itu dimulai. "Olivia Ferdinand, cepat ikut saya ke kantor." Olivia tersentak saat mendengar suara berat itu. Wajahnya mendongak dan melihat jika Panji sedang melayangkan tatapan tajam ke arahnya. Ruang divisi keuangan menjadi senyap dan semua yang berada di sana serempak menahan napas. Memaksakan kaki mengikuti pria itu membuat langkah Olivia semakin terasa berat. "Cepat katakan apa mau Bapak memanggil saya," ucap Olivia dengan sinis ketika keduanya sudah berada di ruangan Panji. "Bukannya ada yang harus kamu katakan pada saya?'' tanya Panji dengan senyum mengejek. "Saya minta maaf karena telah salah mengenali orang dan membuat keadaan tidak nyaman," ucap Olivia dengan menunduk serta menekan egonya agar tidak meneriaki Panji yang tak mengkonfirmasi identitasnya. "Hanya itu saja," sahut Panji dengan nada dingin. "Ya Pak, hanya itu saja," ujar Olivia cepat, tak mau jika Panji akan meneruskan perkataannya. Namun Panji hanya terdiam membuat Olivia menjadi semakin tidak nyaman karena tatapan pria itu seakan ingin melucutinya hingga tak bersisa. "Menikahlah denganku, akan aku bantu untuk membalaskan sakit hatimu kepada mereka yang sudah merendahkanmu." Olivia hanya dapat ternganga saat mendengar lamaran tiba-tiba yang meluncur dari mulut pria itu. "Dasar sinting!''
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN