"Bapak ... Bapak bercanda 'kan?'' tanya Olivia dengan gusar.
Sungguh tidak lucu sekali perkataan Rexy atau lebih tepatnya Panji saat ini. Apakah pria itu berniat untuk membalas perbuatan Olivia yang menganggapnya sebagai pria sewaan pada pesta pernikahan pasangan sampah itu? Entahlah, hanya Tuhan dan Panji yang mengetahuinya.
"Apa saya kelihatan sedang bercanda?'' tanya balik Panji dengan arogan, membuat Olivia terpaku ditempatnya berdiri.
Tak lama pikiran Olivia terasa kosong, semua yang hendak diutarakannya kepada Panji menguap begitu saja. Seperti uap panas yang mengarah ke udara. Belum lagi dia menemukan jawaban atas kekeliruan identitas Rexy dan Panji, pria itu malah melamarnya dengan cara yang tidak romantis sama sekali.
Menyadari itu membuat Olivia tersinggung karena Panji yang tidak menghargainya. Meskipun dia terlihat lebih berisi daripada gadis kebanyakan, Olivia juga ingin diperlakukan seperti ratu oleh pasangannya. Olivia hanya tidak tahu saja jika Panji adalah tipe pria yang tidak peka akan perasaan perempuan.
''Apa ini karena tindakan saya yang salah mengenali Bapak sebagai seorang pria sewaan? Kalau iya, semua ini nggak lucu Bapak Panji Mahendra yang terhormat," ucap Olivia dengan ketus.
Tawa kencang tak lama keluar dari Panji, Olivia hanya dapat terdiam karena merasakan aura mengintimidasi yang kuat dari sang CEO. Ingin kembali berucap, Olivia sadar jika dirinya bukan siapa-siapa. Karena itu dia hanya menunggu sampai tawa Panji mereda.
"Sejujurnya Saya sempat tersinggung saat kamu memberikan sejumlah uang yang tidak seberapa bagi saya ..."
Olivia hanya dapat menelan salivanya dengan kasar saat Panji tidak meneruskan perkataannya. Tapi dia yakin sekali ucapan yang akan keluar dari mulut pria itu pasti akan setajam silet. Dia harus menguatkan hati agar tidak tersinggung nantinya.
"Lalu meninggalkan saya begitu saja di kamar hotel setelah pergulatan panas yang kita lalui sepanjang malam."
Panji berkata sembari melangkah mendekati Olivia yang semakin merasa. Ingin kabur tapi kakinya terasa terkunci pada lantai berkarpet merah tebal itu.
"Saya merasa dirugikan karena kamu menilai murah tubuh saya. Jadi kamu harus membayar semua yang telah kamu lakukan terhadap saya. Asal tahu saja, saya bisa menuntut kamu atas perbuatan tidak menyenangkan," tukas Panji yang kini hanya berjarak 5 centi dengan Olivia.
Dengan mata hitamnya, Panji menatap Olivia dengan dingin. Deru napas pria itu bahkan mengenai wajah Olivia yang seketika merasa tersengat listrik.
"Ta-tapi kenapa harus dengan menikahi Bapak. Apa untungnya juga buat Bapak jika memiliki istri seperti saya. Yang ada saya akan menjadi bahan gunjingan orang-orang dan membuat malu Bapak sebagai CEO. Dan lagi kalau Bapak merasa uang itu tidak seberapa, Bapak bisa mengembalikannya kepada saya."
Olivia berucap dengan tergagap dan tubuh bergetar menahan rasa yang masih asing bagi dirinya. Di tengah pergulatan antara pikiran dan tubuh yang tidak selaras, Olivia yakin jika Panji memiliki rencananya sendiri dalam memilihnya sebagai istri.
"Masih jadi kuli orang saja sudah bertingkah mau membayar orang," ucap Panji yang membuat telinga Olivia terasa panas.
"Tapi bagaimana kalau kita hitung ini adalah kesepakatan bisnis? Jadi saya tidak perlu melaporkan kamu ke polisi," ujar Panji kembali sembari mengurai senyum licik yang mulai sekarang tidak Olivia sukai.
"Apa maksud Bapak?'' tanya Olivia yang sebenarnya mulai meraba ke mana arah pembicaraan keduanya.
Bahkan kini pikirannya berhasil menang dari tubuhnya yang mengeluarkan reaksi asing. Dengan mata hitamnya, Olivia mulai menemukan kepercayaan dirinya.
"Saya membutuhkan istri secepatnya untuk mengukuhkan jabatan saya sebagai CEO Mahendra Grup dan kamu ... membutuhkan saya sebagai alat balas dendam. Bukankah itu adil dan sama-sama menguntungkan untuk kita?'' ucap Panji yang semakin terlihat menyebalkan di mata Olivia.
"Saya belum mengerti dengan maksud pembicaraan ini," elak Olivia yang berusaha untuk menolak permintaan Panji.
"Jangan berpura-pura tidak mengerti, Olivia. Dengan otak seencer ini, kamu merupakan kandidat manajer keuangan termuda pada perusahaan ini. Kalau tidak dapat menerka apa yang saya pikirkan lebih baik saya bilang saja kepada bagian HRD untuk tidak meloloskan kenaikan jabatan kamu."
Selesai sudah, Olivia tidak dapat berkelit lagi. Panji sudah mengancamnya dengan membawa-bawa tentang promosi kenaikan jabatan. Tapi tunggu dulu ... jika pria itu mengatakan Olivia adalah kandidat manajer keuangan termuda di perusahaan ini, artinya masih ada harapan bagi gadis itu.
"Apa itu artinya saya masih berpeluang untuk mendapatkan jabatan manajer keuangan, Pak?'' tanya Olivia yang kini menebalkan mukanya.
Bayangan sang ayah yang mengusirnya serta ibu dan adik tirinya yang mengejek langsung menari-nari dalam pikiran Olivia dengan kurang ajarnya. Ditambah lagi pengkhianatan yang dilakukan Yuda terhadap dirinya, membuat wanita itu akhirnya menggadaikan harga dirinya berikut rasa malunya.
Matanya dengan lantang menatap Panji yang terkesima dengan perubahan karakter Olivia. Semenit lalu gadis itu bagaikan kelinci yang meringkuk ketakutan karena akan menjadi santapan para predator. Tapi sekarang Olivia sendirilah sang predator, siap menunggu mangsa yang lengah lalu mencabik-cabiknya hingga bagian terkecil.
"Kalau kamu berhasil menjalankan peran kamu sebagai seorang istri, saya akan mengatakan kepada pihak HRD untuk menjadikan kamu manajer keuangan tapi bukan di kantor ini melainkan di cabang Mahendra group yang lain. Apa kamu setuju?'' ucap Panji yang mulai menyukai karakter kuat yang dimiliki oleh Olivia.
"Terus apa yang bisa Bapak tawarkan kepada saya dalam membalaskan dendam atas penghinaan yang saya alami pada pesta pernikahan kemarin?'' tanya Olivia yang tidak ingin dirugikan akan pernikahan ini.
"Anything you need, Baby."
Sumpah! Olivia merinding saat Panji mengatakan gombalan itu dengan nada romantis. Panji yang melihat reaksi Olivia langsung menyentil jidat lebar gadis itu yang tertutup oleh poni.
"Aduh! Bapak KDRT? Nggak bisa dipercaya, belum menikah saja saya sudah menjadi bulan-bulanan Bapak. Apalagi nanti setelah menikah, Bapak bisa menjadikan saya samsak hidup." Protes Olivia dengan mata mendelik, tak peduli jika yang dihadapinya adalah sang atasan yang dapat menentukan lancarnya atau tidaknya karir Olivia di masa depan.
"Terus kenapa reaksi kamu kayak jijik seperti itu?'' tanya Panji dengan hembusan napas kasar dia mulai kelelahan menghadapi Olivia.
"Saya cringe tahu pas Bapak berlaga sok imut, nggak cocok dengan roti sobeknya Bapak," jawab Olivia yang masih menampilkan raut wajah jijik.
"Padahal wanita lain suka pas saya bicara seperti itu. Dan tentang roti sobek, kamu 'kan sudah pernah merasakannya. Masa iya nggak ketagihan roti punya saya?" timpal Panji yang kini memasang raut wajah pura-pura sedih.
"Itu 'kan wanita lain, beda dengan saya jadi jangan samakan saya dengan pacar-pacar Bapak lainnya."
Olivia segera memotong ucapan Panji karena takut jika pria itu akan kembali melontarkan candaan tak bermutu dan menjurus ke hal dewasa. Telinganya belum terbiasa akan hal itu, tubuhnya bahkan tanpa sadar merinding saat Panji mencoba untuk menggombal barusan.
"Jadi bagaimana, Olivia? Apa kamu setuju melakukan kesepakatan bisnis ini?'' tanya Panji yang semakin menunjukkan aura sang pemimpin.
"Deal! Saya bersedia menikah dengan Bapak. Tapi Bapak juga harus menyelamatkan muka saya," ucap Olivia dengan berteriak dan setengah mendongak karena perbedaan tinggi badan keduanya yang cukup jauh.
"Katakan saja apa yang kamu inginkan, kalau masuk akal saya akan menurutinya," ucap Panji dengan nada tenang dan suara berat yang mampu membiusnya
"Lamar saya dengan tepat, bukan seperti tadi yang persis seperti orang menantang duel," ucap Olivia yang kini beringsut mundur menjauhi Panji perlahan-lahan.
"Oke, katakan saja kamu mau konsep lamaran seperti apa. Saya dan tim WO akan menyiapkannya sesuai dengan keinginan kamu."
Olivia tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya saat Panji selesai berkata. Tidak menyangka jika pria itu serius dengan ucapannya.
"Hey! Biasa aja dong lihatnya, apa jangan-jangan kamu mau mengulangi malam panas itu?''
"Bapak m***m!" pekik Olivia yang memutuskan untuk keluar dari ruangan Panji.
"Selamat tinggal masa-masa damai. Welcome to the jungle," gumam Olivia dengan pelan saat menyadari jika dia akan menjadi istri CEO Mahendra Grup yang cukup berpengaruh di negeri ini.