She is,

1751 Kata
…             Di sebuah desa terpencil yang terletak di kota Port Said, Mesir. Desa itu masih sangat alami meski perkembangan zaman telah mengikuti era modernisasi.             Hanya saja, sebagian masyarakat Port Said memilih untuk berhijrah ke ibu kota Mesir demi mengubah hidup menjadi lebih baik lagi. Dan sebagian masyarakat lagi, mereka lebih memilih untuk berdagang di kota asal mereka.             Para pedagang kecil selalu sibuk di setiap akhir pekan tiba. Pasar akan selalu ramai dengan para pengunjung maupun turis yang mengunjungi kota Port Said.             Suara teriakan saling bersahutan, dimana para pedagang menawarkan barang dagangannya kepada para pengunjung pasar yang berlalu lalang disana. … The Cloth Shop "Abbu Sabah", Port Said, Egypt., Siang hari.,             Gadis berpakaian sopan itu terus berteriak di bawah teriknya matahari. Suara teriakannya tak kalah dari para pedagang lain. “Mari, Bu! Pak! Mari, mari, mari … bisa dilihat dulu kain terbaik kami! Kain linen dan sutera kami asli dan dibuat dengan alat alami! Mari Bu, Pak …”             Seorang gadis manis berusia 21 tahun tengah berteriak memanggil para pengunjung pasar agar mau masuk ke dalam toko kecilnya. Toko yang ia kelola bersama kakek dan neneknya. Toko itu diberi nama The Cloth Shop "Abbu Sabah", toko yang dikhususkan menjual kain linen dan sutera asli.             Hari ini, pasar sangat ramai sekali. Tetapi belum ada satu pengunjung yang datang dan melihat toko mereka. Dia mulai mengeluh lelah. “Haahhh …” dia menghela panjang napasnya, lalu berjalan masuk ke dalam toko. Dia duduk di kursi kecil tepat di depan tokonya. “Kenapa mereka tidak mau singgah ke toko kami ya?” gumamnya pelan sembari mengibas-ngibaskan telapak tangannya ke arah lehernya. Sebab dia merasakan gerah sekali. Terik matahari membuat wajahnya seperti terbakar.             Gadis manis itu melihat ke dalam tokonya. Kain yang ada di tokonya masih utuh sejak beberapa bulan terakhir. Padahal kain yang mereka jual asli dan sangat bagus.             Dia pikir, apa karena toko mereka sangat kecil dan lusuh. Dinding dan atap toko masih terbuat dari kayu lama yang sudah terlihat using.             Dirinya merasa gagal menjadi seorang tulang punggung keluarga. Bagaimana dengan biaya hidup keluarganya nanti jika toko mereka mati dan tidak laku-laku.             Tidak ada pemasukan apapun. Sedangkan tabungan mereka saja sudah sangat menipis. Dadanya sangat sesak sekali ketika mengingat kembali usia renta dua orang yang sangat ia sayangi harus memikirkan ekonomi mereka sehari-hari. “Tidak! Tuhan pasti sudah beri rezeki untuk kami! Aku tidak boleh mengeluh!” gumamnya lagi lalu beranjak dari duduknya. Ia hendak berjalan keluar toko dan ingin memanggil orang-orang agar mau singgah ke toko kainnya. Tetapi, suara seorang wanita membuatnya menoleh ke belakang, melihat ke dalam toko. “Jasmine? Makan dulu, Nak.” Seorang wanita berusia 68 tahun itu, dia berjalan mendekatinya.             Gadis yang disapa Jasmine itu langsung masuk ke dalam toko. “Aah, Nenek … duduk disini saja, Nek.” Dia menarik kursi kecil yang ada disana, dan menuntun sang Nenek untuk duduk.             Wanita lansia bernama Eshe Sabah itu tersenyum, dan membiarkan cucu semata wayangnya mengambil alih nampan berisi sepiring makanan, segelas air mineral, dan semangkuk air cuci tangan. “Makan siang dulu. Lihat, wajah kamu sudah berkeringat begini, Sayang.” Eshe menyapu keringat yang membasahi kening sang cucu dengan tangan kanannya.             Jasmine tersenyum manis. Dia ikut duduk di kursi kosong yang ada disana, lalu meletakkan nampan itu diatas meja kosong yang ada di sekitar mereka. Tubuhnya condong ke depan dan sedikit merunduk ke bawah, dia memeluk nenek yang sangat ia sayangi. “Nenek sudah makan belum?” tanya Jasmine kemudian mengecup keningnya. Dia mengambil kedua tangan sang Nenek, lalu mengecupnya lama.             Eshe tersenyum dibalik wajahnya yang sudah mengeriput. “Sudah tadi sama Kakek, Sayang. Sekarang, sini biar Nenek suapi kamu. Kamu itu tidak boleh telat makan. Nanti kamu sakit, siapa yang akan membantu kami mengurus toko kita,” ujarnya seraya menasehati dengan suara terdengar pura-pura marah.             Jasmine mengulum senyumnya. Dia mengambil piring berisikan makanan yang ia sukai. “Nenek membuat nasi kushari? Wah … Jasmine sudah lama tidak makan ini,” ujarnya dengan wajah polos hingga sang Nenek, Eshe menertawakannya.             Eshe mengambil alih piring itu. Dia mencuci tangan kanannya pada semangkuk air cuci tangan yang ia bawa tadi. “Iya, Nenek tahu itu. Itu sebabnya Nenek membuatkan ini untuk menu makan siang kita. Maaf ya, Sayang … Nenek tidak bisa membuat menu ini setiap hari,” ujar Eshe tersenyum manis ke arah sang cucu. Dia mulai meraup nasi kushari itu dengan tangan kanannya. Glek!             Jasmine terenyuh mendengarnya. Bagaimana mungkin neneknya meminta maaf hanya untuk persoalan menu makan mereka sehari-hari. Bukannya seharusnya dia yang memikirkan itu, pikir Jasmine.             Sebagai gadis yang sudah berusia 21 tahun, Jasmine merasa tidak berguna menjadi seorang cucu. Tetapi dia juga tidak memiliki pilihan lain selain meneruskan toko ini, toko yang mereka buat sejak kedua orang tuanya meninggal dunia. “Nenek kenapa berkata seperti itu? Kita bisa makan setiap hari saja, Jasmine sudah sangat bersyukur sekali, Nek. Jasmine berjanji, suatu saat Jasmine akan merubah hidup kita jadi lebih baik lagi. Jadi, Nenek sama Kakek tidak perlu lagi ikut mengurus toko kita,” ujarnya tersenyum palsu menunjukkan sikap tegarnya.             Eshe tersenyum melihat cucunya sangat antusias sekali. Meski dia tidak ingin jika harapan sang cucu berhujung kekecewaan. Yah, Eshe paham hidup mereka sangat sederhana dan bisa terbilang sangat pas-pasan. Apalagi cucunya tidak meneruskan pendidikan sekolahnya lagi. Sangat mustahil jika cucu semata wayangnya itu bisa diterima bekerja di sebuah perusahaan yang bisa memberi gaji besar untuk cucunya, Jasmine. “Iya, Sayang. Nenek selalu berdoa supaya apa yang diharapkan cucu Nenek ini bisa tercapai. Amin,” ujar Eshe seraya berdoa sembari menyuapi nasi kushari di tangannya ke mulut Jasmine. “Ayo baca doa dulu, Sayang.” Eshe menasehati cucunya.             Jasmine mengangguk paham. Dia menengadahkan kedua tangannya, lalu berdoa. Setelah itu, ia langsung membuka mulutnya dan menerima suapan dari Nenek tercinta. “Hmm, ini sangat lezat! Kenapa masakan Jasmine tidak selezat buatan Nenek!” gumamnya sembari mengunyah dan memuji masakan neneknya.             Eshe tersenyum manis. “Makan dulu, Sayang. Baru setelah itu berbicara, kalau tidak nanti kamu bisa tersedak.” Eshe menatap cucunya dengan pandangan dibuat marah.             Jasmine hanya bisa tersenyum saja sembari menikmati cita rasa nasi kushari di mulutnya. Makanan ini memang sangat disukai Jasmine, tetapi dia tidak mempermasalahkan jika tidak bisa menyantapnya setiap hari. Nasi kushari adalah makanan khas Mesir. Meskipun bahan pokoknya adalah nasi, tetapi nasi kushari memiliki aneka ragam campuran di dalamnya, seperti kacang lentil, makaroni, saus tomat, dan taburan bawang goreng diatasnya. Makanan ini merupakan makanan kesukaan almarhum ayah dan ibunya. Yah, dia tahu dari kakek dan neneknya. Dan entah kenapa, Jasmine juga ikut menyukainya. Sebab sejak kecil, makanan Nasional itu memang menjadi makanan pokok mereka sebagai sumber karbohidrat.             Eshe menyuapi cucunya dengan senang hati. Dia sangat menyayanginya melebih apapun. Sebab hanya Jasmine, harta paling berharga dia dan suaminya.             Saat mereka tengah bercanda di dalam sana, suara seorang pria terdengar di telinga mereka. “Selamat siang? Apakah ada wanita bernama Jasmine disini?” tanya pria itu masih berdiri di depan toko mereka.             Eshe dan Jasmine menoleh ke sumber suara. Deg!             Jasmine mengernyitkan keningnya. ..**..             Jasmine Nour-Neferu, gadis berusia 21 tahun yang sangat akrab disapa Jasmine. Dia memiliki paras sangat cantik dengan rambut berwarna hitam kepirangan. Alis mata tebal dan bulu mata lentik persis seperti almarhumah ibunya. Tubuhnya setinggi 165 cm menambah kesempurnaan seorang Jasmine. Meski orang-orang banyak mengagumi parasnya yang cantik alami, tetapi Jasmine tidak pernah tinggi hati. Sebab dia merasa jika sebuah kecantikan adalah hal yang dipandang relatif. Jasmine hidup sebagai gadis desa yang menghabiskan masa kecilnya bersama kakek dan neneknya di kota Port Said, Mesir. Hanya kota ini yang menjadi tempat ternyamannya. Bahkan ia tidak berniat untuk merantau ke ibu kota untuk meneruskan pendidikannya seperti teman-temannya yang lain.             Selain tidak memiliki biaya, Jasmine juga tidak mau menyusahkan kakek dan neneknya yang sudah tua renta. Bagi Jasmine, kebutuhan hidup mereka lebih penting dari pada pendidikan yang menghabiskan banyak uang dan meninggalkan kakek dan neneknya di kota Port Said.             Jasmine dirawat dan dibesarkan oleh kakek dan neneknya sejak ia berusia 2 tahun. Sebab di usianya yang masih batita, kedua orang tuanya meninggal dunia secara tragis.             Meskipun Jasmine belum sempat melihat wajah kedua orang tuanya karena usia yang masih batita, tetapi dia sangat menyayangi mereka. Walau telah berbeda alam, Jasmine bisa melepas kerinduannya dengan berkunjung ke makam dan melihat wajah mereka dibalik foto.             Sedih adalah satu kata mewakili isi hati Jasmine karena belum sempat menikmati wajah kedua orang tuanya. Tetapi, jika saja ia rindu kepada ayahnya, maka Jasmine akan melihat wajah sang kakek. Sebab wajah mereka sangatlah mirip.             Kakek dan neneknya yang bernama Abbu Jabare dan Eshe Sabah. Mereka sangat menyayangi Jasmine. Sebab Jasmine adalah peninggalan berharga dari anak dan menantu mereka. Kini, hidup mereka bergantung pada uang yang didapat dari hasil penjualan seluruh asset milik almarhum orang tua Jasmine saat ia masih kecil. Mereka menggunakan uang itu untuk bertahan hidup dan membuka sebuah toko kecil yang diberi nama, The Cloth Shop "Abbu Sabah". Toko kecil khusus menjual kain berbahan linen dan sutera. Saat Jasmine masih kecil, toko yang mereka kelola sangat laris manis. Banyak para penjahit yang menjadi pelanggann setia mereka. Namun, karena perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat toko kecil mereka mulai mengalami penurunan penjualan setiap harinya. Bahkan hingga sekarang ini, toko mereka bahkan sangat jarang mendapatkan pembeli meski seminggu sekali.             Meskipun begitu, Jasmine selalu semangat berjualan. Dia berdoa siang dan malam agar Tuhan memberikan rezeki untuknya dari arah yang tidak disangka-sangka.             Jasmine memang terlihat seperti gadis biasa. Orang-orang selalu menyamakan wajahnya dengan wajah almarhum sang Ibu. Tidak hanya wajahnya saja. Bakat dan hobi menari dari almarhum ibunya juga mengalir di darah Jasmine.             Tapi sayangnya, kakek dan neneknya melarang keras Jasmine untuk meneruskan hobi dan bakatnya yang tertanam sejak kecil. Hal itu membuat Jasmine sangat sedih.             Dia mengalihkan kesedihannya itu dengan cara melihat pertunjukan tarian di daerahnya. Meski dalam hatinya, dia ingin sekali menjadi seorang penari perut, profesi yang digeluti oleh almarhum ibunya sejak masih gadis bahkan sampai ibunya meninggal dunia.             Selain ingin menyalurkan hobi dan bakatnya, Jasmine juga ingin menambah pemasukannya demi melanjutkan hidup. Tetapi, dia tidak tahu bagaimana harus mengembangkan hobinya itu. Sebab kakek dan neneknya melarangnya untuk berpergian jauh.             Jasmine pernah berpikir untuk pergi ke Kairo selama beberapa hari demi mencari informasi pekerjaan menjadi seorang penari perut. Tetapi, lagi-lagi kakek dan neneknya tidak mengizinkan dan menentang keras keinginannya itu.             Sejak terakhir kali dia memohon kepada mereka, tapi tetap tidak mendapatkan izin. Jasmine mulai mengurungkan niatnya itu dan menerima takdir bahwa dia harus memendam hobi dan bakatnya sampai kapanpun. Lalu ia hidup sebagai gadis desa biasa yang mengharapkan penghasilannya dari toko kecil mereka saja. * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN