Tertipu

1300 Kata
“Apa sih maksud kamu?” tanya Clarissa. Hanum tertawa kecil menatap Clarissa dengan mata menyipit. “Aku gak tahu bagaimana hubungan kamu dengan Jack, tapi aku juga gak bodoh kalau kamu ….” Hanum menundukkan tubuhnya lalu berbisik, “pernah menjadi simpanan pria beristri.” Seketika Clarissa menegang. Tatapannya kini tertuju pada Hanum. Bagaimana ia tahu tentang masa lalu Clarissa. Gadis itu berusaha agar masa lalunya tertutupi. Clarissa tertawa membuat senyum Hanum memudar. “Aduh, kamu suka banget kepoin hidup aku. Kamu kurang kerjaan, ya? Mau aku kasi kerjaan?” Clarissa tersenyum sinis membuat Hanum kesal. Wajahnya merah membuat Clarissa yakin sebentar lagi ia akan mendapat cacian yang lebih parah. “Wanita seperti kamu gak pantas sama Jack. Aku saranin jangan pernah dekati Jack lagi. Kamu itu pendosa,” kata Hanum penuh penekanan di setiap kata. “Kenapa kamu ngomong kayak gitu? Kalah saing ya sama orang ketiga kayak aku? Tidak ada satu pun orang yang bisa mengatakan orang lain pedosa. ” Clarissa menatap Hanum tak kalah sengit. Hanum membuka kacamatanya menatap tajam pada Clarissa. “Gak ada yang namanya kalah saing dalam kamus aku,” sahut Hanum. Hanum berusaha tenang tidak terpancing dengan ucapan Clarissa. Tatapan mereka masih beradu saat Jefri memanggil Clarissa. “Sayang, ternyata kamu di sini aku cariin di lampu merah kok gak ada,” ujar Jefri membuat Clarissa mendelik. Satu sikutan tajam mengahantam perut pria itu. Jefri berusaha tetap tenang walau perutnya terasa sakit. “Kamu belum ganti filter mulut,ya? Ngomong kok sembarangan,” guamam Clarissa. Hanum yang melihat interaksi dua orang di depannya hanya mengernyit keheranan. “Siapa dia?” Jafri menatap Hanum. “Petugas asuransi,” jawab Clarissa. “Eh, jaga ya mulut kamu.” Hanum tampak marah mendengar jawaban Clarissa. “Oh, aku kira sales. Ayo sayang kita pergi jangan lama-lama di luar, ada banyak kerjaan di rumah.” Jefri menarik tangan Clarissa sementara Hanum hanya mampu membuka mulutnya tak percaya dengan pendengarannya. Ia sudah banyak menerima penghinaan dari dua orang itu. “Kalian lihat saja nanti,” gumam Hanum lalu berjalan dengan kaki menghentak kesal. Clarissa terdiam menatap jalan raya dengan tatapan kosong. Jefri menatap heran gadis di sampingnya yang sejak tadi termenung. “Cewek itu siapa sih? Kayaknya kalian saling benci,” tanya Jefri. Clarissa masih diam, tidak ingin menjawab satu pun pertanyaa Jefri. “Apa dia ada hubungannya sama mantan kamu?” Kali ini Clarissa menatap Jefri membuat pria itu paham apa yang gadis itu pikirkan. “Mereka akan menikah. Wanita itu yang dijodohkan dengan Jack.” “Wah, beruntung banget mantan kamu dapat cewek secantik itu. Kalau aku dijodohin sama cewek itu dengan suka rela aku nikah sama dia. Sudah cantik, seksi dan tatapan matanya itu, uuuhh,” ujar Jefri membuat Clarissa mengepalkan tangannya. Rasa sesak di dadanya membuat Clarissa harus menarik napas dalam. Namun, Jefri belum juga menghentikan pujiannya pada Hanum. Clarissa berusaha menahan tangisannya. Suara isakan Clarissa membuat Jefri menoleh sejenak. “Kenapa nangis? Aku ada salah ngomong?” tanya Jefri membuat Clarissa memalingkan wajahnya ke kaca. Pria ini memang tidak peka yang membuat Clarissa ingin memukulnya lalu menendang keluar mobil, tapi Clarissa sadar tidak mungkin melakukan hal itu. “Kenapa sih wanita itu cepat banget nangisnya? Sudah dong jangan nangis terus aku pusing dengernya ,” ujar Jefri. “Cowok juga kenapa suka banget bandingin cewek.” “Iya aku minta maaf jadi jangan nangis terus, ingat kamu sedang hamil.” Bukannya berhenti, tangisan Clarissa justru semakin kencang. “Tolong berhenti aku bisa gila.” “Aku lapar,” ujar Clarissa sambil menangis. Entah mengapa emosi Clarissa tidak terkendali. Ia pun tidak bisa menahan air matanya. “Ya sudah kita makan, tapi berhenti nangis.” Seketika Clarissa menghapus air matanya. “Kamu yang traktir,ya.” “Iya, aku yang traktir.” Clarissa mengangguk lalu mengambil dompet yang ada di dasboard untuk berjaga-jaga kalau Jefri mengingkari janji. Jefri menepati janjinya membawa Clarissa makan di restaurant. Pria itu hanya diam membiarkan Clarissa memilih makanan. “Kok banyak banget?” tanya Jefri saat Clarissa menyebutkan makanan yang dipesannya. “Sebagian dibungkus buat papa dan mama kamu di rumah,” sahut Clarissa. “Ngapain dibungus sih? Papa sama mama pasti sudah makan atau jangan-jangan kamu mau dapetin perhatian keluarga aku,ya?” Jefri memicingkan matanya membuat Clarissa mencubit lengannya. “Aduh, belum juga nikah sudah KDRT,” gumam Jefri mengusap lengannya. “Jangan nuduh yang sembarangan. Sudah ah, aku gak mau bicara lagi sama kamu,” kata Clarissa sembari membuang tatapan ke arah lain. Jefri memutar bola matanya kesal karena sikap kekanakan Clarissa. “Ibu-ibu hamil memang labil,” gumamnya. Selama menunggu makanan Clarissa hanya memainkan ponselnya sementara Jafri menghubungi pacarnya. Clarissa melirik Jefri yang sedang tertawa. Mendengar percakapan hangat itu membuat Clarissa berdecih. Pria itu seperti memiliki kepribadian ganda. Saat bersama Clarissa pria itu tidak sedikit pun memujinya . Jefri yang selesali menelepon kini menatap Clarissa sebelum memalingkan wajahnya. “Ada yang salah?” tanya Jefri setelah memutuskan sambungan telepon. Clarissa menggeleng tanpa mengalihkan tatapannya pada Jefri. Gadis itu membuat Jefri tidak tenang. “Jangan tatap aku seperti itu,” ucap Jefri. “Kamu bermuka dua,” ujar Clarissa. Jefri tidak menjawab. Ia malas berdebat dengan Clarissa. Kalau boleh pilih ia ingin menukar perjodohan ini dengan Jack. Clarissa terlalu cerewet dan cengeng untuknya. Pelayan datang menghidangkan makanan di meja mereka. Clarissa dan Jefrri terdiam menikmati makanan sampai akhirnya ponsel Clarissa berdering. Jefri menatapnya membuat Clarissa mengurungkan niat menerima teleponnya. “Dari mantan kamu?” tanya Jefri. Clarissa mengangguk sambil makan kembali. “Kenapa gak diangkat?” “Malas,” jawab Clarissa singkat. “Kalau mau ketemu aku bisa antar kamu, siapa tahu kalian bisa kawin lari,” ujar Jefri membuat Clarissa menaikkan pandangan. “Lalu kamu bisa nikah sama pacar kamu dan kedua orang tua kita menanggung malu? Begitu?” Jefri meminum jusnya lalu mencondongkan tubuh pada Clarissa. “Bukannya itu bagus? Kita bisa bahagia dengan pasangan masing-masing?” “Tapi tidak seperti itu caranya.” “Terus bagaimana? Mau bicara baik-baik itu percuma mereka semua keras kepala. Mereka seolah menganggap apa yang mereka rencanakan adalah yang terbaik. Mereka bahkan tidak bertanya apakah kita bahagia?” Clarissa terdiam. Perasaanya kosong, dia bahkan tidak bisa mengangkat kedua sudut bibirnya saat membayangkan pernikahan. Selama ini ia mambayangkan pernikahan dengan Jack di taman hotel yang luas dengan dekorasi ungu. Semua tamu undangan berbahagia memberi ucapan selamat begitu juga dengan kedua orang tua mereka. “Entahlah. Aku capek kalau berjuang sendiri,” ujar Clarissa. Gadis itu meminum air putihnya sebelum bersandar pada kursi. “Pacar kamu gak cemburu kalau kita nikah?” tanya Clarissa. “Cemburulah, tapi aku kasih tahu alasannya dan dia mengerti.” “Pacar kamu kerja di mana sih?” tanya Clarissa ingin tahu. Jefri yang enggan menjawab pun segera berdiri. “Kita bicara di tempat lain saja,” sahut Jefri. Clarissa menahan tangannya membuat Jefri mengernyit. “Lepasin gak?” “Kamu mau ke mana? Nanti kamu kabur ninggalin aku,” ujar Clarissa. “Mau ikut? Aku mau ke toilet gak bakalan kabur.” “Kamu kira aku percaya? Tadi saja kamu tega ninggalin aku.” Jefri yang sudah tidak tahan ingin Clarissa melepas tangannya pun segera mengeluarkan dompet. “Nih kalau gak percaya kamu bawa saja dompet aku.” Clarissa akhirnya melepas genggaman tangannya dan kembali makan dengan tenang. Cukup lama Clarissa menunggu kedatangan Jefri. Tidak sedikit pun ada rasa curiga pada pria itu. Mungkin calon suaminya sedang sakit perut dan butuh waktu lama untuk menuntaskannya. Selesai makan Jefri belum juga kembali. Pelayan datang mengantarkan makanan yang Clarissa bungkus sekaligus dengan bill. Setelah pelayan pergi Clarissa pun membuka dompet Jefri dan kaget melihat isinya. Hanya ada KTP, SIM dan struk belanja di supermarket. Dompet itu kosong tanpa uang sepeser pun. Bahkan koin pun tidak ada. Benar-benar bersih. Clarissa tersenyum kecut karena telah ditipu oleh calon suaminya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN