Jawaban yang Berbeda

1001 Kata
Mata itu lantas menatap nyalang wajah Brandon yang tengah menatap wajah Kaisan. Dari matanya terpancar darah yang mengalir darinya. “Usianya pasti sudah tiga tahun. Seumuran dengan Gaftan karena mereka satu sekolah. Katakan dengan jujur, Rhea. Dia … anak aku, kan?” tanyanya dengan mata menatap lekat wajah Rhea. Perempuan itu lantas tersenyum campah. “Bahkan, usia pernikahan kamu dengan Tari saja sudah memasuki empat tahun. Kapan, kita ketemunya? Apa pernah, kita bertemu setelah kamu menikahi perempuan pilihan orang tua kamu itu? Nggak pernah, Brandon.” Rhea lalu menelan salivanya dengan pelan. “Aku tahu ini konyol. Tapi, sepertinya kamu telah salah menilaiku yang katanya baik. Orang tua kamu tidak salah memilih Tari yang mereka jadikan sebagai menantunya. Karena aku tidak sebaik dia. “Aku … bukan hanya kamu hanya saja yang menjadi pacarku saat itu, Brandon. Karena aku tahu, hubungan kita nggak akan lancar setelah kamu memberi tahu ada yang harus kamu lakukan demi orang tua kamu itu. Ya. Saat itu juga aku mencari pengganti kamu, bermain gila di belakang kamu dan ini hasilnya.” Rhea memilih untuk menjelekkan namanya daripada harus mengakui Kaisan sebagai anak Brandon. Ia lalu mengusap air mata yang turun tanpa diminta. “Aku selingkuh dari kamu sebelum kita mengakhiri hubungan itu. Dia bukan anak kamu, tapi anak dari ayah yang selama ini selalu menemani aku. Jangan salah paham, Brandon. Dia bukan anak kamu. Jalani saja hidup kamu dengan istri juga anak kamu.” Rhea kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Brandon juga anaknya itu. Berjalan dengan langkah lebarnya sembari menggendong anak semata wayangnya itu. “Mami kenapa nangis?” tanya Kaisan dengan lembut. “Heuh? Nggak kok, Nak. Mami kelilipan bulu mata Mami. Perih, makanya keluar air mata.” Rhea lalu mengusap air matanya sembari mengulas senyumnya. Lagi, Brandon berhasil menarik tangan Rhea setelah memasukkan Gaftan ke dalam mobilnya. “Brandon, cukup! Ak—“ “Aku tidak percaya dengan ucapan kamu tadi, Rhea. Kamu tidak akan pernah melakukan hal itu. Kamu pun tahu aku melakukan ini semu—“ “Brandon! Apa yang kamu tahu dari diri aku? Hanya karena selama dua tahun itu aku tidak pernah mengkhianati kamu, kamu tidak percaya dengan semua fakta yang sebenarnya?” Rhea menyela ucapan Brandon. “Oke! Oke. Kalau memang saat itu kamu selingkuh di belakang aku, sekarang aku mau tanya. Kapan, waktu kosong kamu untuk mengkhianati aku saat itu?” Rhea terdiam. Tidak mampu menjawab pertanyaan yang membuatnya merasa dijebak. Ia hanya bisa menelan salivanya dan tidak bisa menjawab pertanyaan dari mantan kekasihnya itu “Rhea. Siapa, orang yang sudah mengisi hidup kamu selama ini? Aku senang, kamu sudah mendapat pengganti aku, aku senang. Tapi, aku hanya minta, jawab pertanyaanku dengan jujur. Aku tidak butuh pengakuan, hanya ingin tahu saja.” Brandon mengadahkan kepalanya menahan air mata yang ingin keluar dari sudut matanya. Melihat Rhea setelah empat tahun lamanya perempuan itu selalu bersembunyi, ada rasa rindu yang hadir dalam dirinya. Ingin memeluk perempuan itu, tapi tidak sanggup. Dia sudah bukan siapa-siapanya lagi. Hanya sebatas kenangan yang pernah hadir dalam hidupnya saat itu. Hanya bisa mengingat kebahagiaan yang pernah lewati bersama kala itu. “Tidak perlu pengakuan atau apa pun itu, itu artinya kamu tidak perlu tahu tentang semuanya, Brandon. Aku bukan wanita baik-baik. Aku bukan wanita yang bisa kamu jamin kalau aku tidak punya niat jahat kayak gitu.” Brandon lalu meraih pundak Rhea dengan tangan bergetar. Menekan pundak itu dan meremasnya pelan. Menundukkan kepalanya sembari menyusut hidungnya dan mengusap air matanya. “Om kenapa nangis?” tanya Kaisan yang tengah duduk di kursi mobil. Brandon lalu menatap Kaisan dengan tatapan lekatnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap Rhea kembali. “Kamu masih berbohong, Rhea. Aku siap bertanggung jawab dan memberikan semua kebutuhan dia.” Rhea terkekeh pelan lalu menatap Brandon lagi. “Hei! Kamu siapa, mau memberikan semua kebutuhan anak aku dan bertanggung jawab? Kita memang pernah melakukan itu. Tapi, dia bukan anak kamu. Jangan sembarangan memutuskan hanya karena kita pernah menjalin hubungan, Brandon. Dia … bukan anak kamu.” Brandon menyunggingkan senyum tipis lalu membuang muka dengan pelan. Kembali menatap Rhea kembali dan menghela napasnya dengan panjang. “Aku tidak pernah seyakin ini sebelumnya, Rhea. Kenapa harus kamu sembunyikan? Hanya karena tidak mau membuat aku merasa bersalah karena sudah memilih menikah dengan pilihan orang tuaku?” Rhea menggeleng. “Nggak. Jangan kepedean, Brandon. Aku udah bilang ke kamu tadi. Dia bukan anak kamu! Sudah aku tegaskan sekali lagi. Dia, bukan anak kamu. Dia anak aku. Dia orang asing bagi kamu. Jangan pernah menemui aku lagi. Pertemuan kita cukup sampai di sini saja. Kaisan akan aku pindahkan sekolahnya.” Brandon kembali menyunggingkan senyum lirih. “Kalau kamu tidak merasa, kenapa harus memindahkan dia dari sekolah ini? Karena sudah mencakar wajah Gaftan? Kurasa bukan itu alasannya.” Rhea menelan saliva dengan pelan. Menundukkan kepalanya dan tidak bisa menjawab pertanyaan dari mantan kekasihnya itu. “Rhea ….” “Hei!” Mario yang sedari tadi menerbitkan senyumnya lantas memudar kala melihat Rhea yang rupanya tengah berbincang dengan Brandon. “Daddy!” seru Kaisan lalu meraih bahu Mario. Memeluknya karena senang, Mario datang kemari. Rhea menghela napasnya panjang. “Kamu dengar sendiri kan, dia memanggil Mario apa? Daddy! Kaisan … anaknya Mario, bukan anak kamu.” Dengan suara bergetar, perempuan itu memberi tahu ayah dari Kaisan. Mario hanya tersenyum tipis mendengarnya. Ia lalu menggendong Kaisan yang sedari tadi memintanya untuk digendong. “Nice to meet you, Brandon!” ucap Mario dengan pelan. Brandon terdiam. Menatap Mario yang terlihat canggung saat bertemu dengannya. “Sejak kapan, kalian menjalin hubungan?” tanya Brandon ingin tahu. Matanya menatap bergantian wajah Rhea dan Mario yang berdiri bersampingan. Mario menoleh kepada Rhea yang tengah menatapnya. “Sejak … elo nikah, sama Tari,” jawabnya sembari mengulas senyum. "Apa kabar, Brandon?" tanya Mario basa basi sembari menerbitkan senyum kepada lelaki itu. Brandon tersenyum campah. “Jawaban kalian berbeda. Dari sini aja udah ketahuan, kalau kalian emang menyembunyikan sesuatu, dari gue!" Deg! Jantung Mario langsung berdebar usai mendengar ucapan Brandon yang menyatakan jika jawabannya dengan Rhea tidak sama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN