Keegoisan Seorang Angga

1552 Kata
Angga menyeringai, Erik makin curiga dengan gelagat seorang Angga. “Tolong jangan bikin gue bingung, Ngga!” seru Erik sekali lagi. Angga masih diam, dengan ekspresi wajahnya yang terlihat sangat menyebalakan, Angga mengeluarkan ponsel yang dia simpan di saku celananya, membuka sebuah galeri foto, menunjukkan sebuah foto yang membuat Erik terkejut. “Gile lo Ngga! Lo beneran kek gini sama Hana?” tanya Erik. Angga menyunggingkan senyumnya. “Menurut lo kalau posisinya kek gini lagi ngapain,” ucap Angga. Bangga karena berhasil menjebak Hana. Erik geleng kepala, salut sama aksi Angga. “Lo emang top cer!” Erik menunjukkan dua jempolnya ke Angga. Angga pasang wajah sombongnya. “Gue gitu!” seru Angga, membusungkan dadanya, menepuk bangga d**a bidangnya. “Terus … gimana kalau Hana minta lo bertanggung jawab,” ucap Erik. Angga merangkul pundak Erik, berbisik kepada Erik. “Lo pikir … gue peduli? yang penting kita menang taruhan. Lagipula, dia begitu menikmati permainan panas kami.” Angga mengucapkannya tanpa beban sedikitpun, dia tidak peduli bagaimana perasaan Hana nantinya. Erik tersenyum, dia sudah bisa menebak jawaban Angga. “Lo emang paling b******k!” “Emang!” Keduanya saling tatap, detik kemudian … keduanya tertawa, bangga sekali dengan pencapaian seorang Angga yang emang terkenal karena kebrengsekkannya. Keduanya terpaksa berhenti tertawa saat sebuah mobil sport berhenti tepat di depan mereka berdua. Erik mengikut lengan Angga. “Tadi malam dia mimpi apa …” lirih Erik. Angga menyunggingkan senyumnya, nggak nyangka jika Panji langsung menghampiri mereka berdua. “Yang jelas, mimipinya apes,” ucap Angga. Panji keluar dari mobil sportnya, dengan raut wajahnya yang super angkuh, Panji menghampiri Erik dan Angga. “Lo ada apa nyari gue?!” Meskipun bertanya, nada bicara Panji sangat ketus. Angga menatap tajam Panji, ini anak emang selalu nyari gara-gara sama Angga, makanya … nggak pernah ada kata akur diantara mereka berdua. “Lo udah pikun atau gimana!” ucap Angga tak kalah ketusnya. Menatap Panji dengan tatapan penuh aura permusuhan. Panji menunjuk jari telunjuknya tepat kearah wajah tampan Angga, dia nggak terima dengan kata-kata Angga barusan. “Jingan! jaga mulut lo!” bentak Panji. Angga menghela nafas, berusaha mengontrol emosinya. “Lo emang bener-bener pikun atau sengaja lupa, atau emang lo curang lagi kek kemarin malam,” ucap Angga. “Ngomong langsung ke intinya!” Panji bukan tipe orang yang sabar untuk menebak sebuah kata-kata, itu sebabnya … dia minta Angga langsung ke inti permasalahannya. Angga mengusap kasar wajahnya, kesel juga dengan Panji yang emang sepertinya pikun. “Soal taruhan kita kemarin. Gue ke sini nagih janji lo, kalau gue berhasil menahlukan Hana, lo bakalan ngasih mobil lo ke gue. Sekarang Hana berhasil gue tahlukan dalam tempo satu hari, mana janji lo!” ucap Angga. Panji terbelalak, kaget juga setelah mendengar ucapan Angga. Satu tangannya dia ulurkan kearah Angga.”Mana buktinya!” tantang Panji. Angga menyunggingkan senyumnya, menyerahkan ponsel yang dia pegang kepada Panji. “Lo lihat sendiri buktinya, itu bukan editan!” ucap Angga. Panji terkejut saat melihat sebuah foto yang terpampang jelas di posel milik Angga. “Anjing lo! gue nyuruh lo deketi Hana, bukan tidur dengannya!” seru Panji penuh emosi yang meluap. Karena sebenarnya, dia juga mengagumi sosok cantik Hana. “Terserah gue mau apa, asal dia seneng … gue seneng, buat gue beres.” Inilah sikap egois Angga, dia pikir semua gadis sama saja. Asal ada uang dan ketenaran, mereka rela melakukan apa saja. Termasuk merelakan tubuh mereka. Panji yang sangat emosi dengan sikap Angga, meraih kerah baju Angga, melayangkan sebuah pukulan keras tepat di wajah tampan Angga. “b******n! Hana beda dengan cewek lain. Lo pasti ngejebak dia!” seru Panji. Darah segar menetes dari ujung bibir Angga, demi apapun … Angga tidak terima dengan pukulan yang Panji layangkan untuknya. Angga mengusap darah yang keluar dari ujung bibirnya. Dengan gerakannya yang tak terduga, Angga membalas pukulan Panji tepat di wajahnya. Tidak puas dengan pukulannya, Angga menendang Panji hingga tubuh Panji tersungkur di atas aspal. “Anjing, lo!” seru salah satu teman Panji, maju ke depan, diikuti oleh yang lainnya. Yang memang dari tadi sudah berada di sana duluan. Angga tidak tinggal diam, dia sengaja menginjak d**a Panji yang masih terbaring di aspal dengan posisi terlentang. “Lo maju, gue patahin lehernya!” seru Angga. Dia nggak peduli dengan Panji yang merasa kesakitan. “Si—sialan lo …” lirih Panji dengan nafas yang terasa begitu sesak akibat injikan Angga yang sudah beralih menginjak leher Panji, sepertinya Angga tidak pernah main-main dengan ancamannya. Angga semakin menekankan injikannya. “Berikan kunci mobil lo! suruh mereka mundur, gue tidak ingin berkelahi dengan siapapun!” seru Angga. Panji memberi aba-aba kearah temannya, dengan satu tangannya. Sebisa mungkin, dia menahan kaki Angga dengan satu tangannya lagi. “Kun—cinya … a—ada di dalam mob—il!” ucap Panji terbata, akibat tekanan kaki Angga pada lehernya. Angga melepas injakan kakinya, berjalan kearah mobil Erik. Membuka pintu mobil, mengambil sebuah kontak mobil yang memang masih tergantung di tempatnya. Angga melempar kontak itu kearah kerumunan anak-anak muda yang tengah menyaksika pertikain antara dia dan Panji. “Siapapun yang mendapatkan kontaknya, mobil itu menjadi mili kalian!” seru Angga. Panji yang dengan susah payah di bantu bangun oleh temannya, menatap Angga dengan tatapan penuh emosi, dia merasa terhina dengan perbuatan Angga barusan. Bagaimana mungkin, Angga menyerahkan begitu saja mobil sportnya kepada orang lain. Itu artinya, Angga memang sengaja ingin menghinanya di depan umum. Angga menyunggingkan senyumnya, melihat kearah Panji dengan tatapan penuh ejekan. Dia puas sekali melihat kontak mobil Panji menjadi rebutan saat ini, bahkan ada sebagian teman Panji yang ikut berebut juga. Siapa sih, yang tidak ingin memiliki mobil dari sang pembalap Nasional sekelas Panji. “Gimana? gue puas banget dengan hasil akhirnya. Gue puas karena mulai detik ini, Hana akan menjadi wanitaku … hahaha!” Angga tersenyum puas. Erik yang berdiri di sampingnya, menyunggingkan senyum kemenangannya. Dia juga ikut puas telah memberikan pelajaran untuk Panji. “Lo emang b******n! Gue pastikan, Hana tidak akan pernah menjadi milik lo!” seru Panji. Angga tidak peduli, dia dan Erik kembali masuk ke dalam mobil masing-masing, meninggalkan Panji bersama kekacauan yang telah dia buat. *** Apartemen Hana benar-benar seperti orang linglung yang tidak tau arah dan tujuannya, dia merasa sangat kacau setelah peristiwa buruk yang menimpanya. Dia seperti orang gila yang mencari keberadaan Angga seperti saat ini. Setelah mendapat beberapa informasi dari teman-temannya, hanya dua tujuan Hana, kalau tidak apartemen milik Angga, sebuah club malam yang sering Angga kunjungi bersama Erik dan temannya yang lain. Hana sengaja menunggu Angga di depan lobi. Dia hanya ingin pertanggung jawaban dari Angga. Sudah cukup lama Hana menunggu Angga, hingga penantiannya tidak sia-sia setelah dia melihat dua mobil sport milik Angga dan Erik melintas di depannya. Hana bergegas mengejar mobil keduanya yang Hana yakin sekali mereka menuju sebuah tempat parkir di apartemen itu. Dan benar seperti dugaannya, Angga menghentikan mobilnya di sana. Hana terus berlari kearah Angga, sudah cukup dia seperti bermain petak umpet dengan Angga. Dia harus menyelesaikan semuanya saat ini juga. “Angga!” seru Hana. Angga yang baru saja keluar dari mobilnya menoleh, tidak pernah menyangka … Hana akan menemukannya saat ini. Erik yang masih di dalam mobilnya, mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobilnya. Hana berlari menhampiri Angga, tanpa berpikir dua kali … Hana menapar keras wajah tampan Angga. “Dasar pecundang! Kamu sengaja menjebak aku!” seru Hana penuh emosi. Awalnya Angga kesal juga dengan tingkah Hana yang spontan, tapi entah kenapa … Angga tidak tega setelah melihat air mata Hana. Angga menahan tangan Hana yang kembali ingin menyerangnya, dia tidak peduli dengan pipinya yang terasa panas akibat ulah Hana. “Stop! ikut aku!” Angga menarik lengan Hana, membawa Hana masuk ke dalam sebuah lift yang akan membawanya ke unit apartemennya. Erik hanya bisa pasrah, tanpa Angga minta pun, dia memutar balik mobilnya, meninggalkan area apartemen tempat tinggal Angga. Membiarkan Angga menyelesaikan sendiri urusannya dengan Hana. Menit kemudian, Angga sudah sampai di dalam unit apartemennya. Angga melepaskan lengan Hana. “Apa mau kamu,” ucap Angga dingin. Tidak hangat seperti tadi siang saat dia merayu Hana. Hana menatap Angga dengan tatapan penuh emosi. “Kamu tanya apa mau aku? apa kamu sudah gila, kamu sudah menjebak aku, kamu sudah merenggut sesuatu yang aku pertahankan selama ini …” Hana tidak bisa lagi melanjutkan kata-katanya, hampir saja tubuhnya luruh ke lantai, Angga bergegas menangkapnya, memeluk erat tubuh Hana. “Aku akan bertanggung jawab, anggap saja hari ini kita jadian,” ucap Angga. Hana mendongak, tidak menyangka dengan jawaban Angga barusan. “Kamu serius …” lirih Hana. Meskipun terpaksa, ini adalah jalan terbaik yang harus Hana ambil. Pikirnya, jika dia sampai hamil, setidaknya ada Angga yang mau bertanggung jawab. Itulah pikiran sederhana seorang Hana yang malang. Angga mengangguk, salah … jika Angga akan benar-benar bertanggung jawab dengan Hana. Dia hanya akan menjadikan Hana bahan mainan selanjutnya. Jujur saja … pesona Hana tadi siang sudah seperti candu buatnya. Apa salahnya Angga kembali menikmati mainannya. “Sekarang aku milikmu … dan kamu milikku …” lirih Angga. Hana diam mematung, entah kenapa. Dia membiarkan Angga begitu saja di saat Angga mulai memautkan kembali bibir mereka. Benarkah … Hana begitu mudahnya terjerat oleh pesona seorang Angga. Melihat Hana yang langsung terbuai dengan ciumannya, diam-diam Angga menyunggingkan senyum liciknya. Bagi Angga, Hana hanya akan menjadi pemuas nafsunya …

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN