Bianca sampai di rumahnya pukul 11 malam. Pak Eko membukakan gerbang untuk Bianca. Bianca pun menanyakan kepada Pak Eko apakah Willy sudah pulang atau belum.
“Pak Eko, apa suami saya sudah pulang?” Tanya Bianca yang membuka kaca mobilnya.
“Bapak belum pulang Bu” jawab Pak Eko.
“Oh, makasih ya Pak” ucap Bianca.
“Iya Bu sama-sama. Mau saya sekalian taruh di parkiran?” Tanya Pak Eko.
“Tidak apa-apa Pak. Biar saya saja” ucap Bianca.
Bianca menutup kaca mobilnya dan menjalankan mobilnya menuju parkiran. Di parkiran mobil hitam yang biasa Willy pakai memang tidak ada. Bianca menghela nafasnya. Kalau Willy tidak pulang ke rumah lalu Willy kemana.
Bianca turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah. Rumahnya nampak sepi. Bianca masuk ke dalam kamarnya. Kamarnya pun kosong dan masih sama seperti yang dia tinggalkan tadi. Bianca melihat lemari, tas dan koper Willy masih ada. Baju-baju Willy juga masih ada.
“Kamu kemana Will?” Tanya Biana pada dirinya sendiri.
Bianca melangkah ke kamar mandi dan mencuci wajahnya. Bianca tidak tahu kemana Willy. Bianca kembali ke kamarnya dan duduk di ranjangnya. Bianca melihat kontak Willy dan mencoba menghubungi suaminya lagi.
Lagi-lagi operator yang menjawabnya. Bianca memejamkan matanya. Di dalam hatinya Bianca terus bertanya-tanya keberadaan Willy. Bianca masih saja menyesali perbuatannya sampai Willy bisa menjadi seperti ini.
“Apa Willy pulang ke rumah Mami dan Papi?” Tiba-tiba terlinta dikepala Bianca jika Willy kembali ke rumah orang tuanya.
Bianca menatap ponselnya. Bianca ragu ingin menelepon Mami atau Papi malam-malam begini. Apalagi Mami masih marah da kecewa kepadanya. Bianca tkut justru menggangu Mami dan membuat Papi Mami bertengkar lagi.
Bianca menggigit jarinya. Bianca tidak menyangka Willy sampai semarah itu. Bianca pun mencoba memejamkan matanya dan berpikir jernih kemana perginya Willy. Willy tidak pernah pergi dari rumah. Apalagi pergi menginap di rumah temannya. Willy adalah orang yang tidak mau bergaul jadi mana mungkin dia mau menginap di rumah temannya.
Ting
Entah apa tiba-tiba terlintas dipikiran Bianca semua ini adalah ulah Gio. Bianca terpikir jika Gio sengaja melakukan semua ini. Bisa saja Gio meminta anak buahnya untuk menangkap Willy dan menyembunyikannya. Bianca tahu semarah-marahnya Willy, pasti Willy akan pulang ke rumah.
“Apa mungkin Gio yang melakukannya?” Tanya Bianca pelan sambil membuka matanya.
Bianca mencoba menunggu Willy. Dan menggelengkan kepalanya. Bianca tidak ingin berpikir macam-macam terlebih dahulu. Semoga saja Willy pulang malam ini. Bianca janji jika Willy pulang malam ini, Bianca akan meminta maaf dan tidak akan membiarkan Willy pergi lagi dalam keadaan marah.
Pagi-pagi Bianca terbangun dengan pakaian semalam. Matanya masih bengkak dan sembab karena habis menangis. Bianca melihat ke sampingnya lalu merabanya. Ranjang sampingnya terasa dingin, itu tandanya Willy tidak tidur disampingnya.
Bianca pun bangun dan melangkah ke kamar mandi. Bianca mencuci wajahnya dan menggosok giginya. Setelah selesai dengan ritualnya Bianca langsung melangkah keluar, semoga saja Willy sudah pulang dan tidur di kamar Aditya atau di sofa.
Ceklek
Bianca membuka kamar Aditya. Tidak ada tanda-tanda Willy. Bianca pun melangkah masuk dan mendekati Aditya yang sedang minum s**u di botol bersama Mina. Melihat Aditya lagi-lagi hati Bianca sedikit terobati.
“Apa Aditya rewel?” Tanya Bianca duduk di ranjang samping Aditya.
“Tidak Bu” jawab Mina.
“Oh, nanti setelah di jemur langsung mandikan ya” ucap Bianca.
“Iya Bu” ucap Mina mengganggukkan kepalanya.
Bianca berdiri dan melangkah keluar dari kamar Aditya. Bianca melihat ke ruang televisi kosong. Lalu ke ruang tamu juga kosong. Bianca ke ruang makan juga kosong. Bianca pun ke dapur disana hanya ada Bi Inah yang sedang memasak air.
“Bi, apa suami saya pulang semalam?” Tanya Bianca.
“Tidak Bu” jawab Bi Inah.
“Oh, yasudah terima kasih Bi” ucap Bianca melangkah pergi.
Bianca masuk kembali ke dalam kamarnya. Bianca mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Willy kembali. Masih sama seperti semalam hanya suara operator yang terdengar. Bianca menarik nafasnya panjang. Sepertinya mau tidak mau Bianca harus menghubungi Mami atau Papi. Bianca pun menekan nomor kontak Mami.
“Semoga saja kamu ada di rumah Mami Will. Aku akan datang kesana menemui Will. Aku akan meminta maaf kepadamu, Mami dan Papi” ucap Bianca sedih.
Bianca sampai rela berbuat apa saja yang terpenting Willy bisa memaafkannya dan tidak marah lagi kepadanya. Bianca hanya ingin rumah tangganya kembali harmonis dengan Willy yang terus disampingnya.
“Halo Mi” ucap Bianca saat Mami sudah mengangkat teleponnya.
“Ada apa Bii?” Tanya Mami.
“Mi, apa Willy semalam pulang ke rumah Mami?” Tanya Bianca.
Terdengar nafas berat Mami.
“Memangnya Willy sudah keluar dari kantor polisi?” Bukannya menjawab Mami berbalik bertanya.
“Saat aku ke kantor polisi, petugasnya mengatakan Willy sudah pergi” jawab Bianca.
“Apa? Willy pergi” ucap Mami terkejut.
“Iya Mi. Semalam aku tunggu Willy tidak pulang ke rumah. Jadi apa Willy pulang ke rumah Mami semalam?” Tanya Bianca lagi dengan hati-hati.
“Willy tidak pulang ke rumah Mami Bii. Kamu sudah menghubungi ponselnya?” Tanya Mami.
“Sudah Mi. Tetapi sejak semalam ponselnya tidak bisa dihubungi” jawab Bianca.
“Mami sebenarnya masih sangat kecewa kepadamu Bii’ ucap Mami.
“Maafkan Bianca Mi” ucap Bianca merasa bersalah.
“Mungkin Willy sedang menenangkan hatinya di hotel atau apartemen Papi. Kamu tenanglah. Mami akan mencari tahu juga keberadaan Willy” ucap Mami.
“Terima kasih Mi” ucap Bianca.
Bianca termenung. Sebenarnya Bianca tidak yakin Willy bermalam di hotel ataupun apartemen Papi. Willy tidak pernah seperti itu. Tetapi sekali lagi Bianca mencoba untuk meyakinkan dirinya dan berpikir positif. Semoga saja benar Willy menginap di hotel atau apartemen Papi untuk menenangkan dirinya.
Siang hari setelah bermain dan menidurkan Aditya Bianca kembali menatap layar ponselnya. Ponsel Willy tentu saja belum bisa dihubungi. Bianca semakin bingung, Mami pun sudah menghubunginya jika di apartemen Papi tidak ada Willy disana.
Drrrt Drrtt
Bianca langsung mengangkat ponselnya tanpa melihat siapa peneleponnya. Karena Bianca kira itu adalah Willy.
“Halo Bii” terdengar suara Icha.
Hati Bianca merasa sedih ternyata bukan Willy yang menghubunginya.
“Bii, maaf aku dapat kirimin video dari Jonathan. Dia juga dapat kiriman dari temannya” ucap Icha dengan nada merasa tidak enak.
“Video apa?” Tanya Bianca.
“Hem, kamu jangan marah ya” ucap Icha.
“Katakan saja aku tidak marah” ucap Bianca dengan nada lemah.
“Bii, kamu baik-baik saja. Kenapa suaramu lemah seperti itu?” Tanya Icha yang merasa suara Bianca sedang ada masalah.
“Iya” jawab Bianca.
“Masalah apa? Apa aku dan Naena boleh kesana?” Tanya Icha.
“Tidak perlu. Aku bisa mengatasinya. Tadi kamu bilang mau memberikan aku video” ucap Bianca.
“Nanti saja Bii. Aku tidak enak saat ini” ucap Icha.
“Terserah kamu saja. Bagaimana kantor apa semuanya aman?” Tanya Bianca.
“Aman. Sudah jangan memikirkan kantor. Aku dan Naena bisa mengatasinya” jawab Icha.
“Iya. Apa tidak ada yang meminta dekorasi baru lagi?” tanya Bianca.
Di seberang sana Icha menggeleng-gelengkan kepalanya. Bianca walaupun sedang dalam masalah masih saja memikirkan pekerjaan.
“Tidak ada. Dekorasi kita masih tetap diminati dan paling hits” jawab Icha sambil terkekeh mencoba menghibur Bianca.
“Baiklah aku percaya kalian” ucap Bainca.
“Yasudah, maaf ya aku ganggu kamu. Kalau ada apa-apa hubungi aku ataupun Naena” ucap Icha.
“Iya” ucap Bianca.
Bianca memejamkan matanya. Bianca tidak ingin menceritakan masalah rumah tangganya kepada orang lain, walaupun itu sahabatnya sendiri. Bianca ingin mencoba menyelesaikan masalah rumah tangganya berdua dengan Willy tanpa harus ada campur tangan orang lain.
Kalau dulu waktu Bianca masih sendiri Icha dan Naena bisa menjadi penolongnya disaat dia ada masalah. Tetapi saat ini mereka semua sudah berkeluarga, Bianca tidak ingin kedua sahabatnya ikut memikirkan masalah yang sedang Bianca hadapi saat ini.
Bianca juga tidak ingin jika kedua sahabatnya menyalahkan Willy yang tidak mengerti alasan Bianca melakukan semua ini. Bianca sangat mengenal Icha dan Naena. Mereka adalah orang-orang terdepan yang akan membela Bianca.
“Kamu dimana Will, tolong jangan menghilang lagi?” Lirih Bianca.
Bianca menatap layar ponselnya dimana terlihat foto Willy sedang memeluknya saat di hotel. Bianca tersenyum lalu menyentuh wajah Willy dengan jarinya. Foto itu di ambil saat mereka bulan madu setelah kembali dari Kalimantan.
“Will, kamu bilang kalau kembali mau mengajakku honey moon lagi” lirih Bianca.
Bianca duduk bersandar di sofa ruang menonton televisi. Pagi tadi dia sudah meminta Pak Eko untuk menghubungi tukang sampah untuk membuang semua bunga-bunga dari Gio. Dan kini rumahnya bianca sudah bersih dari buket-buket bunga. Bianca ingin saat Willy pulang sudah tidak melihat bunga-bunga pemberian Gio agar tidak menyulut emosinya.
“Bu, maaf Aditya badannya panas” ucap Minah menghampiri Bianca.
“Panas, kenapa bisa panas?” Tanya Bianca terkejut.
Tadi Aditya baik-baik saja. Bianca pun melangkah cepat menuju kamar Aditya. Di dalam kamarnya Aditya masih terlelap. Bianca menyentuh kening Aditya, dan benar sekali kening Aditya terasa sangat panas.
“Minah tolong ambil termometer di kotak obat ya” ucap Bianca.
“Baik Bu” ucap Mina.
Tidak lama Mina kembali dan memberikan termometer digital kepada Bianca. Bianca pun mengarahkan termometer itu di kening Aditya lalu menekan tombolnya. Seketinya berbunyi “Tit” layar termometer pun menunjukkan angka 39.5
“Ya Tuhan, panasnya tinggi sekali sampai 39,5” ucap Bianca terkejut.
“Mina, siapkan tas Aditya ya. Saya akan menyiapkan mobil” ucap Bianca.
“Baik Bu” ucap Mina.
Bianca segera berlari keluar dari kamar Aditya. Lalu dia ke kamarnya mengambil kunci mobil dan tasnya. Bianca segera menuju parkiran untuk menyiapkan mobilnya.
Mina sudah menggendong Aditya dan menunggu di depan pintu. Bianca segera membukakan mobil untuk Mina. Untung saja Aditya tidak rewel walaupun suhu tubuhnya sangat panas
“Mina, kamu berikan terus s**u ya” ucap Bianca kepada Aditya.
“Iya Bu” ucap Mina memberikan s**u di botol.
“Ya Tuhan, cobaan apalagi yang menimpaku. Belum selesai masalahku dengan suamiku kini Aditya badannya panas” batin Bianca sedih.
Bianca pun tetap fokus mengemudi menuju rumah sakit. Walau dia panik, Bianca tetap harus fokus. Ya, semua ini juga karena obat yang diberikan Pak Sapta dulu saay dia hilang ingatan. Obat yang Bianca hampir setiap hari minum selama dua tahun itu, membuat Bianca bisa mengontrol rasa kepanikannya.