27. 2 Hamil setiap Tahun

1813 Kata
Jakarta Bianca sudah mendapatkan kabar dari Pak Hartawan kalau semua asset milik kedua orag tua Bianca kini sudah dibalik nama menjadi nama Bianca. Walaupun orang tuanya tidak mempunyai perusahaan seperti Papi, setidaknya satu rumah, satu Villa di Bogor dan deposito di rekening yang jumlahnya sekitar lima ratus juta itu sudah lebih dari cukup. Villa yang di Bogor itu memang Villa yang disewakan untuk umum. Rumahnya yang di Jakarta pun Bianca rencanakan untuk di renovasi dan Bianca sewakan juga. Karena Bianca tidak mungkin bisa menempati rumah itu. Tetapi Bianca belum melakukannya Bianca ingin bertanya dulu kepada Willy. Bianca juga merencanakan uang deposito itu sebagian disumbangkan untuk panti asuhan. Lalu sebagian lagi akan tetap Bianca simpan untuk keperluan mendesak. Selain itu Bianca mendapatkan uang cash dari penjualan mobil milik orang tuanya sekitar dua ratus juta. Rencananya uang itu Bianca gunakan untuk merapikan makam kedua orang tuanya. Lalu dia buat merenovasi rooftop kantornya. Tentu saja semua itu Bianca harus menunggu persetujuan Willy. Walaupun kini semua itu milik Bianca tetapi Bianca harus tetap berbicara apa yang akan dia lakukan dengan Willy. Karena Willy adalah suaminya. Bianca tidak ingin mengambil keputusan sendiri. Bianca tidak ingin membuat Willy kecewa lagi seperti kemarin Bianca mengmbil keputusan sendiri. Bianca harus menghargai Willy sebagai suaminya. Saat ini Bianca sedang berjalan-jalan di halaman rumah sambil mendorong Aditya di kereta dorongnya. Mami juga hanya menginap sehari saja. Bianca tidak ingin memuat Mami kerepotan dengan terus menginap disini untuk membantunya menjaga Aditya. Setidaknya kalaupun Mami ingin datang setiap hari tidak apa-apa juga Bianca tidak melarang. Dari dalam rumah Bi Inah terlihat melangkah menghampiri Bianca. Bi Inah pun menyampaikan jika ada telepon dari Ibu Icha untuk Bianca. “Bu, maaf ada telepon” ucap Bi Inah. Bianca pun menghentikan aktivitasnya. “Dari siapa Bi?” Tanya Bianca. “Dari Ibu Icha” ucap Bi Inah. “Oh. Bi Inah tolong jaga Aditya sebentar ya” ucap Bianca. “Iya Bu” ucap Bi Inah yang kini mengambil alih kereta dorong Aditya. Bianca melangkah masuk ke dalam untuk menerima telepon dari Icha. Ternyata Icha mengatakan kalau ada klien baru yang datang dan ingin menggunakan Bianca Management sebagai wo pernikahannya. Dan gedung yang akan di gunakan adalah Villa di Bandung. “Halo, Cha” ucap Bianca sambil meletakkan telepon di telinganya. “Halo Bii. Maaf nih mengganggu kamu lagi” ucap Icha. “Enggak ko. Ada apa Cha?” Tanya Bianca. “Gini Bii, tadi siang ada klien menghubungi aku. Dia mau pakai Bianca Management untuk acara pernikahannya. Mulai dari siraman, pengajian, sampai akad dan resepsinya” ucap Icha menjeda ucapannya dan mengambil nafas. “Lalu?” Tanya Bianca. “Tetapi semua itu dilakukan di Bandung. Dan aku sudah bilang Bianca Management hanya menerima acara di daerah Jabodetabek saja” ucap Icha. Bianca terdiam sebentar untuk berpikir. Memang benar setelah Bianca kecelakaan dulu dan Bianca Management diambil olih oleh Willy, kini mereka hanya melayani acara di Jabodetabek saja. Mereka tidak melayani permintaan diluar daerah. Ya, tentu saja karena mereka trauma dengan kejadian Bianca. “Apa dia mengerti?” Tanya Icha. “Calon suaminya mengerti. Tetapi calon mempelai wanitanya bersih kukuh ingin menggunakan Bianca Management juga. Dan rencana besok mereka akan datang ke kantor” ucap Icha. “Ya selama ini kita memang menolak permintaan di luar Jabodetabek. Sepertinya mereka akan tetap memaksa Cha” ucap Bianca yang sudah bisa menebak. Tentu saja Bianca sudah pengalaman menerima klien yang keras kepala. Apalagi Ibu Rita kemarin. “Ya kamu benar Bii. Di telepon saja, sang wanita sudah mengoceh dan tetap memaksa kita bisa datang ke Bandung. Sampai dia mengatakan Bandung itu tidak begitu jauh” ucap Icha. “Kamu dan Naena layani saja dulu mereka ya. Dan kasih pengertian kita tidak bisa melayani kalau di Bandung” ucap Bianca. “Iya Bii” ucap Icha. “Maaf ya aku tidak bisa menemani kalian besok” ucap Bianca. “Tidak apa-apa Bii tenang saja” ucap Icha. Malam hari Bianca baru saja menidurkan Aditya dan di atas ranjang Bianca. Bianca masih memikirkan dua sahabatnya yang akan bertemu dengan klien dari Bandung itu. Biasanya mereka selalu bertiga menghadapi masalah. Bianca sedikit cemas, Bianca yakin pasti calon mempelai wanita ini orang yang merepotkan. Karena biasanya jika ada permintaan di luar Jabodetabek dan pihak Bianca sudah mengatakan tidak bisa, mereka mundur. Bianca melihat ponselnya. Biasanya Willy sudah menghubunginya. Ini sudah jam setengah Sembilan Willy belum menghubunginya juga. Apa Bianca saja yang menghubungi duluan ya. Bianca pun memilih untuk menghubungi Willy. Bianca takut jika kemalaman Willy akan terganggu istirahatnya. Bianca menekan nomor Willy di layar ponselnya lalu menakan tombol hijau. Setelah itu Bianca pun menunggu Willy mengangkat panggilan video darinya. Bianca kini sudah memegang ponsel dan menghadapkan ke wajahnya. Tak butuh waktu lama dua kali terdengar nada tunggu Willy pun mengangkat ponselnya. “Halo, Bii maaf ya, jadi kamu yang menghubungiku duluan” ucap Willy. “Tidak apa-apa Will. Kamu baru pulang” ucap Bianca karena Willy baru saja masuk ke dalam penthousenya. “Iya sayang. Rencananya aku mau sampai dulu baru menghubungimu, ternyata istriku yang cantik ini sudah menghubungiku duluan” uca Willy terkekeh. Bianca tersenyum. Setiap malam jika mereka berdua melakukan panggilan video, pasti Bianca melihat wajah Willy yang lelah. Dan semakin hari Bianca melihat Willy sedikit lebih tirus. Bianca pun menjadi sangat cemas dengan suaminya. Bianca selalu memikirkan apa Willy makan dengan benar disana, dan istirahatnya juga apa cukup. Rasanya Bianca ingin menyusul Willy untuk mengurus suaminya itu. Sedih sekali sudah empat bulan mereka berhubungan jarak jauh. “Bii, kenapa ko diam?” Tanya Willy yang melihat Bianca terdiam dalam lamunannya. “Ah, tidak apa-apa Will. Will apa kamu makan dengan teratur disana?” Tanya Bianca. “Tentu saja Bii. Disini aku sendirian aku harus menjaga diriku sendiri. Aku sudah mempunyai istri dan anak jadi aku tidak ingin membuat istriku cemas jika aku sakit” jawab Willy. “Jangan terlalu memikirkanku Bii. Aku baik-baik saja disini sayang. Kamu jangan banyak pikiran nanti kamu yang sakit” ucap Willy lagi. “Will, bagaimana aku tidak kepikiran. Wajahmu semakin tirus dan setiap malam kamu juga terlihat sangat lelah” ucap Bianca sedih. “Nyonya Bianca Pratama sayang, lelah ini untuk kamu dan anak kita. Aku saat ini mendapat proyek baru lagi. Mungkin Doni dan beberapa timku akan kesini” ucap Willy. “Aku ingin ikut menyusulmu Will” ucap Bianca. “Kalau kamu kesini kasihan Aditya, dia masih membutuhkanmu. Lagi pula aku tidak ingin kamu teringat kejadian dulu jika kamu naik pesawat Bii” ucap Willy. Benar memang yang Willy katakan siapa yang akan menjada bayi mereka. Lalu Bianca masih trauma dengan pesawat. Jika ada Willy mungkin Willy bisa memeluknya dan memberikan ketenangan, tetapi jika Bianca sendirian pasti Bianca juga tidak tahu bagaimana dengan dirinya nanti didalam pesawat. “Maaf ya Will. Aku hanya mencemaskanmu” ucap Bianca. “Tidak apa-apa Bii” ucap Willy. “Doni mau menyusulmu?” Tanya Bianca memastikan. “Iya” jawab Willy menganggukkan kepalanya. “Aku nanti akan menitipkan makanan kesukaanmu yang waktu itu aku beli ya. Supaya kamu kalau bisa ngemil” ucap Bianca. “Terima kasih ya Bii. Iya besok aku hibungi Doni, agar sebelum berangkat dia ke rumah untuk mengambil makanan itu” ucap Willy. “Apa hanya makanan?” Tanya Willy. “Kamu mau apa lagi?” Tanya balik Bianca. “Kamu tidak mengirimkan pakaian dalammu yang menjadi kesukaanku?” Tanya Willy sambil terkekeh. “Ih kamu ini Will. Jangan katakan kamu akan memakainya” ucap Bianca yang juga terkekeh. “Tentu saja tidak. Aku hanya ingin melihatnya jika aku buka lemari. Biar aku bisa membayangkanmu memakainya” ucap Willy. “Ya Tuhan Willy kamu m***m sekali” ucap Bianca. “m***m dengan istri sendiri tidak apa-apa. Lagi pula sudah empat bulan kita seperti ini. Aku sangat merindukanmu Bii” ucap Willy tersenyum manis kepada Bianca. Bianca menghela nafas. Saat ini Bianca menggunakan baju tidur dengan leher yang sangat turun. Saat dia menghela nafas tentu saja bagian bawah lehernya kembang kempis dan terlihat oleh Willy. “Bii, naikkan sedikit kameramu” ucap Willy. “Kenapa, wajahku tidak terlihat?” Tanya Bianca bingung. “Melihat tubuhmu dan kedua gunung kembarmu yang menyembul membuat juniorku mengeras. Apalagi sudah emat bulan dia tidak dilepaskan” ucap Willy. Bianca pun tertawa lalu menaikkan sedikit kameranya. Ya, Tuhan Bianca kasihan sekali dengan suaminya itu. Willy adalah pria normal yang sudah mempunyai istri, jadi jelas saja empat bulan bukan waktu yang sebentar. Pastilah Willy tersiksa jika dia sedang memikirkan Bianca. “Will, jarak Jakarta Bali jika naik pesawat hanya sekitar dua jam. Bagaimana kalau libur nanti aku kesana untukmu. Setelah itu aku akan pulang. Setidaknya kata bisa melepaskan kerinduan kita walau Cuma sebentar” ucap Bianca. Tentu saja Willy setuju dan kalau bisa Bianca tidak langsung pulang. Tetapi tentu saja tidak mungkin selain Bianca yang trauma dengan pesawat, Aditya yang masih bayi jika ditinggalkan, yang paling penting adalah Luna. Wanita itu selalu saja mengajak Willy jalan kalau libur. “Jangan Bii. Aku masih bisa menahannya sayang. Kamu juga masih dalam masa nifas. Nanti kalau aku pulang kamu akan membayar semuanya” ucap Willy. Bianca dan Willy pun sama-sama tertawa. Betapa senangnya Bianca melihat Willy tersenyum. Padahal di dalam hatinya sangat mencemaskan Willy. Bianca pun sebenarnya sempat bertanya-tanya dan ucapannya tadi ingin ke Bali saat libur juga hanya untuk sebaliknya. Maksud Bianca kenapa tidak Willy saja yang menyempatkannya pulang sehari saja saat libur. Sekali lagi Bianca tidak ingin curiga dengan suaminya. Bianca tahu Willy adalah orang yang pekerja keras. Saat ini pasti Willy sangat sibuk untuk menyelesaikan pekerjaannya dan semua itu untuk keluarga kecil mereka. Bianca tidak boleh egois dengan meminta Willy pulang. “Pasti Will. Jika kamu pulang aku akan memberikan waktu yang banyak untukmu. Asal jangan sampai membuat adik dulu untuk Aditya ya” ucap Bianca terkekeh. “Kenapa, memangnya kamu tidak ingin mempunyai anak dariku lagi?” Tanya Willy yang wajahnya berubah. “Bukan begitu Will. Kalau aku hamil lagi kasihan Aditya donk. Dia masih bayi. Ya, setidaknya kalau Aditya sudah berumur 4 atau lima tahun” ucap Bianca. “Jangan menolak jika dikasih anak lagi Bii” ucap Willy. “Aku tidak menolak Will. Ya, hanya saja aku kasihan kepada Aditya” ucap Bianca. “Aku justru ingin kamu bisa hamil lagi ya, setidaknya kalau Aditya sudah berumur satu tahun” ucap Willy. “Apa? Aditya masih kecil Will, dia masih butuh perhatian” ucap Bianca. “Ya tidak apa-apa. Kita akan tetap memberikan kasih sayang yang sama untuk anak-anak kita” ucap Willy meyakinkan Bianca. “Berarti kamu siap mempunyai anak banyak” ucap Bianca. “Tentu saja kalau anak itu semua dari Rahim kamu. Karena aku ingin kamu di rumah hanya fokus mengurus aku dan anak-anak kita” ucap Willy. Bianca pun tertawa mendengar ucapan suaminya. Willy ingin Bianca hamil setiap tahun hanya karena ingin Bianca berada terus di rumah untuk mengurus keluarga. Tidak salah memang, karena fitrahnya seorang istri adalah mengurus suami dan anak-anaknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN