Abizar melangkah ke dalam rumah.
Arini berdiri menantinya dengan tangan bersedekap di depan d**a.
Abizar tahu, itu artinya sang bunda sedang marah besar kepadanya.
"Assalamualaikum," sapa Abizar.
"Walaikum salam," sahut Arini.
Abizar meraih telapak tangan Arini, lalu mencium punggung tangan bundanya. Kemudian dicium kedua pipi sang bunda.
Setelah itu, Abizar mendekati Abi yang duduk tenang di sofa, ia juga mencium punggung tangan ayahnya.
"Bisa kamu jelaskan, apa yangbsudah diberitakan infotainment hari ini, Abizar," tuntut Arini pada Abizar.
"Yaaang, beri dia waktu untuk mandi dulu, makan dulu. " Abi berusaha membujuk istrinya agar bersabar.
"Tapi ini sudah kelewatan, Say. Tadi malam dia tidak pulang. Tiba-tiba pagi ini dia muncul di tayangan acara gosip televisi. Dia menggandeng seorang wanita, yang bahkan belum dia perkenalkan ke kita sebagai pacarnya. Bagaimana bisa, orang di luar sana lebih tahu pacar dia daripada kita orang tuanya!" cerocos Arini panjang.
"Bunda, Melissa itu bukan pacarku, dia cuma teman aku, Bunda." Abizar berusaha meredakan amarah bundanya
"Tuh dengar apa yang anakmu katakan, Yang. Infotainment itu terkadang cuma melebih-lebihkan berita. Lagi pula Abizar itu sudah dewasa, tahu mana yang baik, mana yang tidak, untuk dirinya, juga untuk keluarga besarnya." Seperti Abizar, Abi juga berusaha meredakan amarah Arini.
Arini duduk di sebelah suaminya
"Bunda ingin mencarikan kamu calon istri, Abizar!" Ucapan Arini mengagetkan Abi, dan Abizar
"Yang, Abizar itu bisa cari istri sendiri. Buat apa dicarikan. Orang menikah itu kan harus saling kenal, saling cinta," bujuk Abi.
"Lupa ya, Say. Kita juga dulu nikah tidak pakai kenal. Tidak pakai cinta, tapi bisa saling cinta sampai sekarang. Pokoknya aku mau mencarikan Abizar calon istri, titik!" Arini tak mau dikalahkan.
Abi menarik nafas panjang
Susah kalau istrinya sudah punya kemauan. Abizar tahu bundanya tak bisa dibantah lagi
Abizar bangkit dari duduknya.
"Terserah Bunda saja, tapi keputusan akhir tetap ditangan aku ya, Bun." Abizar menyerah pada keinginan keras Arini. Ia tidak ingin berdebat dengan bundanya.
"Aku ke kamar dulu, Bunda, Ayah," pamit Abizar. Arini, dan Abi serentak menganggukkan kepala. Setelah Abizar pergi dari hadapan mereka.
"Yang, apa tidak terlalu keras sikapmu kepada dia tadi," kata Abi dengan suara lembut.
"Aku cuma ingin yang terbaik buat dia, Say," sahut Arini.
"Yang terbaik buat kita, belum tentu teebaik buat dia, Sayang."
"Tapi pilihan kita pada David dulu, untuk jadi suami Dilla, tidak salah, Say."
Abi menghela nafas panjang, tidak ingin lagi berdebat dengan istrinya tersayang. Abi tidak ingin istri tercintanya sakit hati. Abi juga mengerti, apa yang Arini lakukan, karena dia terlalu mencintai putra mereka.
*
Pagi ini.
Arini yang sedang menyiapkan sarapan di ruang makan, bergegas melangkah ke ruang tengah, saat mendengar nama Abizar disebut-sebut di televisi.
Mulut Arini ternganga, saat melihat Abizar menggandeng mesra Ziya dalam tayangan di televisi.
Arini terduduk di sofa, begitu mendengar ucapan yang keluar dari mulut putranya.
Abi yang baru turun dari lantai atas bergegas mendekati istrinya. Arini tampak syok, karena terpaku dengan tatapan ke layar kaca di hadapannya.
"Sayang kenapa?" tanya Abi cemas, disentuh bahu istrinya.
Arini menunjuk ke arah layar televisi tanpa bersuara. Abi melayangkan pandang ke arah layar televisi.
Matanya tak berkedip menatap putranya yang sedang bicara.
Dipeluk istrinya yang masih belum bisa bicara.
Abizar yang baru turun dari kamarnya di lantai atas, bingung melihat orang tuanya yang diam tanpa separah kata, dengan tatapan ke layar kaca. Mata Abizar ikut menatap ke arah yang sama. Lalu dialihkan tatapan kepada kedua orang tuanya.
"Apa artinya ini, Abizar, tolong jelaskan!" pinta Abi
"Ini ... ini, awalnya hanya untuk melindungi Ziya dari para mahasiswa di kampus. Jadi terpaksa aku mengakui Ziya sebagai pacar. Aku tidak tahu kalau kejadiannya akan membesar seperti ini. Maafkan aku, Ayah, dan Bunda."
"Tapi kenapa sampai bisa masuk infotaiment begini, Anizar? Kita harus menjawab apa kalau ada orang yang bertanya. Entah itu bertanya ke Ayah, Bunda, atau ke oma, atau orang tuanya Ziya." Suara Arini terdengar lirih
"Biar aku nanti yang menjelaskan ke Oma Arnita, Om Fathan, dan Tante Kiya, Bunda."
"Oma, om ,dan tantemu mungkin bisa memahami, tapi bagaimana pandangan orang di luar sana. Kamu baru saja digosipkan dengan artis ternama, tiba-tiba menggandeng gadis lain, yang diakui sebagai kekasih. Orang di luar sana mana tahu, kalau Ziya itu saudaramu!" Arini memandang Abizar dengan tatapan tajam. Arini merasa kecewa dengan putranya sejak Abizar muncul di infotainment.
"Kita harus ke rumah Arnita sekarang, biar clear semuanya," kata Abi. Abi berdiri dari duduknya.
"Aku telpon Arnita dulu. Kalian berdua siap-siap." kata Abi ke Arini, dan Anizar.
"Abizar, kamu harus menjelaskan semuanya nanti!" ucap Abi tegas pada putranya.
"Ya, Ayah," jawab Abizar singkat.
*
Sementara itu, di rumah Arnita, terjadi kegemparan yang sama seperti yang terjadi di rumah Abi.
Semua pandangan mata tertuju pada Ziya. Mereka menuntut penjelasan dari Ziya. Ziya bingung harus bagaimana menjelaskannya
"Aku kira keputusannya, Ziya harus dinikahkan dengan Abizar secepatnya!" Suara Fathan mengagetkan semua yang ada di sana.
"Pah!"ziya menatap papahnya dengan rasa terkejut luar biasa. Karena sekonyong-konyong papahnya bicara seperti itu.
"Bang Abizar itu kakak Ziya, Pah."
"Ziya ... dari 3 tahun lalu, kamu sudah tahu di antara kamu, dan Abizar itu tidak ada hubungan darah. Kamu memang anak kami, tapi kamu bukan anak kandung kami," ucap Fathan.
Ucapan ayahnya, mengingatkan Ziya pada kisah tentang dirinya, yang kehilangan ibunya. Karena ibunya meninggal satu minggu setelah melahirkan dirinya. Ibu kandungnya adalah sepupu dari mamahnya
Dan rahasia ini baru terungkap tiga tahun lalu, saat lelaki yang adalah ayah kandungnya datang mencarinya.
Ponsel Arnita bergetar
"Abi," gumam Arnita. Arnita terlibat pembicaraan dengan Abi.
Arnita mematikan ponselnya.
"Abi sekeluarga akan ke sini, untuk membahas masalah Ziya, dan Abizar," kata Arnita. Ziya benar-benar tidak tahu harus bagaimana.
'Ini semua gara-gara Bang Abu,' gumamnya
"Pah, Ziya belum ingin menikah. Ini salah Bang Abizar. Dia ...."
"Kita tunggu saja mereka tiba baru kita bicara," potong Fathan
Ziya diam tak berani lagi membantah papahnya. Arnita memeluk cucunya, dan membelai rambut Ziya dengan lembut. Arnita tahu betul, Fathan mewarisi sifat keras kakeknya, Arman wicaksana. Sebagaimana Arini juga mewarisi hal yang sama.
Mereka sukit dibantah, kalau sudah punya keinginan.
Tapi Arnita pikir tak ada salahnya, menikahkan Ziya, dan Abizar.
Abizar sosok yang tampan, pintar, dan mapan. Dia dari keluarga yang sangat mereka tahu keadaannya.
Arnita yakin, Ziya akan bahagia bersama Abizar, meskipun mungkin akan ada kerikil dari para wanita yang selalu mengejar cinta Abizar.
"Oma, tolong bantu Ziya merubah keputusan Papah," mohon Ziya pada Arnita.
"Tenang, Sayang, kita belum tahu bagaimana pendapat keluarga Om Abi." Arnita berusaha menenangkan Ziya. Ziya menghela nafas, ia menunggu kedatangan keluarga Abizar dengan perasaan berdebar.