Memilih berlari ke arah taman sekolah. Anggia ingin menetralkan perasaannya. Ia tahu, tak seharusnya ia egois. Gara hanya berteman dengannya. Jadi, kenapa Anggia harus selebay ini? Tapi siapa yang bisa mengatur perasaan. Tidak ada, tidak ada siapapun yang bisa mengatur perasaan dengan batas yang diinginkan. Perasaan itu terjadi secara naluriah, alamiah, tanpa bisa di seting. Meski kadang wajah memperlihatkan ekspressi yang berbeda. Wajah bisa saja bermuka dua. Atau mulut, bisa saja ia berdusta. Tapi hati... Hati tak akan bisa melakukan itu. Ia akan bahagia dan hancur tanpa bisa di hentikan. Punggung ringkih itu bergoncang menandakan kalau ia sedang menangis. Suaranya pelan, tertahan, dan memilukan. Meski Anggia mencoba menutup mulutnya. Tapi isakan hebat itu tak mampu ia sembunyikan.